Jumat 29 Aug 2014 14:00 WIB

Bantuan Dunia Masuk Gaza Lancar

Red:

GAZA CITY -- Kehidupan warga Jalur Gaza kembali normal pascakesepakatan gencatan senjata permanen yang diteken pada Selasa (26/8). Sekitar 1,8 juta warga Gaza kini menjalani aktivitas keseharian tanpa rasa khawatir dan ketakutan akan serangan militer Israel.

Para petani dan nelayan telah kembali melakukan pekerjaan mereka. Bahkan, para petani kini dapat bercocok tanam di lahan yang berjarak 100 meter dari perbatasan Israel. Zona penyangga keamanan Israel berdasarkan kesepakatan gencatan senjata, dikurangi dari 300 meter menjadi 100 meter.

Tidak hanya di sektor pertanian, nelayan Gaza kini bisa berlayar sejauh enam mil dari lepas pantai. Dalam seminggu ke depan, mereka bahkan boleh melaut sejauh sembilan mil. Setidaknya 4.000 nelayan Gaza sejak kemarin tampak beraktivitas.

Tak berselang lama setelah kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi Pemerintah Mesir terwujud, ratusan ton bantuan kemanusiaan dari sejumlah negara masuk ke Gaza. Seorang pejabat Palestina di perbatasan Rafah, wilayah selatan Gaza, ratusan ton bantuan makanan dan logistik datang dari Arab Saudi, Oman, dan Turki.

"Bantuan disalurkan ke Gaza melalui perbatasan Rafah dan melintasi Mesir. Pasokan ini menyusul bantuan dari Badan Pangan Dunia (WFP) yang juga masuk ke Gaza dari Mesir," kata pejabat itu, Kamis (28/8).

Sejak 2007, warga Gaza tak pernah memperoleh distribusi bantuan kemanusiaan dengan cara yang sangat lancar. Bahkan, bantuan WFP yang terdiri atas 15.650 parsel makanan berupa daging kaleng siap saji, buncis, dan teh termasuk dalam bantuan terbesar yang pernah diterima warga Gaza sejak 2007. Bantuan WFP itu cukup untuk menyediakan makanan bagi 150 ribu warga Gaza selama lima hari.

Selain makanan, ada juga bantuan 150 ton obat dan peralatan medis yang disumbangkan oleh Raja Arab Saudi. Lembaga Kesejahteraan Oman dan Turki juga menyerahkan 45 ton bantuan kemanusiaan melalui Rafah, yang berbatasan dengan Mesir.

Jawad Ayad (50 tahun), warga Gaza, mengatakan, kini dia dapat kembali ke rumah setelah mengungsi 38 hari. Jawad mendapati rumahnya dalam kondisi rusak. "Kami telah melewati hari-hari yang sulit dan kami mengorbankan banyak hal, tetapi Allah telah menjamin kemenangan untuk kami," kata Jawad. Dia berharap agresi militer Israel itu menjadi yang terakhir.

Kesepakatan gencatan senjata yang berlaku mulai pukul 16.00, Selasa, diakui Israel sebagai persetujuan perdamaian permanen. Israel dan Hamas sama-sama mengklaim gencatan senjata itu sebagai kemenangan mereka.

Dalam kesepakatan itu, Israel sepakat mempermudah aliran barang masuk ke Gaza, termasuk bantuan kemanusiaan dan bahan bangunan. Israel juga memperluas wilayah perairan untuk nelayan Palestina hingga enam mil dari garis pantai atau dua kali lipat dari yang selama ini diberlakukan.

Wakil Menteri Luar Negeri Israel Tzachi Hanegbi menegaskan, dalam pembicaraan lanjutan, Israel tidak akan mengabulkan permintaan Hamas untuk membuka pelabuhan dan bandara serta membebaskan tahanan. "Tidak ada jalan masuk untuk pasokan material untuk memproduksi roket atau membuat terowongan," kata Hanegbi.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengklaim, kesepakatan damai bukanlah kemenangan Hamas. Menurut Netanyahu, tidak ada satu pun permintaan Hamas yang disetujui dalam kesepakatan gencatan senjata permanen. "Hamas menginginkan pelabuhan dan bandara di Gaza, pembebasan tahanan Palestina, mediasi Qatar dan Turki, dan pembayaran gaji pegawai. Mereka tak mendapatkan apa-apa. Kami telah sepakat membantu rekonstruksi demi alasan keamanan, tetapi hanya di bawah pengawasan kami," kata Netanyahu.

Mantan penasihat keamanan nasional Israel Yaakov Amidror menegaskan, Israel akan mengaitkan rekonstruksi Gaza dengan perlucutan senjata Hamas. "Hamas harus memilih, apakah ingin rekonstruksi terjadi di Gaza atau (meneruskan keberadaan) pasukan militer mereka," kata Amidror.

Palestina tetap mengklaim kesepakatan tersebut adalah kemenangan besar mereka. Pemimpin senior Hamas Ismail Haniyah mengatakan, rakyat Palestina adalah pemenang nyata dari pertempuran sengit dengan militer Zionis.

Di tengah ribuan warga Gaza yang turun ke jalan merayakan kemenangan, Haniyah menyatakan, para pejuang bisa menang karena mereka mampu menyerang langsung ke jantung rezim Zionis. Haniyah memuji keteguhan rakyat Palestina yang selama 50 hari mampu bertahan dari kebrutalan serdadu Israel yang membombardir Gaza. "Ini kemenangan terbaru, bahkan lebih besar dari yang sebelumnya," kata Haniyah seperti dilansir Press TV, Rabu (27/8).

Uni Eropa berharap kesepakatan gencatan senjata bisa mengatasi akar penyebab konflik antara Palestina dan Israel. "Tentu yang paling utama adalah membawa perubahan terhadap situasi di Gaza," ujar pernyataan sayap diplomatik blok Uni Eropa, Eropa External Action Service (EEAS).

Di Doha, Pemerintah Qatar menyatakan siap membantu rekonstruksi kembali Gaza. Aljazirah melaporkan, Komite Qatar mengalokasikan 10 juta dolar AS untuk membantu membangun kembali Gaza.

Qatar juga akan memberi kompensasi kepada pemilik rumah yang tempat tinggalnya rusak dibom Israel selama 50 hari agresi Zionis. Wakil Ketua Politik Hamas Mousa Abu Marzouq mengatakan, pembahasan rekonstruksi Gaza akan dimulai pada awal bulan depan.  rep:dessy suciati saputri/c64/c66 ed: eh ismail

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement