JAKARTA — Hingga pengujung 2014, Badan Urusan Logistik (Bulog) hanya mampu menyerap beras petani 2,5 juta ton atau 85 persen dari target yang ditetapkan sebesar tiga juta ton.
"Kendalanya produksi turun serta harga naik, jadi kita tidak beli ke petani," ujar Pelaksana Tugas Direktur Utama PT Perum Bulog Budi Purwanto di Jakarta, Senin (29/12).
Rendahnya penyerapan beras Bulog tersebut juga terjadi karena petani memilih menjual berasnya ke pasar. Hal ini karena harga beli beras di pasar tinggi.
Meski penyerapan beras tak optimal, Budi memastikan stok beras masih cukup untuk tujuh sampai delapan bulan ke depan. Pada 2014 stok beras mencapai 2,78 juta ton dengan penyaluran, 2,77 juta ton.
Produksi beras pada 2014 juga turun hingga 0,94 persen. Produksi gabah kering giling (GKG) mencapai 70,6 juta ton. Sedangkan, produksi beras mencapai 44,3 juta ton.
Untuk menggenjot produksi beras, Budi menilai bahwa pemerintah perlu segera membentuk lembaga pangan sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
"Pembentukan lembaga pangan diharapkan nantinya bisa mempermudah dalam ‘birokrasi’pengelolaan pangan," katanya.
Lembaga pangan dinilai bisa menstabilisasi harga sejumlah komoditas. Selama ini, kebijakan stabilisasi harga dinilai masih reaktif dan jangka pendek. Padahal, harga komoditas hingga saat ini masih berhadapan dengan kartel dan oligopoli.
Di sisi lain, Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) Bayu Krisnamurthi mengingatkan target swasembada pemerintah hanya bisa dicapai dengan meningkatkan produksi beras hingga empat persen. Dengan itu, produksi beras bisa mencapai dua juta ton per tahun.
"Dalam 20 tahun terakhir pertumbuhan produksi beras hanya mencapai dua persen," ujarnya.
Pencapaian ketahanan pangan pun dinilainya tidak hanya bisa berfokus pada produksi. Distribusi, perdagangan, hingga konsumsi beras perlu diperhatikan. Pemerintah dinilai perlu memperhatikan konsumsi beras berkualitas di kawasan kota sekunder, seperti Banyuwangi, Jember, dan Cilacap. Di kawasan itu, restoran dan hotel yang mulai tumbuh menuntut stok beras berkualitas.
Dengan kondisi itu, petani dinilai harus didukung dengan benih unggul yang mampu tumbuh optimal di lahan kering. Beras jenis premium dinilai perlu dikembangkan.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir menyatakan bahwa pemerintah perlu meningkatkan indeks pertanaman (IP) dari 100 menjadi 200, bahkan 300 untuk mencapai swasembada pangan. Dengan demikian, akan terjadi peningkatan luas panen dan peningkatan produksi tanaman. Menurutnya, jika hal itu dapat dilaksanakan selama tiga tahun berturut-turut, akan ada tambahan 300 ribu hektare luas panen.
"Dalam rangka menaikkan indeks pertanaman diperlukan percepatan tanam dengan bantuan alsintan (alat mesin pertanian) dan mengurangi kehilangan hasil dengan cara membantu mesin panen dan pascapanen," katanya.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Winny Dian Wibawa, menambahkan bahwa produksi beras akan digenjot menjadi 82 juta ton pada 2019. Untuk jagung, akan ditingkatkan produksinya dari 18,6 juta ton menjadi 23,4 juta ton.
Sedangkan, produksi kedelai yang pada 2014 diperkirakan 0,89 juta ton akan menjadi 1,02 juta ton pada 2019. Produksi gula ditarget naik dari 2,8 juta ton menjadi 3,4 juta ton. Selain itu, daging sapi yang total produksinya 395,1 ribu ton pada 2014 akan ditingkatkan menjadi 459,9 ribu ton. c78/antara ed: nur aini