Kehancuran dunia mendadak ada di depan mata, setelah kebangkitan mutan pertama dan terkuat yang pernah ada. En Sabah Nur (Oscar Isaac) menjadi ancaman besar bagi keberlangsungan bumi pada tahun 1980-an itu.
Mutan yang juga dikenal dengan Apocalypse itu telah tidur sejak 3600 tahun Sebelum Masehi, seraya menyimpan dendam dari setiap pengkhianatan di kehidupan sebelumnya yang membuatnya terpaksa terperangkap.
Setelah secara tidak sengaja terkena sinar matahari dan mengalami kebangkitan, Apocalypse pun dapat kembali melihat dunia yang dulu dibangunnya. Sayang, dunia tersebut telah lama hancur dan berubah drastis.
Bangkit dengan penuh amarah melihat perubahan yang dibuat manusia, Apocalypse murka dengan itu semua. Terlebih lagi dia merasa jika saat ini semua manusia atau mutan telah mengikuti jalan yang salah, mereka telah lama tersesat.
Apocalypse merasa, seharusnya dialah yang patut diagungkan sebab memiliki kekuatan mahabesar dibandingkan yang lainnya, apalagi jika dibandingkan dengan manusia-manusia lemah yang hanya bergantung pada senjata.
Dengan dibantu Four Horsemen yang terdiri atas Magneto (Michael Fassbener), Psylocke (Olivia Munn), Archangel (Ben Hardy), dan Storm (Alexanadra Shipp), Apocalypse mencoba menghancurkan dunia untuk membangunnya kembali sesuai dengan apa yang diharapkannya dulu.
Tidak ada ampun bagi siapa pun, tidak memandang itu mutan atau manusia, semua harus dilebur kembali menjadi abu. Di mata Apocalypse, semua yang ada di bumi saat itu merupakan hal yang salah dan sangat patut dimusnahkan.
Meski begitu, rencana penghancuran tidak berjalan mulus, penjahat terkuat ini harus berhadapan dengan mutan-mutan muda, yang berada di bawah pengajaran Professor X atau Charles Xavier (James McAvoy), seperti Jean Grey (Sophie Turner), Scott Summer (Tye Sheridan), Quicksilver (Evan Peters), dan Nightcrawler (Kodi Smit-McPhee).
Di bawah komando dari Mistyque atau Reven (Jennifer Lawrence) dan Beast (Nicholas Hoult), mereka mencoba menghentikan kekuatan Apocalypse dan Four Horsemen yang bisa menghancurkan belahan bumi mana pun dalam waktu yang sangat singkat.
Nostalgia
Cerita X-Men:Apocalypse berlatar 10 tahun setelah peristiwa film X-Men:Days of Future Past yang membuat kisah seri pertama tahun 2000 hingga seri X-Men: The Last Stand tidak berlaku lagi, termasuk dua film solo Wolverine, X-Men Origins: Wolverine dan The Wolverine.
Cerita hanya berpatokan pada dua film sebelumnya, yaitu X-Men: First Class (2011) dan X-Men:Days of Future Past (2014). Hal ini yang mungkin akan membingungkan, sebab waktu dalam cerita tersebut seolah melompat dan perubahan cerita yang awalnya sudah terbangun harus dihapuskan begitu saja.
Maka, bisa dikatakan bekal utama untuk mencerna kisah arahan Bryan Singer ini hanya dengan melihat X-Men:Days of Future Past dan X-Men:First Class, tanpa perlu mengikuti seri-seri yang lain.
Cerita kali ini juga mencoba memperkenalkan aktor-aktor baru yang lebih muda dan segar. Para pemeran karakter sosok muda Jane, Scott, hingga Storm berhasil tampil memikat. Hubungan dengan pemain lawas seperti Jennifer Lawrence dan James McAvoy pun terbangun dengan baik.
Hanya saja, dalam proses pendalaman karakter justru terkesan menghilangkan fokus sebenarnya. Terlalu banyak latar belakang yang dibahas tapi tidak tuntas, sehingga justru malah membuat visi utama tidak terlihat jelas. Boleh jadi mereka bermaksud memberikan porsi pendalaman yang seimbang, tapi justru malah kurang pas dan terlalu lama dijabarkan.
Hal itu juga yang terkadang membuat bingung. Ketika berganti pendalaman karakter, maka dengan cepat juga cerita berganti, dan itu terjadi berulang kali. Ibarat sedang mencerna nasi, tiba-tiba sudah dijejali roti. Ketika mencoba mengunyah keduanya, mulut sudah akan diisi buah-buahan. Membingungkan bukan?
Meski begitu, film yang dikenal lebih serius dari film Marvel lainnya ini juga mencoba menyelipkan humor untuk sekadar memberi kesan segar. Film produksi 20th Century Fox ini juga tidak bisa lepas dari guyonan yang cukup mencairkan suasana.
Detail-detail kecil tahun 1980-an pun tidak ketinggalan menjadi tontonan yang asyik. Untuk generasi lawas, kita diajak bernostalgia. Beragam jenis baju, pilihan warna, barang-barang yang digunakan, potongan rambut hingga gaya hidup seolah mengajak kita untuk memutar kembali waktu. c27, ed: Endah Hapsari