JAKARTA -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyebutkan, enam investor masuk ke dalam uji tuntas (due diligence) pembelian Bank Mutiara. Dua dari enam investor berasal dari dalam negeri.
Ahli Kebijakan Strategis dan Penanganan Bank LPS Poltak L Tobing menyebutkan, keenam investor melakukan uji tuntas mulai 23 Juni sampai 8 Agustus 2014. Dokumen penawaran akhir disampaikan pada 21 Agustus 2014. "Seluruh proses penjualan diharapkan selesai pada 18 November 2014," katanya, Kamis (17/7).
Poltak menyebutkan, LPS menetapkan kriteria investor yang sesuai untuk membeli Bank Mutiara. LPS menjamin investor baru bukan pemegang saham lama atau memiliki kaitan dengan mereka yang membuat Mutiara menjadi bank gagal.
Keenam investor ini sudah melalui seleksi yang ketat di LPS. Tapi, tidak menutup kemungkinan LPS mendiskualifikasi investor jika ada indikasi bukti baru menunjukkan keterkaitannya dengan pemegang saham lama.
Enam investor tersebut berasal dari lima negara, yaitu dua dari Indonesia, dan masing-masing satu investor dari Jepang, Malaysia, Hong Kong, dan Singapura. Berdasarkan jenis lembaganya, tiga dari enam investor merupakan perbankan. Dua di antaranya lembaga keuangan dan sisanya konsorsium.
Tahun ini, LPS menjual bank pada penawaran tertinggi. LPS melakukan penyertaan modal sementara (PMS) senilai Rp 8,01 triliun untuk Bank Mutiara. Diharapkan, penawaran dapat disesuaikan.
LPS menjamin proses hukum Budi Mulya tidak memengaruhi penjualan Bank Mutiara.
Poltak mengatakan, penjualan dan proses hukum adalah dua hal yang berbeda. Mantan deputi gubernur Bank Indonesia tersebut divonis 10 tahun penjara atas kasus pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) Bank Century. "Ini tidak ada hubungannya," ujar Poltak.
Setelah uji tuntas, investor diharapkan dapat mengerucut menjadi dua atau tiga investor. Setelah penjualan selesai, LPS mengharapkan, tidak ada lagi masalah terkait bank eks Century tersebut.
Pengamat ekonomi Universitas Padjadjaran Kodrat Wibowo mengatakan, secara psikologi pasar, Bank Mutiara tidak menjanjikan. Apalagi, industri perbankan tidak dalam kondisi terbaik. Kinerja Bank Mutiara pun tidak cemerlang.
Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) A Prasetyantoko mengatakan, LPS seharusnya tidak perlu takut rugi dalam menjual Bank Mutiara. Dana bailout tidak selayaknya harus balik modal. "Pengalamannya, dana pemulihan perusahaan biasanya hanya 30 persen secara rerata," katanya.
Ia pun mengingatkan, meskipun dijual dalam waktu cepat, sebaiknya bank tersebut tidak dijual ke pihak asing. Hal ini mengingat peran asing dalam perbankan nasional semakin tinggi. rep:friska yolandha ed: fitria andayani