Rabu 18 Jun 2014 15:00 WIB

Cinta, Cinta, Cinta Jakarta

Red:

Jakarta Fair, Pekan Raya Jakarta, Jakarta Great Sale. Kehadiran ajang-ajang ini langsung mengingatkan kita pada gelaran besar yang diperingati saban tahun: HUT Jakarta. Tahun ini, ibu kota negara kita akan merayakan ulang tahun ke-487. Untuk memanjakan warganya, gelaran pesta rakyat akan berlangsung hingga sekitar satu bulan.

Namun, di balik ingar bingar kemeriahan ulang tahun, Jakarta menyimpan cerita lain. Cerita khas dari sebuah kota metropolitan yang sangat padat. Maka, kita pun akrab dengan kemacetan, hiruk pikuk kota besar, serta problem lain yang akrab dengan masalah perkotaan. Apa kesan kamu dengan Jakarta? Berikut kisah dan harapan dari teman-teman kita:

***

Agatha Andini

Mahasiswi Universitas Indraprasta PGRI

Bisa Jadi Kota yang Nyaman

Menurut dia, budaya konsumtif masyarakat Jakarta menjadi salah satu penyebab menurunnya tingkat disiplin dan kesadaran untuk menjaga lingkungan.

Di era yang serbapraktis ini, masyarakat yang tinggal di kota besar selalu menginginkan segala sesuatunya didapatkan dengan cepat dan instan.

Padahal, tingkat kesadaran masyarakat untuk peduli dengan lingkungan sekitar sangat penting pada era modern seperti ini agar pembangunan dapat seimbang. Seharusnya, masyarakat membantu bumi agar tetap terjaga dengan menanam pohon atau mengelola taman. Bukan malah semakin memperbanyak gedung-gedung yang dibangun di lahan hijau.

Selain itu, budaya konsumtif juga berpengaruh terhadap tingkat kemacetan yang semakin tak terkendali di Jakarta. Agatha mencontohkan, dalam satu keluarga bisa saja memiliki tiga sampai empat kendaraan pribadi. Hal ini tentu saja membuat volume kendaraan di Jakarta semakin meningkat, sedangkan penambahan jalan terbatas karena lahan yang makin menipis. 

"Rasa persaingan yang tinggi membuat masyarakat mengikuti kemajuan dunia dan mengabaikan aspek lingkungan," kata mahasiswi Universitas Indraprasta PGRI tersebut.

Dengan permasalahan kompleks yang ada di Ibu Kota, Agatha berharap, Jakarta bisa menjadi kota yang lebih baik dan memberikan kenyamanan bagi warganya. Di masa mendatang, semoga tidak ada lagi pembangunan gedung-gedung mewah, apartemen, dan mal di lahan hijau.

Selain itu, mahasiswi jurusan bimbingan konseling tersebut juga berharap semakin banyak para dermawan di Jakarta yang mau berbagi dengan warga yang kurang mampu. Karena, kemajuan suatu negara dapat terwujud dengan adanya kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat.

***

Riri Ayu

Mahasiswi Universitas Indraprasta PGRI

Pesimistis Bisa Berubah

Riri Ayu menilai bahwa perkembangan Jakarta secara keseluruhan sangat kompleks serta memiliki sisi baik dan buruk. Menurut dia, sebenarnya pelayanan kesehatan, pendidikan, dan transportasi umum di Jakarta belum memadai, tapi secara perlahan sudah mulai ada perbaikan.

Mahasiswi Universitas Indraprasta PGRI tersebut mengatakan, pengadaan bantuan Kartu Jakarta Sehat (KJS) dari pemerintah dapat menjadi salah satu solusi untuk memberikan jaminan kesehatan bagi warga kurang mampu di Jakarta. Sayangnya, kebijakan ini belum dijalankan secara sempurna dan masih belum berjalan dengan semestinya.

"Sebenarnya, KJS sudah bagus, tapi sisi buruknya tidak semua rumah sakit di Jakarta setuju dengan program tersebut karena keterbatasan obat dan tempat, sehingga agak menyulitkan warga yang mau berobat," ujar Riri.

