JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus merosot ke level Rp 12.200 setelah pemilihan pimpinan MPR dan menjelang pelantikan presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi). Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai tukar rupiah pada Rabu (8/10) ditransaksikan pada Rp 12.241 per dolar AS. Padahal, pada hari sebelumnya, Selasa (7/10), rupiah menguat ke Rp 12.190 per dolar AS dibandingkan pada Senin (6/10) yang ditransaksikan pada Rp 12.212.
Menanggapi fenomena melemahnya nilai tukar rupiah pascasidang paripurna pemilihan pimpinan MPR, Jokowi mengatakan, hal itu terjadi karena pelaku bisnis menangkap sinyal negatif dari situasi politik Indonesia yang dinilai tidak kondusif.
“Memang saya sampaikan sinyal yang ditangkap pasar, direspons pasar itu negatif,” ujarnya usai menghadiri Trade Expo ke-29 yang digelar oleh Kementerian Perdagangan di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (8/10).
Karena itu, Jokowi meminta pada elite politik untuk menjaga suhu politik di Indonesia agar tetap stabil. Sebab, jika pasar menangkap ada ketegangan antara pemerintah dan dewan, hal itu dapat berimbas buruk pada iklim investasi di Indonesia.
“Saya pesan pada politikus-politikus, elite politik, setiap tingkah laku kita, kebijakan kita, produk politik kita, itu dilihat oleh pasar, dilihat oleh masyarakat. Kalau respons negatif itu tolong didengar. Artinya, harus mendengar keinginan pasar. Ini yang saya lihat tidak mendengar,” ujar Jokowi yang akan dilantik pada 20 Oktober.
Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual mengatakan, investor kini sedikit risau terhadap kondisi politik di Tanah Air. Kendati demikian, ia tetap optimistis rupiah akan menguat pada akhir tahun dan kembali ke fundamentalnya di angka Rp 11.500 per dolar AS. Penguatan rupiah bakal dipicu oleh terbentuknya kabinet baru.
“Kebijakan awal pemerintah baru paling tidak dapat memberikan sinyal terobosan dari sisi perbaikan iklim bisnis dan fiskal kita,” ujarnya. David menjelaskan, rupiah termasuk ke dalam mata uang di dunia yang melemah tajam terhadap dolar AS. “Selain pengaruh global, pelemahan rupiah juga didorong oleh faktor domestik. Investor khawatir terhadap stabilitas politik,” ujar David.
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menyoroti pelemahan rupiah dari dua faktor. Pertama adalah kondisi investasi infrastruktur dan sistem peraturan yang relatif masih lemah untuk menjamin investasi di pasar keuangan. Kedua, dolar AS menguat terhadap sebagian besar mata uang utama dunia menjelang dirilisnya hasil pertemuan bank sentral AS (Federal Reserve). Pertemuan terkait kenaikan suku bunga AS (Fed Rate).
Dari hasil pertemuan the Fed itu, kata Ariston, investor akan memprediksi waktu kenaikan suku bunga AS. Jika hasil pertemuan the Fed menunjukkan mengenai waktu spesifik, hal tersebut akan memicu aksi beli dolar AS. Faktor lainnya, lembaga dana moneter internasional (IMF) yang memangkas proyeksi pertumbuhan global juga mendorong permintaan aset mata uang safe haven meningkat.
Seiring dengan melemahnya rupiah, kondisi indeks harga saham gabungan (IHSG) pada akhir perdagangan Rabu (8/10) juga terkoreksi. IHSG ditutup di level 4.958,52 setelah turun 74,32 poin. Analis ekonomi Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih mengatakan, IHSG terkoreksi lebih dalam saat pemilihan pimpinan DPR pekan lalu dibandingkan pemilihan ketua MPR yang baru selesai Rabu (8/10) pagi.
Menurut Lana, hal itu menunjukkan masih adanya pengaruh sentimen politik terhadap kondisi pasar modal nasional. Bedanya, peristiwa pemilihan ketua MPR sudah relatif diantisipasi pelaku pasar. Lana mengistilahkan, IHSG kemarin bak sudah jatuh tertimpa tangga. “Tapi, IHSG masih lebih baik karena bukan yang terkoreksi paling dalam hari ini,” ujarnya.
Kepala Riset PT Universal Broker Securities Satrio Utomo berpandangan, tekanan terhadap IHSG lebih karena sentimen regional dibanding nasional. Ia melihat posisi Jokowi sebagai presiden terpilih sudah tidak mungkin dibatalkan partai-partai dalam Koalisi Merah Putih (KMP). Kondisi politik sekarang, kata Satrio, justru harusnya membuat investor bersiap membeli saham karena tidak ada agenda politik besar lainnya ke depan.
rep:satya festiani/fuji pratiwi/halimatus sa'diyah ed: eh ismail