JAKARTA -- Pemerintah segera memustukan nasib maskapai pelat merah Merpati Nusantara Airline (MNA). Maskapai tersebut menghentikan operasionalnya sejak Februari akibat membengkaknya utang perseroan.
Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Chairuman Harahap mengatakan, pihaknya sedang membicarakan nasib Merpati. "Panja masih belum selesai membahas masalah ini. Kami berharap, masalah Merpati bisa diputuskan pekan depan," ujarnya, Kamis (12/6).
Menurutnya, belum ada kata sepakat tentang kemungkinkan membuka kembali izin terbang Merpati. DPR masih melihat sejumlah opsi yang dapat menolong masalah keuangan maskapai tersebut. DPR mengundang PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), serta Pertamina untuk mengetahui seberapa besar beban perusahaan ini dan apakah masih dapat dipikul perusahaan atau tidak.
Berhubungan dengan rencana diubahnya utang perseroan menjadi ekuitas, Chairuman mengakatan, kemungkinan tersebut masih dibicarakan. DPR perlu memastikan bila langkah ini diambil, perseroan masih dapat berkembang dan menghasilkan keuntungan. "Karena Merpati akan dihadapkan dengan pengkodisian pesawat, gaji pegawai, dan lainnya. Sehingga, perseroan harus punya modal besar," katanya.
Sementara, untuk opsi pembuatan anak perusahaan dan asetnya diajukan oleh Menteri Badan Umum Milik Negara (BUMN), dianggap tidak mungkin. Untuk membuat anak perusahaan, Merpati harus memiliki izin baru. Izin Merpati tidak mungkin diddelegasikan untuk perusahaan penerbangan ke anak perusahaan. Anak perusahaan harus punya izin dengan modal sendiri.
Saat ini, total utang Merpati saat ini sudah mencapai sekitar Rp 7,3 triliun. Angka ini meningkat dibanding akhir 2013 sekitar Rp 6,7 triliun. Utang Merpati sebagian besar atau sekitar 60 persen merupakan utang kepada pemerintah dan badan usaha milik negara (BUMN). rep:c76 ed: fitria andayani