Sebagai kota yang sibuk, mobilitas warga Jakarta sangat tinggi, apalagi mereka juga harus menjalani tuntutan pekerjaan untuk menjalankan roda perekonomian negara. Menurut Riri, hal ini membuat orang tua yang sibuk bekerja menjadi tidak memperhatikan pendidikan anak-anaknya.

Peran orang tua sebagai pendamping dan mengarahkan anak-anaknya dalam pendidikan sudah mulai tergeser akibat adanya perkembangan teknologi yang semakin pesat. Mereka cenderung memenuhi kebutuhan anak dengan membelikan gadget terbaru yang tidak ditujukan untuk memudahkan edukasi.

Dengan demikian, kehidupan hedonisme dan sikap konsumtif di Jakarta semakin tak terkendali. Menurut mahasiswi jurusan bimbingan konseling tersebut, pendidikan di sekolah saja tidak cukup dan orang tua memiliki peran besar untuk memberikan pendidikan di rumah dan membentuk karakter anak-anaknya. Sehingga, nantinya dapat tercipta sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing dengan negara lainnya.

Tak hanya itu, sebagai pengguna angkutan umum, Riri sangat menyoroti sistem transportasi di Jakarta yang belum memberikan kenyamanan dan keamanan. Menurutnya, bus Transjakarta yang seharusnya dapat mengurai kemacetan, justru semakin membuat lalu lintas menjadi semrawut. Selain itu, Transjakarta belum bisa memberikan rasa aman dan nyaman bagi penumpang wanita.

Riri mengaku, dia sempat beberapa kali mengalami kejadian yang tak enak ketika menggunakan moda transportasi tersebut. "Kalau bus lagi penuh sesak, biasanya ada yang suka mencuri-curi kesempatan untuk melakukan tindakan asusila," ujar Riri.

Selain itu, Riri juga pernah melihat ada sepasang suami istri yang bertengkar di dalam Transjakarta dan petugas yang ada di bus tersebut tidak melerainya. Padahal, hal itu sangat menganggu kenyamanan bagi penumpang lainnya.

Menurut Riri, moda transportasi Commuter Line lebih baik ketimbang Transjakarta karena ada pemisahan gerbong khusus wanita, sehingga memberikan rasa aman. Akan tetapi, terkadang jika mengalami gangguan dan keterlambatan penanganannya masih lambat, sehingga mengecewakan penumpang.

Pembangunan yang terus berlangsung membuat ruang tata kota di Jakarta menjadi semrawut dan tidak memperhatikan aspek-aspek lingkungan. Banyaknya pembangunan gedung pencakar langit dan mal merupakan salah satu penyebab terjadinya banjir di Ibu Kota.

Menurut Riri, di usia yang semakin tua ini pekerjaan rumah bagi pemerintah Jakarta sangat banyak. Sarana dan prasarana umum harus dibenahi menjadi lebih baik.

Apalagi, di ibu kota ini tak terhitung jumlah jembatan penyeberangan yang strukturnya sudah rapuh, sehingga membayahakan pejalan kaki. Taman kota-taman kota di Jakarta juga mesti diperbanyak sebagai daerah resapan air di kala hujan.

Selain itu, agar Jakarta tampak indah dan rapi, pemerintah harus dapat memberantas permukiman liar yang menganggu ketertiban umum. Tapi, pemberantasan juga harus dibarengi dengan kompensasi pemberian tempat tinggal baru yang lebih layak.

Sedangkan, untuk mengurangi kemacetan, mahasiswi semester dua tersebut berharap, pemerintah bisa menertibkan pedagang liar yang menjamur di pinggir jalan, sehingga menutupi bahu jalan dan trotoar. Tak hanya itu, keberadaan parkir liar juga harus ditertibkan agar kemacetan di Jakarta tidak semakin parah.

"Jangan cuma bisa bikin program aja tapi nggak bisa menuntaskannya, kalau perlu sih pejabat yang nggak bermoral juga harus ditindak tegas," kata Riri.

Riri pesimistis Jakarta bisa berubah menjadi lebih baik seperti kota besar di negara tetangga, seperti Kuala Lumpur atau Singapura. Menurutnya, adat dan kebiasaan sebagian besar warga Jakarta sangat tidak disiplin.

Mereka cenderung tak acuh dan hanya mau terima beres saja tanpa memberikan kontribusi apa pun. Padahal, kesuksesan pembangunan suatu kota atau negara tidak hanya bergantung dari pemerintahnya, tapi perlu kontriubusi yang nyata dari para penduduknya.

"Kita sudah terbiasa nggak disiplin, penduduknya aja masih buang sampah sembarangan dan berkendara tidak sesuai tata tertib, sehingga susah untuk bisa menjadi seperti negara tetangga," kata Riri.

Riri berharap, Jakarta bisa menjadi kota yang nyaman dan lebih baik, dibutuhkan kerja sama dari masyarakatnya untuk selalu menjaga lingkungan dan tertib berlalu lintas. Karena, sekecil apa pun yang dilakukan masyarakat akan memberikan dampak yang baik dan ada pertanggungjawabannya. Tak hanya itu, pemerintah juga harus tegas untuk mengurangi pembangunan gedung-gedung pencakar langit dan mal serta menggantinya dengan membangun taman kota.

***

Dini Atikah Masque

Mahasiswa Uhamka

21 tahun

Lengkapi Fasilitas untuk Mahasiswa

Tiga tahun menjadi anak kos di Jakarta membuat Dini Atiqah Masque kebal akan kondisi Jakarta. Baik situasi perkotaannya yang macet, padat, sistem transportasi yang kurang, polusi udara yang banyak, hingga banjir di kala hujan.

Permasalahan tersebut membuat mahasiswi Uhamka ini merasa kurang nyaman dan penat kos dan tinggal di Jakarta hingga saat ini. Tapi, tugasnya sebagai mahasiswi membuatnya harus betah tinggal di ibu kota Indonesia itu.

Terlebih, menurut perempuan berusia 21 tahun ini, Jakarta masih belum ‘ramah’ terhadap para pelajar. Karena, masih banyak fasilitas yang kurang untuk mendukung aktivitas para pelajar  sendiri, terutama bagi yang berasal dari luar kota seperti dirinya.

Jumlah perpustakaan yang memadai masih sedikit, kurangnya fasilitas koneksi internet gratis (wifi), dan tempat yang teduh dan nyaman untuk belajar (taman). Apalagi, susahnya persyaratan membuat kartu perpustakaan bagi mahasiswa luar kota memuat pelajar semakin kurang nyaman menempuh pendidikan di Jakarta.

Meskipun, tak dimungkiri beberapa fasilitas lainnya lengkap dibandingkan kota-kota lainnya di Indonesia. "Kalau fasilitas pendidikannya lumayan lengkap, makanannya juga di lingkungan kampus itu murah dan masuk kantong mahasiswa, meski masih kurang yang lainnya," ujar mahasiswa semester VI.

Di samping itu, maraknya tindak kejahatan yang terjadi, termasuk pengamen ‘preman’ yang banyak berkeliaran, terutama di transportasi-transportasi umum memberi kekhawatiran sendiri bagi para pelajar seperti dirinya. Karena itu, Dini mengaku, harus tetap waspada selama tinggal di Jakarta.

Namun, kondisi tersebut diakui Dini sangat sedikit terjadi di beberapa tempat di Jakarta lainnya. "Kondisinya tidak beragam, jadi sebelumnya di Jaksel penjahatnya banyak, mengerikan, tapi sekarang di Jaktim malah sedikit. Pengamen yang kaya preman itu juga sama," jelas dara berusia 21 tahun itu. 

Sempat merasa khawatir, kini dia bisa lebih tenang tinggal di Jakarta lantaran tingkat kriminalitasnya yang jauh menurun. Tapi, dia tetap harus waspada. Meski begitu, dia berharap, pemerintah dapat memperbaiki seluruh insfrastruktur yang ada.

Mulai dari sistem transportasi, tata kota, ruang, kebersihan, memperbanyak taman, dan fasilitas yang memudah pelajar dalam menuntut ilmu. "Sampah itu benar-benar harus ditindak karena enggak nyaman untuk kita semua warga Jakarta, terus yang utama yang lengkapi fasilitas untuk para mahasiswa," kata dia.

rep:aghia khumaesti/rizky jaramaya ed:endah hapsari

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement