Selasa 05 Jan 2016 17:00 WIB

Pelebaran Defisit tidak Sembarangan

Red:

JAKARTA--Melebarnya defisit anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 terjadi lantaran pemerintah tidak ingin memotong anggaran belanja pemerintah meskipun kinerja pendapatan negara melempem.  Menurut Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara, pemerintah lebih memilih melebarkan defisit agar APBN dapat memiliki daya ungkit terhadap perekonomian.

"APBNP 2015 dari awal kami desain supaya memberi manfaat maksimal bagi pertumbuhan ekonomi," kata Suahasil dalam diskusi dengan awak media di kantor Kementerian Keuangan, Senin (4/1). Kemenkeu dalam rilis yang diterima Republika, Ahad (3/1), mengumumkan realisasi (sementara) defisit anggaran mencapai Rp 318,5 triliun atau 2,80 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) atau lebih tinggi dari target sebesar 1,9 persen terhadap PDB. Defisit ini bersumber dari selisih pendapatan negara Rp 1.491,5 triliun dan belanja negara Rp 1.810 triliun.

Suahasil menyatakan, pemerintah tidak sembarangan dalam melebarkan defisit anggaran. Kemenkeu tetap berupaya menjaga defisit di bawah 3,0 persen yang merupakan batas maksimal sesuai UU Keuangan Negara.

Menurut Suahasil, pemerintah tidak ingin memotong belanja negara mengingat kondisi perekonomian Indonesia pada tahun lalu mengalami perlambatan. Belanja pemerintah dibutuhkan untuk menstimulus perekonomian. Oleh karena itu, pemerintah ingin anggaran diserap semaksimal mungkin.

Secara pribadi, Suahasil pun senang lantaran realisasi belanja pemerintah mencapai 91 persen. "Penyerapan anggaran yang tinggi itu menjadi asumsi bahwa APBN bekerja," ujarnya. 

Pelebaran defisit menimbulkan konsekuensi terhadap bertambahnya utang. Direktur Jenderal Pengelolaan dan Pembiayaan Risiko Kemenkeu Robert Pakpahan mengatakan, ada penambahan penarikan utang sekitar Rp 106,8 triliun akibat pelebaran defisit.

Dia mengatakan, penambahan utang untuk menutupi defisit diambil dari pinjaman multilateral, bilateral, dan private placement. Ketiga skema itu dianggap paling ideal karena memiliki bunga lebih murah ketimbang dengan menerbitkan surat berharga negara (SBN). 

Belanja modal

Realisasi belanja modal dalam APBNP 2015 tercatat Rp 213 triliun. Angka ini jauh lebih tinggi dari realisasi belanja modal pada 2014 yang hanya Rp 138 triliun atau melonjak 54 persen. "Pada 2015, pemerintah memang sangat mendorong penyerapan belanja modal," ujar Suahasil.

Suahasil menjelaskan, belanja modal sangat penting untuk mendorong perekonomian Indonesia. Apalagi, belanja modal kebanyakan digunakan untuk pembangunan infrastruktur. "Belanja modal inilah yang dipakai untuk membangun infrastruktur sebagai landasan pembangunan ekonomi kita ke depan," kata Suahasil.

Lebih lanjut, Suahasil mengatakan, efek belanja modal memang tidak bisa dirasakan dalam waktu singkat. Manfaatnya baru akan terasa dalam jangka menengah dan panjang. "Efeknya akan berlipat-lipat bagi perekonomian," ujarnya. ed: muhammad iqbal

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement