Jumat 11 Dec 2015 17:00 WIB

Pemerintah Tambah Utang

Red:
Utang
Foto: ringling libguides
Utang

NUSA DUA -- Target penerimaan pajak yang meleset membuat pemerintah menambah utang.  Hal ini ditujukan untuk menutupi pelebaran defisit anggaran. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan, penambahan utang yang akan dilakukan pemerintah sekitar Rp 94 triliun.

"Kira-kira sebesar itu (Rp 94 miliar). Dengan asumsi defisit melebar jadi 2,78 persen terhadap PDB (produk domestik bruto)," ujar Robert di sela-sela International Forum on Economic Development and Public Policy, di Nusa Dua, Bali, Kamis (10/12).

Robert mengatakan, tambahan utang mayoritas bersifat multilateral. Semisal dari Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan Bank Pembangunan Jerman. Dari ketiga lembaga tersebut, utang yang paling besar berasal dari Bank Dunia dengan jumlah mencapai 2,5 miliar dolar AS atau sekira Rp 34,5 triliun.

Menurut Robert, hampir semua utang yang dibutuhkan sudah ditarik dan sudah masuk ke dalam kas negara. "Paling hanya satu atau dua loan (pinjaman) lagi yang belum tereksekusi.  Tapi, bisa kita tarik suatu saat," kata Robert. Lebih lanjut, Robert menambahkan, pemerintah memilih menambah utang yang bersifat multilateral karena dinilai lebih aman ketimbang harus menambah penjualan surat berharga negara ke pasar.

Selain itu, penambahan utang dengan skema ini tidak akan menimbulkan risiko apabila suatu waktu terjadi gejolak dalam perekonomian Indonesia. "Pinjaman multilateral lebih murah bunganya," ujar Robert menjelaskan.

Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menambahkan, pemerintah telah mengasumsikan bahwa defisit anggaran akan melebar menjadi 2,78 persen dari target dalam APBNP 2015 sebesar 1,9 persen terhadap PDB. Suahasil yakin pelebaran defisit tidak akan melebihi tiga persen sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Tentang Keuangan Negara. "Defisit kami pantau terus setiap hari. Intinya, pemerintah tidak akan melanggar UU bahwa defisit maksimal tiga persen," kata Suahasil.

Proyeksi defisit diyakini akan tetap berada di kisaran 2,78 persen karena belanja negara sudah pasti tidak akan terserap 100 persen. Menurut dia, realisasi belanja negara akan terserap sekitar 90 persen. Sedangkan, penerimaan negara realisasinya hanya akan mencapai 85 persen.

Daerah berutang

Tidak hanya di tataran pemerintah pusat, pemerintah daerah pun mengalami kesulitan keuangan seturut tak tercapainya target pendapatan dalam anggarannya. Dilansir kantor berita Antara, Kamis (10/12), Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, berencana mengajukan utang ke bank dengan nilai Rp 121,9 miliar. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah Pemkab (Pemerintah Kabupaten) Bojonegoro Ibnoe Soeyoti mengatakan, langkah ini diambil untuk mencukupi kebutuhan belanja pembangunan.

"Kebutuhan anggaran untuk membayar biaya pembangunan masih kurang sebesar Rp 121,9 miliar," kata Ibnoe. Menurut Ibnoe, utang yang diajukan belum tentu bisa terwujud. Sebab, izin dari sejumlah pemangku kepentingan seperti gubernur Jatim, menteri dalam negeri dan menteri keuangan, harus diperoleh.

Jika diizinkan, akan dicari bank yang menawarkan bunga rendah. "Bisa BRI maupun Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur. Yang penting bungannya rendah agar tidak membebani APBD," ujar Ibnoe. Selain berutang, Ibnoe mengatakan, Pemkab Bojonegoro akan melakukan efisiensi anggaran di sejumlah pos untuk menutup biaya belanja pembangunan. ed: muhammad iqbal

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement