JAKARTA -- Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi diklaim Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai produk lima kementerian. Namun, beberapa kementerian yang dikonfirmasi Republika membantah terlibat dalam penyusunan PP yang juga mengatur legalisasi aborsi untuk kondisi tertentu.
"Kami tidak terlibat dalam PP itu," kata Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Musliar Kasim, Selasa (12/8). Kelima kementerian yang disebut Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes Anung Sugihantono menginisiasi peraturan tersebut adalah Kemenkes, Kemendikbud, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PP-PA), Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, serta Kementerian Agama.
Secara pribadi, Musliar menyatakan ketidaksetujuannya terhadap legalisasi aborsi dalam kasus kehamilan akibat pemerkosaan. "Saya tidak setuju, bayi itu tidak bersalah," katanya.
Asisten Deputi Pemenuhan Hak Kesehatan Anak Kemen PP-PA, Hendra Jamal, juga mengaku tak ikut dalam perumusan PP Kesehatan Reproduksi. "Setahu saya, kami tidak terlibat. Kalau terlibat, pasti saya diundang," ujar Hendra, kemarin.
Sementara, Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar kepada Republika mengaku tidak mengetahui adanya PP Kesehatan Reproduksi. Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Abdul Jamil juga mengatakan hal yang sama. "Maaf, saya tidak tahu. Itu tidak ada di ranah saya," kata Jamil.
Adapun kontroversi atas PP Kesehatan Reproduksi mendapat tanggapan dari Kemenkes. Menurut Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes Anung Sugihantono, pro dan kontra terhadap pasal legalisasi aborsi untuk kondisi tertentu akibat kesalahan persepsi di masyarakat.
Kemenkes akan membuat peraturan tambahan guna melengkapi PP Kesehatan Reproduksi sebagai upaya sosialisasi. Melalui peraturan turunan itu, Anung berharap masyarakat mendapat pemahaman komprehensif mengenai kesehatan reproduksi, termasuk menyangkut isu aborsi yang kini menjadi polemik. "Seandainya ada input berkenaan dengan hal-hal operasional, akan kami akomodasi," ujar Anung kepada Republika, kemarin.
PP Kesehatan Reproduksi belakangan menuai pro dan kontra soal legalisasi aborsi untuk kondisi tertentu yang mengacu pada UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pada Pasal 75 Ayat (1) tercantum, setiap orang dilarang melakukan aborsi terkecuali berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan yang dapat menimbulkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. n c54 ed: andri saubani