JAKARTA -- Komisi IV DPR telah menggodok Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pemberdayaan Nelayan dan Pembudidaya Ikan (RUU PPNPI). Salah satu poin krusial dalam beleid ini adalah dimasukkannya usulan perlindungan bagi nelayan dalam bentuk program asuransi.
"Pembahasan tingkat I telah selesai berupa RUU PPNPI. Itu artinya inisiatif perancangan asuransi telah rampung diparipurnakan di tingkat DPR," ujar Wakil Ketua Komisi IV DPR sekaligus Anggota Panitia Kerja Asuransi Nelayan Herman Khaeron kepada Republika, di Jakarta, Rabu (6/1).
Menurut Herman, pelaksanaan asuransi nelayan sedang menunggu pengesahan RUU disertai amanat Presiden Joko Widodo. Nantinya, Presiden akan menunjuk kementerian pelaksana program tersebut. Namun, jika amanat Presiden tak kunjung keluar, asuransi nelayan tetap bisa dijalankan.
Sebab, kata Herman, program ini telah masuk ke dalam program afirmatif yang dicanangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Salah satu dasar hukumnya berupa peraturan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebab asuransi nelayan melibatkan negara.
Sebagian preminya akan dibayarkan oleh negara melalui perusahaan asuransi negara dengan porsi yang telah ditetapkan. "Makanya, kita ingin Presiden segera mengesahkan RUU ini agar dasar hukum pelaksanaan asuransi lebih kuat," ujar politikus Partai Demokrat ini.
Usulan berikut rancangan asuransi nelayan digagas oleh Komisi IV DPR. Meski masih menunggu pengesahan RUU PPNPI, KKP mengaku siap untuk menjalankan program ini. "Saat ini sedang kita rancang pola pelaksanaan asuransi untuk nelayan, yakni menghitung preminya," kata Direktur Kenelayanan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP Syafril Fauzi kepada Republika.
Syafril menjelaskan, penyaluran asuransi untuk nelayan akan dilakukan berdasarkan basis data kementerian, by name by address. Target nelayan penerima asuransi sebanyak sejuta nelayan dari total 2,2 juta nelayan yang terdata. Dana asuransi yang telah dianggarkan mencapai Rp 250 miliar.
Adapun ketentuan nelayan penerima asuransi, yakni nelayan kecil yang maksimum mengoperasikan perahu dengan kapasitas 10 grass ton (GT). "Target rancangan premi rampung pada Februari, agar awal Maret sudah mulai bisa dilaksanakan (asuransinya)," ujar Syafril.
Sebagaimana pada asuransi pertanian, nelayan yang terdaftar akan membayar premi dengan jumlah tertentu, sedangkan sisanya ditanggung oleh negara. Sebagai awalan, fokus asuransi adalah spesifik terhadap asuransi jiwa.
Sebab, kehilangan nyawa nelayan bisa disebabkan sejumlah alasan. Semisal, meninggal karena kecelakaan ketika melaut. "Atau tidak meninggal tapi mengalami cacat karena kecelakaan ketika melaut," kata Syafril.
Pengalaman Sumut
Meski di level pusat belum mengakomodasi, asuransi nelayan telah dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Sumatra Utara (Sumut). Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumut Zonny Waldi mengatakan, program ini merupakan bentuk kehadiran Pemprov Sumut dalam mendukung profesi nelayan yang memiliki risiko tinggi tatkala melaut.
"Apalagi kita berhadapan langsung dengan negara tetangga. Banyak nelayan yang hilang dan kebanyakan nelayan kan cuma mengandalkan berlaut aja. Kalau mereka meninggal, keluarganya kehilangan sumber pemasukan," ujar Zonny kepada Republika.
Zonny menjelaskan, nelayan yang memiliki asuransi akan dilindungi hingga usia 64 tahun. Jika nelayan tersebut meninggal normal, keluarganya akan mendapatkan klaim asuransi sebesar Rp 35 juta. Sementara jika nelayan tersebut meninggal karena kecelakaan di laut, Zonny menyebut, keluarga dapat mengklaim uang asuransi sebesar Rp 40 juta.
Sedangkan untuk cacat, dana asuransi maksimal yang dapat diklaim sebesar Rp 20 juta. "Kalau dia masih hidup, tapi kontrak sudah habis (usia 64 tahun), polis yang disetorkan di awal sebesar Rp 4,5 juta akan dikembalikan ke dia. Dapatnya nanti di umur 64 tahun Rp 5 juta. Inilah untuk jaminan hari tuanya," kata Zonny. ed: muhammad iqbal