JAKARTA — Konsep tol laut akan membatasi pergerakan kapal asing dalam pendistribusian logistik. Kapal-kapal asing hanya boleh masuk dan berhenti di dua pelabuhan hub internasional, yakni Pelabuhan Kuala Tanjung, Sumatra Utara, dan Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara.
Deputi Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Dedy Supriadi Priatna mengatakan, rencana pembatasan gerak kapal asing baru bisa direalisasikan pada 2018. Selain faktor belum siapnya infrastruktur pelabuhan, Indonesia juga belum memiliki kapal besar berbobot 3.000 TEUs.
"Pergerakan kapal asing memang akan kami setop di dua pelabuhan. Tapi, tidak serta-merta bisa langsung dilaksanakan pada tahun pertama (2015), kedua (2016), bahkan hingga ketiga (2017)," kata Dedy di kantor Bappenas, Jakarta, Jumat (28/11).
Ke depan, Bappenas menginginkan agar pendistribusian logistik dari pelabuhan hub internasional ke pelabuhan utama dilakukan oleh kapal-kapal berbobot minimal 3.000 TEUs. Seedangkan saat ini, Indonesia belum memilikinya. Adapun enam pelabuhan yang akan menjadi pelabuhan utama, yaitu Pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta), Pelabuhan Belawan (Medan), Pelabuhan Sorong (Papua Barat), Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya), Pelabuhan Batam, dan Pelabuhan Soekarno-Hatta (Makassar).
Peneliti dari Center of Reform on Economics (Core), Mohammad Faisal, menyatakan bahwa pemerintah harus fokus terlebih dahulu pada peningkatan infrastruktur. "Pembatasan nantinya akan membuat demand untuk kapal domestik meningkat. Nah, demand yang tinggi harus dibarengi dengan peningkatan infrastruktur," kata Faisal kepada Republika, Ahad (30/11).
Kebijakan pembatasan kapal asing, ia mengungkapkan, sudah tertuang dalam prinsip cabotage yang telah diatur dalam Pasal 7 dan 8 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Ia mengatakan, selama ini prinsip cabotage tidah bisa berjalan dengan baik. "Di lapangan tetap ada kapal kapal asing berbobot besar, tapi berbendera domestik," ujarnya.
Menurut Faisal, kegagalan peraturan ini lebih pada kelalaian pemerintah dalam membangun infrastruktur pelabuhan. "Dari segi ukuran dan fasilitas, kapal domestik masih kalah dengan kapal asing," kata Faisal.
Berdasarkan catatan Core, mayoritas kapal-kapal logistik domestik yang masih beroperasi sudah berusia di atas 20 tahun. Belum lagi, menurut Faisal, jumlah kapal domestik tidak mencukupi untuk menyangkut distribusi nasional. "Seiring dengan pertumbuhan ekonomi maka kapasitas angkut juga meningkat," ujar Faisal.
Selain perbaikan infrastruktur, Faisal mendesak pemerintah untuk menyiapkan sumber daya manusia yang andal untuk berperan dalam industri perkapalan ke depannya.
Faisal juga menyebut, saat ini rasio antara kapal domestik dan asing di Indonesia 50 berbanding 50. "Itu untuk perdagangan domestik. Kalau perdagangan internasional, semuanya yang jalan merupakan kapal asing," katanya.
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), pengadaan kapal berbobot 3.000 TEUs baru dilakukan pada 2017 sebanyak 12 kapal. Biaya yang diperlukan sebesar Rp 5,4 triliun.
Dedy mengungkapkan, pemerintah memang sengaja baru melakukan pengadaan kapal besar pada 2017. Karena, menurutnya, akan percuma kalau langsung mengadakannya pada 2015 dan 2016. "Dikatakan percuma lantaran pelabuhan-pelabuhan kita maksimum hanya bisa disingahi kapal berbobot 1.100 TEUs," ujarnya.
Karena itu, Bappenas ingin lebih dulu membangun dan mengembangkan infrastruktur pelabuhan. Terutama, dua pelabuhan hub internasional dan enam pelabuhan utama yang memerlukan pengerukan hingga 24 meter agar bisa dilalui kapal berbobot 3.000 TEUs.
Menurut Dedy, dibutuhkan biaya Rp 699,9 triliun untuk mewujudkan tol laut. Biaya tersebut sudah termasuk pengadaan kapal serta pengembangan 16 pelabuhan pengumpul. "Jadi, gagasan soal pembatasan kapal asing baru bisa terwujud dalam tiga atau empat tahun ke depan, Tapi tergantung bagaimana instruksi presiden nanti," kata Dedy. n c85 ed: nidia zuraya