JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) akan melansir perkembangan indeks harga konsumen (IHK) atau inflasi Februari 2016, Selasa (1/2). Bank Indonesia (BI) meyakini, inflasi bulan kedua kalender akan rendah dan berada pada kisaran 0,13 persen sampai 0,14 persen.
"Penyebabnya, penurunan beberapa harga yang di Januari masih tinggi kemudian turun," ujar Direktur Eksekutif Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Juda Agung di Jakarta, akhir pekan lalu.
Selain karena penurunan harga, factor lain yang menyebabkan inflasi rendah adalah penurunan tarif listrik. Menurut Juda, inflasi Februari lazimnya memang rendah.
Sebab, pada rentang waktu ini tidak ada kebijakan-kebijakan ekstrem yang dilansir pemerintah. Terutama, yang berkaitan dengan harga energy, seperti bahan bakar minyak (BBM) maupun pangan.
Berbeda dari bank sentral, ekonom dari Kenta Institute Eric Sugandi menilai pada Februari 2016 akan terjadi deflasi 0,3 persen.
"Atau, inflasi 4,2 persen year on year," kata Eric kepada Republika.
Menurut Eric, terdapat empat faktor yang menjadi penyebab deflasi. Semisal, penurunan harga (terutama volatile food), penurunan harga minyak, penguatan rupiah, dan penurunan tarif dasar listrik pada tahun ini. Keempat faktor tersebut telah terpenuhi sehingga pada Maret diperkirakan akan deflasi.
Tren inflasi rendah yang mendekati deflasi dinilai ekonom dari BCA David Sumual akan berlanjut pada Maret mendatang. Ini dikarenakan stok pangan yang dinilai cukup dan tidak akan berujung pada kenaikan harga bahan pokok.
"Dari data Kemendag (Kementerian Perdagangan) saya lihat harga bahan pokok mengalami penurunan. Sehingga, kalau harga volatile food ini turun akan deflasi. Mungkin, sekitar nol persen hingga minus 0,2 persen," ujar David kepada Republika.
Menurut David, berdasarkan data dari beberapa lembaga pemerintah, stok pangan mencukupi. Apalagi, sejumlah sentra produksi bersiap memasuki masa panen.
Beberapa bahan pokok yang penting, seperti beras dan cabai merah, terpantau mencukupi. Sehingga, harga-harga tidak akan naik.
Lebih lanjut, David menilai, inflasi banyak dipengaruhi harga volatile food. Sementara, untuk kategori administered prices, diperkirakan relatif aman seiring dengan masih rendahnya harga minyak dunia. Berbeda dengan inflasi dari volatile food yang masih menyimpan risiko dari tidak stabilnya harga pangan.
Inflasi tahunan
Deflasi tidak selalu bermakna baik. Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, jika deflasi terjadi tiga bulan berturut-turut, dapat menyebabkan resesi.
"Berarti, bisa justru menurun kegiatan ekonomi," kata Wapres. Meskipun begitu, Wapres menyebut, deflasi juga memiliki dampak positif. Terutama, untuk mengimbangi tingkat inflasi yang terkadang tinggi, sehingga inflasi tahunan pun rendah.
Secara umum, BI meyakini, inflasi sepanjang tahun akan berada pada kisaran empat persen plus minus satu persen. Proyeksi ini, ujar Juda, akan bergantung sejauh mana harga BBM dalam negeri akan disesuaikan.
BI memproyeksikan asumsi harga minyak dunia pada kisaran 37 dolar AS per barel. Apabila harga minyak bisa lebih rendah lagi, penyesuaian harga angkutan dapat berdampak besar pada inflasi inti dan inflasi volatile food.
"Tapi, kalau biaya angkutan tidak dilakukan adjustment sebagaimana ketika harga BBM naik, ya tidak terlalu besar pengaruhnya," kata Juda. c37/Dessy Suciati Saputri ed: Muhammad Iqbal