JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan, Indonesia harus mempertahankan sistem pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat. Ia pun meminta Partai Demokrat di DPR tidak sekadar ikut-ikutan partai lain dalam pembahasan RUU Pilkada. "Mudah-mudahan satu dua hari ini kami memiliki posisi tepat, kami tidak akan ikut-ikutan," kata SBY dalam keterangannya yang diunggah melalui media sosial, Ahad (14/9) malam.
Menurut SBY, tidak tepat jika saat ini banyak pihak yang menilai bahwa dialah orang yang paling bertanggung jawab atas polemik RUU Pilkada. RUU Pilkada memang inisiatif dan disusun oleh pemerintah, dan posisinya saat ini adalah menunggu kondisi DPR yang masih terbelah. "Saya khawatir voting nanti di tingkat parlemen pokoknya yang satu kubu A pokoknya yang satu kubu B," kata SBY menyayangkan.
Salah satu opsi yang sedang dipertimbangkan oleh Partai Demokrat, kata SBY, adalah mempertahankan pemilihan kepala daerah secara langsung kecuali untuk jabatan gubernur. Alasannya, pilkada langsung selama 10 tahun belakangan tetap memiliki ekses negatif. SBY menyebutkan praktik politik uang, konflik horizontal, dan pecah kongsinya pasangan terpilih di tengah jalan di antara dampak negatif itu. "Ada kok kelemahannya, itu yang kita perbaiki."
Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDIP) Eva Kusuma Sundari menyambut positif tawaran opsi SBY atas RUU Pilkada. Menurut Eva, usulan SBY pantas dipertimbangkan oleh DPR atau bahkan disetujui. "Bisa, bisa, logikanya kan bupati dan wali kota itu langsung ke otonomi, kalau gubernur itu wakil pemerintah pusat di provinsi," kata Eva.
Menilik pemerintahan selanjutnya, PDIP akan berkuasa melalui presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi). Sehingga, pemilhan gubernur melalui pusat bisa menguntungkan pemerintahan Jokowi demi kelancaran pembangunan di Indonesia. "Pendapat saya pribadi ya setuju, karena kekuatan pemerintah pusat di daerah bisa kuat dan itu bisa melancarkan," kata Eva.
PDIP, kata Eva, tetap meminta SBY agar mau turun tangan langsung menyelesaikan polemik RUU Pilkada. Salah satu caranya adalah mengarahkan Fraksi Partai Demokrat sebagai pemilik kursi terbanyak di DPR saat ini. "SBY bisa arahkan Demokrat di DPR untuk menolak pilkada tak langsung, kita berharapnya SBY bijakasana."
Sekretaris Majelis Pakar Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Ahmad Yani menyayangkan sikap SBY yang seolah menyiratkan agar pilkada tetap dilakuksan secara langsung. Yani menduga, SBY sengaja mengomentari polemik RUU Pilkada setelah mendapat tekanan publik. "Pak SBY kan memang kalau menanggapi sesuatu di akhir-akhir, itu karena tekanan namanya, tapi belum jelas juga dari mana tekanan itu," ujar Yani.
Anggota Komisi III DPR RI ini berujar, jangan sampai pernyataan Presiden mengatasnamakan rakyat lalu kemudian menolak RUU Pilkada yang sudah dirancang sejak lama. Dia khawatir, manuver SBY dapat memengaruhi sikap kader Demokrat di DPR yang sudah satu suara untuk mendukung pemilihan kepala daerah lewat DPRD. "Kami akan pertahankan gagasan ini, nanti akan dialog dengan Demokrat untuk tetap menyamakan tujuan," kata dia.
Adapun presiden terpilih Jokowi meminta pemerintah saat ini menghentikan pembahasan RUU Pilkada di DPR. Pilihan lain, kata Jokowi, DPR menunda pembahasan RUU Pilkada. "Kalau bisa pemerintah tarik saja," ujarnya di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (15/9).
Secara pribadi, mantan wali kota Solo tersebut menilai, kepala daerah harus dipilih langsung oleh rakyatnya. Jika sistem tersebut dianggap memiliki sejumlah kekurangan, ujar Jokowi, maka yang harus dilakukan adalah mencari solusi untuk menutup kekurangan tersebut. "Hak politik rakyat jangan dipotong dengan alasan-alasan anggaran lah, money politic lah, konflik horizontal lah. Justru itu yang akan mendewasakan masyarakat. Jadi, jangan sampai kita ini mundur lagi ke belakang." rep:c83/gilang akbar prambadi/halimatus sa'diyah ed: andri saubani