JAKARTA -- PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan menaikkan tarif tenaga listrik (TTL) bagi enam golongan pelanggan mulai Selasa (1/7). Kenaikan TTL berkisar 5,7 persen sampai 11,57 persen.
Ketua Asosiasi Tekstil Indonesia Ade Sudrajat mengatakan, kenaikan TTL ini membuat industri tekstil terancam gulung tikar. Menurut Ade, salah satu cara agar industri tekstil bisa mempertahankan kegiatan bisnisnya adalah dengan menaikkan harga jual produk tekstil.
"Ya bisa bangkrut ini. Mau tidak mau harus menaikkan harga, tapi apa pasar mau menerima kenaikan harga?" ujar Ade kepada Republika, Senin (30/6). Menurut Ade, listrik merupakan komponen penting dalam industri tekstil. Dari sektor hulu hingga hilir, listrik berkontribusi besar dalam beban operasional industri ini.
Di hulu, kata Ade, 20-25 persen beban industri adalah listrik. Di pemintalan, beban listrik mencapai 17 persen hingga 20 persen. Angka yang hampir serupa juga dijumpai pada perajutan.
Artinya, kenaikan listrik bakal menaikkan beban operasional industri tekstil. Pada akhirnya, industri yang tak mampu bertahan bakal tutup usaha.
Ade melanjutkan, produk akhir tekstil terpaksa dinaikkan harganya sebesar 30 persen. Namun, industri perlu menimbang kenaikan harga itu dapat diterima oleh pasar atau tidak. "Takutnya pasar tidak mau karena berpikiran daripada beli tekstil lokal, lebih baik tekstil impor karena lebih murah," ujar Ade.
Padahal, dampak kenaikan TTL tahun lalu, kata Ade, masih terasa hingga kini, yakni berupa tumpukan utang yang masih harus dibayar industri. Kenaikan TTL kali ini diperkirakan bakal membuat utang industri semakin membengkak.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo menyatakan, kenaikan tarif listrik akan membawa dua dampak bagi para pengguna rumah tangga. Dampak langsung akan dirasakan oleh rumah tangga golongan R1, yaitu pengguna daya 1.300 volt ampere (va). "Dampaknya jelas, mereka akan membayar tarif listrik lebih mahal," kata Sudaryatmo.
Namun, dampak tak langsung juga akan dirasakan oleh rumah tangga yang memakai daya 900 va. Rumah tangga golongan ini akan merasakan dampak kenaikan harga barang karena biaya produksi ikut meningkat. "Meski mereka tidak membayar listrik lebih mahal, tapi pengeluaran mereka juga meningkat karena harga barang di pasaran ikut naik," ujar Sudaryatmo.
DPR dan pemerintah sudah menyetujui rencana kenaikan tarif listrik yang berlaku mulai 1 Juli 2014. Dalam pandangan YLKI, konsumen seolah dijebak karena ketika Direktur Utama PLN dijabat oleh Dahlan Iskan (kini Menteri ESDM), konsumen ditawari menaikkan tambah daya secara gratis.
YLKI menilai, rumah tangga pengguna daya 900 va tidak seluruhnya warga menengah ke bawah. Banyak rumah tangga yang dayanya 900 va, tetapi mereka menggunakan pendingin ruangan (AC).
Sebaliknya, tidak semua pengguna daya 1.300 va adalah rumah tangga mampu. Terkadang mereka memasang daya menjadi 1.300 va karena PLN hanya bisa memberikan opsi itu dan tidak ada tawaran 900 va. Kondisi demikian dianggap tidak adil.
Menurut Sudaryatmo, kebijakan akan lebih adil jika menerapkan sistem kuota. "Misalnya, khusus pemakaian 60 kwh disubsidi dan selebihnya menjadi tanggungan masing-masing konsumen," katanya.
Kebijakan pembatasan kuota dipandang YLKI lebih adil ketimbang menaikkan tarif berdasarkan daya yang terpasang. YLKI, kata Sudaryatmo, sudah bertemu Dirut PLN Nur Pamudji dan meminta PLN memberikan opsi menurunkan daya.
Opsi penurunan daya untuk mengurangi beban konsumen yang memasang 1.300 va, tapi pemakaiannya jauh dari daya tersebut. Menurut Sudaryatmo, PLN telah menyanggupi untuk menindaklanjuti usulan YLKI.
rep:friska yolandha/satya festiani/c88 ed: eh ismail