Rabu 11 May 2016 17:00 WIB

BI: Cadev April 107,7 Miliar Dolar AS

Red:

JAKARTA -- Posisi cadangan devisa (cadev) Indonesia akhir April 2016 tercatat sebesar 107,7 miliar dolar AS. Posisi tersebut lebih tinggi dibandingkan posisi akhir Maret 2016 yang tercatat sebesar 107,5 miliar dolar AS.

Direktur Departemen Komunikasi BI Arbonas Hutabarat menjelaskan, peningkatan tersebut dipengaruhi penerimaan cadangan devisa, terutama berasal dari hasil lelang Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) dan penerimaan lainnya. "Penerimaan tersebut melampaui kebutuhan devisa yang, antara lain, digunakan untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah," kata Arbonas di Jakarta, Selasa (10/5).

Arbonas menjelaskan, posisi cadev per akhir April 2016 tersebut cukup untuk membiayai 8,1 bulan impor atau 7,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Selain itu, nilai cadev sebesar itu berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.

"Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan," kata Arbonas. Dilansir dari berbagai sumber, cadev merupakan simpanan mata uang asing oleh bank sentral dan otoritas moneter.

Simpanan ini digunakan untuk menjamin kewajibannya, yaitu mata uang lokal yang diterbitkan dan cadangan berbagai bank yang disimpan di bank sentral oleh pemerintah ataupun lembaga keuangan. Untuk mengukur memadai atau tidaknya cadev, dipakai kriteria jumlah besarnya kemampuan cadev untuk menutup impor minimal selama tiga bulan.

Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual menjelaskan, kenaikan cadev pada April 2016 juga dipengaruhi oleh tidak terlalu banyak intervensi selama bulan tersebut. Hal tersebut disebabkan stabilnya nilai tukar rupiah.

"Tidak banyak perubahan, mereka (BI) tidak perlu dana intervensi di market," ujar David kepada Republika. Selain itu, meningkatnya cadev juga dipengaruhi oleh harga minyak.

Sebagai salah satu sumber cadev, lanjut David, harga migas pada April lebih tinggi dari dua bulan sebelumnya. "Walaupun volumenya nggak ada perubahan, ini juga membantu cadev," katanya.

David menjelaskan, pada Maret 2016, cadev tinggi karena ada penerbitan global bonds pemerintah. Ke depannya, penerbitan global bonds lagi akan menambah cadev.

Menurut David, proyeksi cadev ke depannya akan meningkat apabila inflow dolar AS masuk ke Indonesia yang berarti tidak banyak intervensi di pasar. Selain itu, jika kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty berhasil serta lembaga pemeringkat investasi S&P menaikkan peringkat Indonesia ke investment grade.

"Kalau rating kita bisa dinaikkan ke investment grade itu harapannya bisa jadi momentum pemerintah untuk jualan ke luar bahwa kita sudah investment grade," ujarnya. Saat ini, Indonesia telah mendapatkan peringkat investasi dari dua lembaga pemeringkat, yaitu Fitch Rating dan Moodys Investor Service.

Sedangkan, S&P masih memberikan peringkat Indonesia di BB+ atau netral. David memaparkan, selama ini banyak di klausul investasi para investor yang mensyaratkan harus ketiganya sudah investment grade atau BBB-, baik Fitch, moodys, maupun S&P.

"Ini kan ganjalannya dari dulu cuma si S&P nih kenapa dari dulu investasi belum masuk-masuk," katanya. Hal ini, menurut David, penting karena biasanya lembaga pemeringkat itu akan menjadi patokan investor jangka panjang atau investasi langsung.

David menjelaskan, dibandingkan dua lembaga pemeringkat yang lain, S&P merupakan yang paling ketat. Sebetulnya, peringkat investasi Indonesia terganjal oleh subsidi BBM.

Namun, saat ini yang dipertimbangkan adalah kendala konstitusional, masalah good governance, birokrasi, dan perizinan. Dengan begitu, pemerintah mengevaluasi 12 paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan.

Dari hasil evaluasi itu, kata David, akan terlihat mana yang perlu dipercepat lagi implementasinya. "Makanya, yang masalah jangka pendek ini terus dibenahi ya, masalah evaluasi paket, ini kan masih banyak yang belum jalan. Peraturan DNI aja belum keluar, terus harga gas, listrik, dll," ujarnya.

Hal yang menjadi ganjalan untuk rating investasi itu, lanjut David, juga karena maish banyaknya ketidakpastian salam jangka pendek ini. Seperti ketidakpastian politik, yaitu ada wacana reshuffle yang juga mengganggu pikiran investor untuk investasi.

Sementara untuk utang luar negeri, David menegaskan, yang terpenting adalah rasio utang luar negeri dan cadev. Kalau pertumbuhan meningkat, tentunya utang jangka pendek dan impor meningkat.   c37, ed: Muhammad Iqbal

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement