Selasa 17 Jun 2014 12:00 WIB

Jaksa Tuntut Akil Pidana Penjara Seumur Hidup

Red:
Akil Mochtar menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi,di Jakarta,Senin (16/6).
Akil Mochtar menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi,di Jakarta,Senin (16/6).

JAKARTA -- Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap sengketa pemilukada di MK. Selain pidana penjara, jaksa KPK juga menuntut Akil membayar denda Rp 10 miliar.

"Menuntut terdakwa Akil Mochtar dengan hukuman pidana kurungan seumur hidup dan denda Rp 10 miliar," kata jaksa Pulung Rinandoro di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), di Jakarta, Senin (16/6).

 

Akil dinilai jaksa KPK terbukti melanggar Pasal 12 huruf C terkait penerimaan suap, Pasal 11 terkait gratifikasi, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Terdakwa juga dituntut untuk dihilangkan hak memilih dan dipilih dalam ajang pemilihan umum di Indonesia.

Jaksa menyatakan, Akil terbukti menerima hadiah atau janji untuk pengurusan sejumlah sengketa peilukada di MK selama ia menjadi hakim agung sejak 2010. Dari 15 sengketa pemilukada yang diadili, Akil disebut sudah menerima uang sebesar Rp 57,7 miliar plus 500 ribu dolar AS dari para penyuapnya.

 

Jaksa Pulung menjelaskan, untuk pengurusan sengketa Pemilukada Gunung Mas, Lebak, Palembang, Lampung Selatan, dan Empat Lawang, Akil menerima masing-masing Rp 3 miliar, Rp 1 miliar, Rp 19,866 miliar, Rp 500 juta, serta Rp 10 miliar dan 500 ribu dolar AS. Akil pun terbukti menerima janji Rp 10 miliar untuk sengketa Pemilukada Jawa Timur. "Terdakwa juga terbukti menerima uang terkait sengketa Pemilukada Kabupaten Buton Rp 1 miliar, Kabupaten Pulau Morotai Rp 2,989 miliar, dan Kabupaten Tapanuli Tengah Rp 1,8 miliar," kata jaksa Pulung.

 

Tak hanya itu, Akil dinilai terbukti melakukan TPPU senilai Rp 161 miliar sejak menjadi hakim konsitusi pada 22 Oktober 2010 hingga 2 Oktober 2013. Tindak pidana pencucian uang dilakukan saat Akil menjadi anggota DPR sejak 17 April 2002 hingga 21 Oktober 2010 yang jumlahnya diduga mencapai Rp 20 miliar.

Tuntutan semakin diperberat dengan penilaian jaksa penuntut umum yang menganggap selama persidangan Akil tidak kooperatif dan tak jujur dalam memberi keterangan. "Atas semua perbuatannya, terdakwa juga telah menodai wibawa MK sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia," kata jaksa Pulung.

Menanggapi tuntutan, Akil dan penasihat hukumnya langsung mengajukan nota pembelaan atau pledoi. Akil merasa aneh atas pertimbangan tuntutan jaksa terhadapnya yang tidak mencantumkan sama sekali hal yang meringankan. "Masak tidak ada sama sekali yang meringankan. Apa saya tidak punya jasa untuk republik ini," kata Akil seusai persidangan. Pledoi akan dibacakan Akil dalam persidangan selanjutnya pada pekan depan.

rep:gilang akbar prambadi ed: andri  saubani

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement