Rabu 27 Aug 2014 13:00 WIB

Petani dan Nelayan Merugi

Red: operator
Seorang nelayan terlelap di kapalnya yang berlabuh di pantai utara daerah Eretan, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (26/8).Akibat langka BBM jenis solar di jalur pantai utara,para nelayan tidak melaut.
Seorang nelayan terlelap di kapalnya yang berlabuh di pantai utara daerah Eretan, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (26/8).Akibat langka BBM jenis solar di jalur pantai utara,para nelayan tidak melaut.

Sebagian petani terpaksa menggunakan Pertamax untuk mesin pompa airnya.

INDRAMAYU -- Para petani di Kabupaten Indramayu merugi akibat kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang terjadi beberapa hari terakhir. Mereka membutuhkan BBM untuk bahan bakar mesin pompa air guna menyedot air di musim kemarau seperti sekarang.

"Area sawah saya sudah retak-retak karena kering, harus segera diairi,"ujar seorang petani asal Kecamatan Juntinyuat, Sanusi, Selasa (26/8).

Dia menambahkan, dengan kondisi sawahnya yang mengering, dirinya membutuhkan penyedotan air dengan mesin pompa selama dua hari penuh. Untuk penyedotan itu dibutuhkan Premium sedikitnya 16 liter. Namun, Sanusi mengatakan, Premium sangat sulit didapatkan sejak empat hari lalu. Dia akhirnya terpaksa menggunakan Pertamax untuk mesin pompa air agar sawahnya bisa segera diairi.

BBM bersubsidi, khususnya jenis solar, tidak hanya dibutuhkan petani untuk mengoperasikan pompa air. Di Desa Anjatan, Kopyak, solar di manfaatkan petani sebagai campuran air pembasmi hama wereng. Ghofur (55), salah seorang petani, mengaku terancam gagal panen akibat kesulitan mendapatkan solar.

Saat Republika menemuinya di sawah, Selasa (26/8), Ghofur sedang membasmi wereng dengan air tanpa solar. Dia menyadari cara itu kurang efektif. Sebab, biasanya, wereng akan datang lagi jika tidak disiram menggunakan air bercampur solar."Soalnya tidak ada solar sekarang," kata dia.

Hal serupa juga dialami petani- petani lainnya di Anjatan, Indramayu, yang juga mengaku terancam gagal panen. Ladang mereka belakangan sedang diserang hama wereng.

Wartem, salah seorang petani Anjatan, mengaku mengantre di SPBU Anjatan sejak Selasa (26/8) dini hari.Wanita berusia 36 tahun itu mengaku membawa dua jeriken ukuran 30 liter ke SPBU untuk diisi penuh de ngan solar. Saat Republika memantau SPBU Anjatan, Indramayu, ratusan jeriken kosong berbanjar memanjang hingga ratusan meter.Kebanyakan dari pemilik jeriken-jeriken itu adalah petani seperti Ghofur dan Wartem.

Di Kabupaten Indramayu tidak hanya petani yang kesulitan akibat langkanya BBM bersubsidi. Ratusan ne layan di kawasan Patrol, Indramayu, pun gagal melaut akibat kelangkaan solar.

Sebagian dari mereka terpaksa bermalam di SPBU Patrol, Indramayu, untuk menunggu kedatangan solar. "Saya nunggu dari kemarin pagi (24/8) jam setengah enam. Saya akan menunggu sampai dapat solar," kata Andi yang ditemui Republika di SPBU Patrol, Senin (25/8) malam.

Di SPBU Patrol, dari tiga terminal pengisian BBM yang tersedia, hanya terminal pengisian BBM jenis Pertamax yang sesekali masih beroperasi. Menurut Yudi, petugas SPBU Patrol, sudah dua hari solar tidak tersedia di tempatnya bekerja.

Nelayan-nelayan di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, juga terancam gagal melaut. Sekitar 3.400 kapal kecil yang ada di Demak selama ini sangat bergantung pada solar bersubsidi. "Pembatasan ini sudah merembet pada jatah nelayan," ungkap Ahmad Mufid (28), nelayan Moro Demak, Kecamatan Bonang.

Menurut Ahmad, rata-rata nelayan di Moro Demak membutuhkan 50 liter hingga 120 liter solar untuk sekali melaut. Dengan hanya mendapatkan jatah 50 liter solar bersubsidi, dirinya mengaku kesulitan untuk mencari ikan di laut lepas. rep:Lilis Sri Handayani/Bowo Pribadi/c60, ed:andri saubani

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement