oleh:Aldian Wahyu Ramadhan -- Pelaku usaha logistik meminta pemerintahan hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 mengambil kebijakan yang cepat untuk menurunkan biaya logistik. Hal ini bisa dilakukan melalui pemangkasan tarif di pelabuhan serta percepatan revitalisasi alat angkut penunjang logistik darat.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Logistik Carmelita Hartoto mengatakan, sektor logistik nasional yang memiliki daya saing tinggi harus dipersiapkan untuk menghadapi era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. “Dengan tarif kepelabuhanan yang murah, harga barang produk dalam negeri lebih kompetitif,” katanya.
Ia menjelaskan, selama sembilan tahun terakhir, biaya pengiriman barang melalui moda transportasi laut di dalam negeri terus menurun. Hal ini seiring dengan terjadinya perubahan atau evolusi penggunaan kapal berskala besar menyusul meningkatnya permintaan pengiriman barang domestik.
Namun, katanya, penurunan tarif pada angkutan laut tersebut tidak dibarengi dengan penurunan tarif-tarif pada sisi daratnya, baik di sisi tarif-tarif kepelabuhanan maupun dari sisi biaya-biaya. Akibatnya, terjadi pungutan liar dan buruknya akses logistik jalan.
Berdasarkan data Asosiasi Pemilik Kapal Nasional Indonesia (INSA) pada 2007, tarif pengiriman kontainer pada rute Jakarta-Belawan masih berkisar antara Rp 7 juta hingga Rp 8 juta per TEUs. Kini ongkosnya turun menjadi Rp 4 juta hingga Rp 4,5 juta per TEUs, yakni tidak kurang dari 50 persennya dibayarkan untuk tarif-tarif kepelabuhanan.
Kondisi yang sama juga terjadi pada rute-rute lainnya, seperti pengiriman peti kemas Jakarta ke Jayapura maupun Jakarta ke Sulawesi. “Dulu Jakarta-Sorong mencapai Rp 20 juta, sekarang sudah turun menjadi Rp 8 juta hingga Rp 10 juta per TEUs.”
Carmelita yang juga Ketua Umum INSA menegaskan penurunan ongkos angkutan laut itu bukan karena didorong oleh penurunan tarif kepelabuhanan maupun peningkatan produktivitas pelabuhan. Tetapi, karena meningkatnya volume perdagangan serta evolusi penggunaan kapal kepada yang lebih besar.
Selain itu, pelaku usaha pelayaran juga melakukan berbagai langkah untuk menekan tariff, seperti melakukan subsidi silang dari kegiatan lainnya. Sejumlah usaha sampingan yang dilakukan, seperti h usaha manajemen kapal, keagenan, trucking, dan forwarding, hingga crew mining.
Oleh karena itu, meskipun pelayaran sudah bekerja keras untuk menurunkan tarif angkutan laut, harga barang di daerah tersebut tidak mengalami penurunan karena biaya-biaya lainnya tetap tinggi. Atas kondisi itu, pihaknya berharap pemerintahan ke depan untuk konsen pada upaya penurunan tarif-tarif pengiriman barang supaya masyarakat dapat menikmati harga barang yang setara di seluruh Indonesia.
Guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Ina Primiana mengatakan, tingginya beban logistik belum bisa ditekan akibat pembangunan infrastruktur dan konektivitas yang belum maksimal. “Itu beban jelang MEA,” ujarnya.
Berdasarkan data The Logistic Performance Index dari Bank Dunia per 2012, kinerja logistik Indonesia pada tahun tersebut berada pada peringkat 59 dunia. Untuk kawasan ASEAN, Indonesia berada pada peringkat keenam di bawah Singapura (peringkat 1 dunia), Malaysia (29), Thailand (38), Filipina (52), dan Vietnam (53). ed: fitria andayani