Defisit transaksi berjalan menunjukkan peningkatan.
JAKARTA-- Sesuai perkiraan analis sebelumnya, Bank Indonesia (BI) tetap mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) pada level 7,5 persen. Suku bunga tetap karena inflasi memiliki tren menurun. Infasi Juli tercatat hanya 0,93 persen atau 4,53 persen secara tahunan (year on year).
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) hari ini mempertahankan BI Rate 7,5 persen," ujar Gubernur BI Agus Martowardojo, Kamis (14/8).
Menurut Agus, kebijakan tersebut sejalan dengan upaya mengarahkan inflasi menuju sasaran 3,5 sampai 5,5 persen pada 2014 dan 3 hingga 5 persen pada 2015. Suku bunga acuan pada level tersebut juga dinilai dapat menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat.
Defisit transaksi berjalan pada triwulan II-2014 tercatat naik menjadi 9,1 miliar dolar AS atau 4,27 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pada triwulan I-2014 defisit transaksi berjalan sebesar 4,2 miliar dolar AS atau 2,05 persen dari PDB. Meski dibandingkan triwulan II-2013 yang sebesar 10,1 miliar dolar AS, defisit transaksi berjalan saat ini mengalami penurunan.
Naiknya defisit triwulan disebabkan turunnya ekspor komoditas, seperti batu bara, minyak sawit (CPO), dan mineral. Agus mengatakan, defisit transaksi berjalan meningkat karena pola musiman. Dia pun merasa nyaman dengan defisit sekarang. “Kami lihat kondisi transaksi berjalan yang membaik satu miliar dolar AS cukup baik," ujar mantan bos Bank Mandiri itu.
Menurut Agus, penurunan defisit dibanding periode sama tahun lalu menunjukkan komoditas cukup penting dalam memberikan kontribusi pada ekspor Indonesia mengalami perbaikan. Ekspor yang mengalami perbaikan di antaranya adalah ekspor manufaktur, seperti otomotif, tekstil, dan pakaian jadi.
BI juga memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan karena masih terdapat sejumlah risiko eksternal dan domestik yang perlu diwaspadai. Risiko tersebut dapat mengganggu sasaran inflasi dan kinerja transaksi berjalan. "BI akan memberkuat bauran kebijakan, pengelolaan utang luar negeri, meningkatkan koordinasi dengan pemerintah agar penyesuaian ekonomi dapat berjalan baik," ujarnya.
Suku bunga acuan merupakan salah satu instrumen yang dianggap dapat menahan laju inflasi dan mengendalikan defisit transaksi berjalan. Dengan dinaikkannya suku bunga acuan, diharapkan masyarakat dapat menyimpan uangnya di bank.
BI dapat menghimpun kembali uang nasabah, sehingga mengisi kekurangan uang akibat melonjaknya pembayaran untuk belanja (impor) atau utang. Sementara, produk ekspor yang menjadi andalan untuk menghasilkan uang merosot. Pada tahun lalu, di awal kepemimpinannya, Agus Marto menaikkan suku bunga acuan dari 5,7 persen (Maret) hingga 7,5 persen (November).
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, belum optimalnya perbaikan transaksi berjalan disebabkan pemberlakukan UU Mineral dan Batu Bara (Minerba). Sehingga, ekspor mineral mentah tidak diperkenankan. "Itu menyebabkan ekspor minerba betul-betul mengalami penurunan yang drastis sehingga menyebabkan perbaikan neraca perdagangan migas belum signifikan," ujarnya.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, tanpa stabilisasi moneter, defisit transaksi berjalan akan lebih tinggi daripada angka yang tercapai saat ini. Namun, stabilisasi moneter hanya berdampak pada sisi nonmigas. "Komponen nonmigas sudah ada perbaikan walaupun di tengah ekspor komoditas yang melambat. Impor juga sudah berhasil dikendalikan," ujarnya.
Pada rapat kemarin BI juga mempertahankan Lending Facility dan Deposit Facility tetap pada posisi 7,5 dan 5,75 persen.
rep:satya festiani ed : teguh firmansyah