JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menerima laporan beberapa nama pejabat dinas pendidikan (disdik) yang diduga melakukan pungutan liar (pungli) terkait program sertifikasi tunjangan guru. Namun, KPK belum mau mengungkap dari disdik daerah mana pejabat-pejabat yang dimaksud. "Iya, kami memang sudah terima," kata Ketua KPK Abraham Samad, kepada Republika, Senin (1/9).
Menurut Abraham, selain menerima laporan nama-nama pejabat disdik yang diduga melakukan praktik pungli, KPK juga telah menyita barang bukti berupa uang sebesar Rp 30 juta. Uang itu hasil inspeksi mendadak KPK dan pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) belum lama ini.
Namun, karena kasus ini menyangkut kasus korupsi birokrasi, KPK belum bisa menentukan apakah kasus ini akan ditangani oleh KPK atau lembaga penegak hukum lain. Kasus praktik pungli terkait program sertifikasi tunjangan guru ini, lanjut Abraham, masih dalam tahap telaah KPK untuk menemukan delik korupsi. "Jadi, belum diputuskan," kata Abraham.
Seperti diberitakan sebelumnya (Republika, 1/9), Inspektorat Jenderal Kemendikbud mengendus praktik pungli tunjangan sertifikasi guru di lingkungan disdik. Praktik pungli ini diduga memperkaya oknum pegawai dan pejabat disdik hingga puluhan miliar rupiah.
Inspektur Jenderal Kemendikbud Haryono Umar menerangkan, pungli tunjangan sertifikasi guru terjadi di beberapa daerah provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. "Bentuk pungli itu kerap diistilahkan sebagai ucapan terima kasih yang diberikan para guru kepada pegawai dan pejabat disdik," kata Haryono, kepada Republika, Ahad (31/8).
Kepala Dinas Pendidikan Lampung Heri Suliyanto membantah adanya dugaan terjadinya praktik pungli oleh oknum pegawai di lingkungan kerjanya. Heri menegaskan, bila terjadi pungli di lingkungan dinasnya, ia berharap ada pihak yang memberikan bukti-bukti dan menyerahkan kepadanya untuk dilakukan penyelidikan. "Nggak ada, kalau ada bukti (pungli) kasih ke Saya," kata Heri, Senin (1/9).
Praktik pungli pencairan tunjangan guru pegawai negeri sipil (PNS) dan non-PNS, termasuk guru honor, diduga sudah berlangsung lama. Namun, para guru di Lampung tidak ada yang berani lantang menyuarakan praktik kotor tersebut. Padahal, jumlah guru di Lampung per kabupaten/kota mencapai angka 3.000 orang.
Menurut salah seorang guru SMA di Bandar Lampung, yang enggan disebutkan namanya, praktik pungli ini sudah berlangsung lama sejak diberlakukannya kebijakan tunjangan sertifikasi PNS dan non-PNS, tunjangan fungsional, dan tunjangan guru honor. Oknum disdik akan mematok setoran berkisar Rp 50 ribu hingga Rp 150 ribu per tiga bulan pencairan tunjangan. "Memang sulit untuk membuktikannya, karena tidak ada tanda terimanya setoran itu," kata sang guru.
Di Jawa Timur (Jatim), praktik serupa pungli diketahui terjadi dalam bentuk lain, yakni program bimbingan teknis. Sekretaris DPD Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Jatim Bambang Triadmi menggambarkan, program-program bimbingan teknis rutin digelar oleh pihak disdik pada musim pendaftaran sertifikasi. "Karena para guru serba tidak tahu, mereka dikondisikan agar merasa perlu bantuan. Para guru lalu dimintai kontribusi," ujar Bambang kepada Republika, Senin.
Menurut Bambang, umumnya praktik tersebut terjadi di disdik tingkat kecamatan. "Peserta biasanya dibebani Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu. Karena di tingkat kecamatan, paling yang ikut sekali pelatihan sekitar 50 orang," ujar dia.
Bambang menerangkan, program-program bimbingan teknis itu biasanya ditujukan untuk kelompok guru SD atau guru mata pelajaran tertentu. Menurut Bambang, pihak penyelenggara umumnya beralasan dana dari pemerintah belum cair, sehingga harus menarik iuran dari peserta (guru).
Di sisi lain, lanjut Bambang, para peserta rata-rata tidak keberatan mengeluarkan uang karena merasa mendapatkan timbal balik, yakni fasilitas pelatihan. Meski begitu, Bambang menilai, dalam prosedur sertifikasi, praktik tersebut tidak bisa dibenarkan. "Dalam proses sertifikasi, peserta tidak boleh dipungut biaya sama sekali," tegasnya.
Kepala Dinas Pendidikan Jatim Harun menyampaikan, praktik pungli seperti yang dimaksud tidak terjadi di wilayah Jatim. "Saya tidak menemukan praktik seperti itu di Jawa Timur. Pelaksanaan sertifikasi sudah sejalan dengan SK Kemendikbud," kata Harun, Senin (1/9).
Harun tidak membantah adanya penyelenggaraan program-program bimbingan teknis berbayar dalam sertifikasi guru. Namun, Harun menilai program itu bukanlah praktik pungli terkait sertifikasi tunjangan guru. "Itu semata-mata untuk menambah wawasan para guru. Memang, kadang dibantu oleh UPT (Unit Pelaksana Teknis) kecamatan. rep:c62/mursalin yasland/c54 ed: andri saubani