JAKARTA — Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2014 lebih lambat daripada perkiraan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan sekitar 5,2 persen dibandingkan proyeksi sebelumnya yang sebesar 5,3 persen.
Berdasarkan laporan Bank Dunia berjudul "Indonesia Economic Quarterly", perlambatan disebabkan oleh melemahnya harga komoditas dan pertumbuhan kredit. Pemerintah juga menghadapi tantangan dari membesarnya defisit fiskal. Direktur Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo A Chavez, mengatakan, untuk mencapai pertumbuhan di atas enam persen, Indonesia harus melakukan reformasi struktural. "Reformasi struktural yang lebih dalam, seperti reformasi kebijakan subsidi BBM dan investasi di bidang infrastruktur," ujarnya di Jakarta, Senin (21/7).
Ia juga mengatakan, pemerintah baru yang akan dilantik pada Oktober mendatang menghadapi kebijakan strategis yang sulit. Sebab, pendapatan negara terus menurun, tetapi alokasi untuk subsidi tetap meningkat. Padahal, pemerintah harus membangun infrastruktur, menyediakan jaminan sosial, dan kesehatan bagi masyarakat.
Menurutnya, hal yang paling penting, yaitu mengatasi peningkatan tekanan fiskal dan menjaga keberlangsungan defisit transaksi berjalan. Pelemahan rupiah dan kenaikan harga minyak memperbesar defisit fiskal. "Pemerintah baru harus dapat mengurangi tekanan terhadap fiskal dan harus menjalankan reformasi struktural untuk meratakan kemakmuran," katanya.
Pelemahan rupiah dan kenaikan harga minyak memperbesar defisit fiskal. Melemahnya perolehan pendapatan negara juga memperbesar defisit fiskal. Sebelumnya, DPR mengesahkan APBN-P 2014 dengan defisit 2,4 persen dari PDB atau meningkat dari defisit yang dicanangkan pada ABPN sebesar 1,7 persen dari PDB.
Bank Dunia mengatakan, pemerintah baru harus dapat mereformasi kebijakan subsidi BBM. Namun, hal tersebut tetap akan menekan fiskal.
Bank Dunia memproyeksikan, walaupun emerintah baru menaikkan harga BBM, defisit fiskal tahun ini sebesar 2,8 persen dari PDB. Angka tersebut mendekati batas legal defisit APBN sebesar tiga persen dari PDB. "Angka tersebut rentan terhadap kenaikan harga minyak dan pelemahan rupiah," ujarnya.
Ekonom Utama Bank Dunia Ndiame Diop menambahkan, sulit bagi pemerintah untuk membatasi defisit hanya 2,4 persen dari PDB seperti yang diproyeksikan dalam APBN-P 2014, jika harga minyak terus meningkat. Menurutnya, tekanan defisit dapat dikurangi dengan memperbaiki kualitas belanja, yakni dengan mengurangi subsidi BBM dan mencegah penurunan pendapatan pajak dan nonpajak.
"Pemerintah harus dapat memperbaiki kualitas belanja," katanya. Kualitas belanja dan penggunaan dana yang tepat sasaran akan membuat Indonesia meraih pertumbuhan yang berlanjutan. Keyakinan para investor pun meningkat sehingga pemerintah akan mendapatkan tambahan pembiayaan.
Di sisi lain, Bank Dunia pun menyebutkan pemerintahan baru harus dapat mengurangi kesenjangan sosial. Caranya, yaitu mengurangi kemiskinan dengan memperbaiki infrastruktur pedesaan, memperluas akses terhadap pendidikan, dan meningkatkan mobilitas tenaga kerja.
Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Ekonomi Mohammad Ikhsan mengatakan, pendidikan gratis tidak akan cukup untuk mengatasi ketimpangan dan kemiskinan di Indonesia. Pemerintah juga harus memberikan bantuan tunai bagi masyarakat yang tidak mampu. "Jika ingin membantu masyarakat miskin, tak cukup hanya dengan sekolah gratis. Kita juga harus bantu orang tuanya. Jadi, harus diberikan cash transfer," ujarnya. rep:satya festiani ed: zaky al hamzah