JAKARTA -- Bank Indonesia menargetkan inflasi empat persen pada 2016 dan 2017. Sementara, pada 2018 inflasi ditargetkan turun menjadi 3,5 persen.
"Kami punya namanya target inflasi yang jangka pendek tahun ini empat persen, tahun depan empat persen, tahun 2018 sebesar 3,5 persen. Untuk mencapai itu, memang perlu extra effort," kata Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Juda Agung, Selasa (9/2).
Juda menjelaskan, inflasi di berbagai daerah terpencil, seperti Indonesia Timur umumnya tinggi. Selain itu, volatilitas, gejolak harga, dan disparitas perbedaan harga antarwilayah itu sangat tinggi. "Semakin jauh dan semakin logistiknya kurang memadai. Kajian kami menunjukkan faktor logistik ini penting dalam memengaruhi inflasi di daerah, oleh sebab itu kita akan fokus di masalah logistik pangan ini," jelasnya.
Masalah, distribusi logistik pangan ini tentunya bisa diatasi apabila sudah ada infrastuktur yang memadai, seperti tol laut yang sedang dalam pengerjaan. Saat ini, pihaknya belum bisa melakukan assessment secara keseluruhan karena faktor konektivitas itu masih terus dikembangkan pemerintah.
Tak hanya tol laut, ucap dia, ke depan, feeder-feeder wilayah akan sangat berpengaruh. Meski belum ada evaluasi secara keseluruhan, kajian menunjukkan pembangunan infrastruktur akan berpengaruh besar kepada tingkat inflasi.
Untuk mencapai inflasi yang sebesar 3,5 persen pada 2018, kata Juda, diperlukan usaha keras. Ia menjelaskan, dalam perkembangan 10 tahun terakhir ini dari sisi core inflation terus turun ke arah empat persen. Di mana ada yang sering menjadi faktor penggerak gejolak harga, yaitu administer price dan volatile food. Administer price, kata Juda, sekarang sudah direformasi oleh pemerintah.
Dengan subsidi yang dipotong dan dikurangi, faktor-faktor tekanan inflasi dari administer price sudah mulai berkurang. "Volatile food inilah yang menjadi kunci dalam upaya kita mencapai inflasi pada 2018 hingga 3,5 persen. Ini menjadi penting dan fokus dari tim pengendali inflasi di pusat dan daerah. Yaitu, bagaimana menangani ini, salah satunya dengan sistem logistik ini," jelas Juda.
Tantangan lainnya, lanjut Juda, mengenai dampak dari El Nino seperti musim panen yang tertunda. Selain itu, perkiraan Survei Pemantauan Harga dari BI, sejauh ini pada Februari masih deflasi. "IHK deflasi. Mudah-mudahan, ini terjaga terus," imbuhnya.
Pihaknya pun terus menjaga dengan hati-hati agar tidak ada unnecessary inflation atau inflasi karena sesuatu yang tidak seharusnya terjadi. Seperti yang terjadi pada Desember, yaitu inflasi volatile food yang tinggi dan IHK menjadi 0,9 yang tidak bisa diprediksi di awal. "Mudah-mudahan, inflasi bisa terus dijaga dalam range empat plus minus satu persen, tahun depan juga. Tahun berikutnya 3,5 persen," ujarnya. C37 ed: Ichsan Emrald Alamsyah