Selasa 01 Jul 2014 12:00 WIB

Akil Dihukum Seumur Hidup

Red:
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar mengusap mata saat mendengar pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor,Jakarta,Senin (30/6)
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar mengusap mata saat mendengar pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor,Jakarta,Senin (30/6)

JAKARTA -- Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar divonis bersalah dengan hukuman pidana seumur hidup oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta. Vonis kasus korupsi ini menjadi yang terberat dalam sejarah Pengadilan Tipikor di Indonesia. "Menjatuhkan pidana seumur hidup kepada terdakwa Akil Mochtar tanpa (pidana) denda," kata Ketua Majelis Hakim Suwidya, Senin (30/6).

Hukuman pidana penjara yang dijatuhkan majelis hakim terhadap Akil sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum dari KPK. Dalam sidang pembacaan tuntutan pada 16 Juni lalu, tim jaksa penuntut umum dari KPK menyatakan, Akil terbukti menerima hadiah atau janji untuk pengurusan sejumlah sengketa pemilukada di MK selama ia menjadi hakim konstitusi sejak 2010. Dari 15 sengketa pemilukada yang diadili, Akil disebut sudah menerima uang sebesar Rp 57,78 miliar plus 500 ribu dolar AS dari para penyuapnya.

Dalam salah satu pertimbangan yuridis putusan yang dibacakan majelis hakim, diungkap penerimaan jumlah uang suap terbesar yang Akil terima terkait pengurusan sengketa pemilukada yang ditangani MK. Suap itu terkait Pemilukada Palembang yang diberikan oleh Wali Kota Romi Herton dan istrinya, Marsitoh.

Majelis hakim menilai, berdasarkan fakta persidangan, Akil melakukan komunikasi aktif dengan Romi, Marsitoh, dan orang kepercayaan Akil, Muhtar Effendy. "Uang Rp 19,8 miliar itu diserahkan dulu kepada Muhtar. Unsur suap juga terbukti dari setoran uang Rp 3 miliar ke  perusahaan milik Akil, CV Ratu Samagat, terkait sengketa ini," kata hakim anggota Sofiandi.

Dari penjabaran pertimbangan yuridis, majelis hakim juga menilai Akil piawai dalam membuat kondisi sehingga suatu pihak yang merasa terancam kemenangannya pada pemilukada harus menggelontorkan sejumlah uang agar tetap menang saat bersengketa di MK. Hal inilah yang dialami oleh mantan bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Hambit Bintih.

Dari penilaian majelis hakim, Hambit menjadi korban dari aksi Akil yang memancing terjadinya suap. Ketua majelis hakim Suwidya menyatakan, saat itu sebenarnya Hambit yang sudah memenangi peilukada cukup tenang dengan masuknya gugatan dari lawan-lawannya. Namun, Hambit akhirnya termakan juga oleh ucapan Akil yang menyebut kemenangan Hambit bisa terancam karena adanya sengketa pemilukada di MK. "Terdakwa mengancam dengan kata-kata 'Kalau nggak diurus, bisa diulang ini (pemilkada) Gunung Mas," ujar Suwidya.

 

Mendengar kata-kata Akil itu, menurut hakim, Hambit akhirnya terpancing dan menyetorkan sejumlah uang kepada Akil untuk mengamankan kemenangannya dari gugatan yang masuk ke MK.  "Unsur suap sudah terjadi atas setoran uang Rp 3 miliar dari Hambit kepada terdakwa," kata hakim Suwidya.

Majelis hakim menilai Akil telah mencoreng MK sebagai lembaga hukum tertinggi di Indonesia dan sulit mengembalikan kewibawaan MK. Sementara tidak ada pertimbangan yang meringankan dari hakim terhadap vonis untuk Akil.

Seusai mendengarkan pembacaan vonis dari majelis hakim, Akil langsung menyatakan akan banding. "Tidak apa kami terima (putusan). Tapi, sampai ke manapun juga saya akan banding." rep:gilang akbar prambadi  ed: andri saubani

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement