Kamis 07 Aug 2014 15:14 WIB

Cerita Bunga dan Dampak Negatif Dolly

Red:

Sepintas, tak ada yang berbeda dengan penampilan Bunga (bukan nama sebenarnya). Gadis perempuan berusia delapan tahun ini memiliki tawa khas anak kecil plus raut wajah polos.

Hanya ketika didekati, ada yang membuatnya terlihat sangat berbeda dibandingkan anak yang sebaya. Pandangan mata gadis ini terlihat liar, tidak fokus, dan seperti mengalami masalah berat.

Bunga adalah salah satu korban akibat eksistensi lokalisasi prostitusi Dolly dan Moroseneng di Surabaya, Jawa Timur. Bunga memiliki kisah kelam karena tinggal di kawasan ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:M Risyal Hidayat/ANTARA

Petugas melakukan pemeriksaan kartu identitas penghuni wisma dalam operasi yustisi di kawasan lokalisasi Dolly, Surabaya, Rabu (7/9) malam.

 

Ia menceritakan, hidupnya berpindah-pindah dari satu rumah kos ke tempat kos yang lain. Namun, tetap tinggal di lingkungan prostitusi membuat anak ini terpaksa meniru apa yang dilakukan lingkungan sekitarnya.

Sang ayah yang harusnya melindungi ternyata kerap memukulinya jika melakukan kenakalan sepele seperti kebanyakan bermain. Ayahnya memukul anak dua bersaudara ini dengan menggunakan gagang sapu, diikat, diceburkan ke sumur, hingga diusir dari rumah. Celakanya, sang ibu yang seharusnya menjadi pelindung dan panutan justru menjadi pekerja seks komersial (PSK) di Dolly.

Akibatnya, Bunga sering kali melihat ibunya mabuk, bahkan telanjang melayani tamunya. Apa yang dilihat Bunga kemudian berdampak terhadap psikis, sikap, dan tingkah lakunya.

Bunga memang menjadi anak yang berpenampilan jauh di atas usianya. Ia mahir berdandan, memakai rias wajah menor, dan tentunya berpakaian seksi memakai rok atau celana mini dengan pakaian terbuka. Sikap genitnya pada laki-laki membuat Bunga memiliki pasangan kekasih.

Tak cukup satu, kekasih Bunga kini berjumlah lima pria yang jauh di atas usianya yang seharusnya menjadi ayah atau kakaknya. Akibat pergaulan bebas dan salah kaprah di lokalisasi, sejak setahun terakhir ia telah melakukan hubungan suami istri dengan pasangannya.

Bunga mengaku telah melakukan hubungan seksual dengan lima kekasihnya itu. "Saya sering melakukannya, hampir setiap bertemu dengan kekasih saya. Awalnya jijik, tetapi lama-lama saya menikmati," katanya kepada Republika, Senin (4/8).

Ungkapan itu lepas begitu saja dari mulut mungil Bunga. Ia juga pernah 'bermain' dengan tukang becak di daerah tersebut dan mendapatkan uang Rp 20 ribu. Akibat terlalu sering melakukannya, alat kemaluan Bunga mengalami luka.

Tak cukup sampai di situ, saat bersama dengan teman lelakinya ketika berkencan, Bunga sering kali menenggak minuman keras, seperti bir hitam hingga minuman keras oplosan (cukrik). Akibat terlalu sering melihat ibunya bekerja di tempat karaoke, ia juga menjadi penyanyi dangdut di tempat karaoke. Berbagai macam goyangan dikuasainya, mulai goyang itik sampai goyang oplosan.

Gaya hidup itu membuat Bunga seakan lupa atas kodratnya yang hanya mengenal mainan dan belajar, sebagaimana anak-anak seumurannya. Ia sempat tidak mau sekolah dan memilih bercengkrama dengan pasangannya.

Kisah penyelamatan Bunga dimulai ketika ia mencari ibunya di Pasar Benowo. Ibu bocah malang itu kini tak tahu di mana rimbanya. Ayahnya pun menjadi buronan akibat melakukan kejahatan pencurian.

Jajaran Pemerintah Kota Surabaya kemudian berhasil menyelamatkan Bunga. Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan KB Kota Surabaya, Nanis Chairani, menceritakan, saat itu Bunga ditemukan oleh kepolisian dan lalu diserahkan ke Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Keputih, Surabaya, tepatnya di penampungan khusus perawatan anak-anak. "Kondisinya saat itu memprihatinkan, berat badannya sekitar 18 kilogram dan penampilannya terlihat berantakan," ujar Nanis.

Setelah didiagnosis mengalami hasrat seks yang tinggi, Bunga harus menjalani terapi psikolog secara kontinu dan mesti rajin meminum obat peredam hasrat seksual hingga sekarang. Saat ini, kata Nanis, kondisi Bunga jauh lebih baik. Ia lebih ceria dan berat badannya bertambah menjadi 23,5 kilogram.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, fenomena Bunga hanyalah fenomena gunung es. Risma percaya masih ada anak-anak seusia Bunga yang mengalami dampak buruk akibat keberadaan lokalisasi prostitusi. "Untuk itu kalau Dolly atau lokalisasi prostitusi dibiarkan tetap buka, masa depan anak-anak akan hancur. Saya hanya ingin menyelamatkan anak-anak saya," ujar Risma.

Sebagai pemimpin, Risma bertanggung jawab terhadap nasib kesejahteraan rakyat Surabaya, termasuk anak-anak. Ia mengaku khawatir jika lokalisasi prostitusi dibiarkan tetap ada, kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.

Setelah berhasil mendeklarasikan penutupan lokalisasi prostitusi Moroseneng, Klakah, Sememi, Dupak Bangunsari, dan terakhir Dolly-Jarak, Risma memastikan akan tetap mengawasi geliat prostitusi di kawasan tersebut. Ia berjanji, aparatnya akan terus melakukan sweeping.

"Untuk itu, saya sebagai umaro (pemimpin) hanya ingin memutus mata rantai efek prostitusi sehingga saya harap tidak ada lagi anak-anak yang terkena dampak negatif Dolly," tegas Risma. rep:rr leany sulistyawati ed: andri saubani

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement