Sabtu 16 Aug 2014 14:00 WIB

Mendikbud Minta Laporkan Suap PPDB

Red: operator

JAKARTA -Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengimbau masyarakat Kota Depok, Jawa Barat, untuk melaporkan praktik suap-menyuap dalam Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB).

Selain melaporkan kepada pihak berwenang, seperti kepolisian atau kejaksaan, Nuh juga meminta warga melakukan protes resmi kepada Pemerintah Kota Depok. "Mari kita rame-rame memprotes kabupaten kota. Nanti, saya juga akan menyampaikan ke Pak Wali atau Pak Bupati, tolong ditata betul urusan penerimaan siswa baru," kata Mendikbud seusai mengikuti Sidang Paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (15/8).

Nuh menanggapi kebijakan pembukaan jalur optimalisasi dalam PPDB Kota Depok. Kebijakan ini dikeluarkan setelah proses PPDB online yang merupakan jalur resmi pendaftaran murid Mendikbud Minta Laporkan Suap PPDB baru ditutup. Akibatnya, sekolah negeri kewalahan menerima banyak murid titipan yang pada prosesnya diduga terjadi praktik suap-menyuap.

Menurut Mendikbud, seha rusnya penerimaan murid baru hanya boleh didasarkan pada seleksi akademik. Seleksi dengan dasar nonakademik, seperti besaran biaya, latar belakang keluarga, dan sebagainya tidak boleh dilakukan.

Karena alasan ini, Kemen dikbud mendorong pemerintah daerah memanfaatkan sistem PPDB onlinedalam penerimaan murid baru. "Yang online itu kantidak bisa main-main karena semuanya serbabisa dimonitor," kata dia.

Mengenai kasus di Depok, Kemendikbud tidak bisa menindak langsung para pelaku.Alasannya, kebijakan jalur optimalisasi dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan setempat di bawah kewenangan Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail.

Ke wenangan menindak para pelaku berada pada Pemkot Depok. "Kemendikbud nggak bisa (beri sanksi), yang gangkatbupati siapa?"

Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Kota Depok Agung Witjaksono mengatakan, sampai kemarin belum ada laporan resmi mengenai keterlibatan anggota DPRD terkait kasus suap penerimaan murid baru.

"Informasinya memang masih simpang-siur. Ini baru isu-isu saja, laporan resminya belum ada hingga saat ini," kata Agung, Jumat (15/8).

Agung menjelaskan, BK DPRD tidak bisa memanggil anggota dewan tanpa dasar.BK baru bisa memanggil anggota dewan jika memang ada laporan dan bukti konkret. Indikasi keterlibatan anggota DPRD Kota Depok dalam praktik suap murid titipan terkuak berdasarkan pengakuan sejumlah guru dan kepala sekolah negeri. Mereka mengaku sulit menolak murid yang ingin masuk melalui jalur optimalisasi lantaran titipan dari oknum anggota DPRD, pengurus OKP atau LSM, orga nisasi wartawan, dan birokrat dinas.

Agung mengimbau, siapa saja yang memiliki informasi dan bukti keterlibatan anggota DPRD dalam urusan titip-menitip murid baru hendaknya melaporkan ke BK.

"Saya berjanji akan menindak tegas jika memang ada anggota DPRD Depok terlibat kasus ini. Kita akan beri sanksi jika memang terbukti," katanya.

Ketua LSM Pendidikan Depok Garda Pena Indonesia Cornelis Leo Lamongi mengatakan, sumber kekisruhan PPDB di Kota Depok adalah penerapan kebijakan jalur optimalisasi. Selain membuyarkan sistem PPDB online, kebijakan mengada-ada Dinas Pendidikan Kota Depok itu membuka peluang praktik suapmenyuap antara orang tua murid dan oknum yang memediasi pendaftaran murid ke sekolah negeri. "Seharusnya yang diterapkan PPDB online saja. Sudah, selesai itu tutup.Tidak ada jalur-jalur penerimaan lainnya," kata Cornelis.

Kebijakan jalur optimalisasi juga sudah menyimpang dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No 24 Tahun 2007 dan Permendiknas 40/2008 yang mengatur jumlah maksimum rombongan belajar (rombel).

Dalam Permendiknas 24/2007, untuk SD maksimum 24 rombel dengan maksimum 32 siswa per rombel, SMP maksimum 24 rombel dengan maksimum 36 siswa, dan SMA mak simum 27 rombel dengan maksimum siswa per rombel 36 orang. Adapun Permendiknas 40/2008 mengatur jumlah rombel SMK maksimum 48 rombel dengan maksimum 36 siswa per rombel.

"Nah, jalur optimalisasi ini memaksa sekolah membuka rombel baru. SMA itu harusnya maksimal 27 rombel, kelas 1, 2, dan 3. Setiap rombel ratarata sembilan kelas. Sekarang lihat kenyataannya, ada yang 13 dan ini dianggap sudah biasa," tutur Cornelis.  rep:c81/c82/c92, ed:eh ismail

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement