Senin 03 Nov 2014 13:41 WIB

Kabinet Baru Tantangan Lama

Red:

Kabinet baru dari pemerintahan Jokowi-JK telah mulai bekerja. Banyak muka baru di tim ekonomi yang pada umumnya adalah berlatar belakang mikro daripada kebiasaan didominasi ekonomi makro. Namun, tantangan yang dihadapi pada umumnya adalah tantangan lama, bagaimana mengurangi beban subsidi BBM, meningkatkan penerimaan pemerintah, mengatasi defisit transaksi berjalan, pembangunan infrastruktur, dan peningkatan kesejahteraan melalui pendidikan dan kesehatan.

Tidak seperti biasanya Kabinet Kerja Jokowi-JK tidak menyampaikan program 100 hari. Presiden Jokowi hanya menegaskan kerja, kerja, dan kerja. Tim ekonomi tampak sigap langsung bekerja. Mereka juga telah menetapkan bahwa harga BBM akan dinaikkan sebelum Januari 2015. APBN Perubahan juga segera disiapkan.

Rencana menaikkan harga BBM akan menjadi ujian besar bagi pemerintahan Jokowi. Di satu sisi, kenaikan harga BBM harus dilakukan untuk mengurangi beban anggaran, namun di sisi lain, inflasi akan naik dan beban masyarakat akan meningkat besar sekalipun ada kompensasi untuk rakyat miskin.

Program kartu sehat tampaknya akan bertumpukan dengan BPJS yang sudah menjadi ketetapan UU. Kehendak program kartu sehat untuk lebih luas cakupannya tentu saja baik, namun akan dibutuhkan biaya yang lebih besar dan pertanyaan mengenai efektivitasnya. Sebaiknya, program kartu sehat digabungkan ke dalam BPJS.

Untuk program kartu pendidikan, ini dapat menjadi payung bagi program bantuan pendidikan lainnya, seperti beasiswa keluarga miskin. Dengan demikian, program pendidikan menjadi terintegrasi.

Kehendak untuk membuat prioritas pada maritim dengan membuat menko sendiri tampaknya masih harus menunggu implementasinya karena membutuhkan perubahan dalam uraian anggaran yang membutuhkan persetujuan DPR. Demikian pula menempatkan menteri energi dan perhubungan di bawah menko maritim, bukan menko perekonomian, masih menimbulkan pertanyaan akan efektivitasnya.

Pembangunan infrastruktur dengan keterbatasan anggaran akan sangat bergantung pada pendekatan public private partnership (PPP), terutama peranan dari PMA. Untuk itu, peraturan dan insentif harus jelas benar. Harapan besar para investor adalah pelaksanaan pembangunan infrastruktur ini.

Upaya mengatasi defisit neraca berjalan, Menteri Perdagangan Gobel menyatakan akan meningkatkan ekspor lima kali lipat dalam lima tahun. Tentu saja pernyataan ini sangat ambisius karena Indonesia tidak lagi mempunyai andalan produk ekspor setelah jatuhnya harga komoditas, tambahan lagi pasar global masih lemah. Apalagi, industri manufaktur kita tidak kompetitif dan industri padat karya dihadapkan dengan kenaikan upah minimum yang terlalu tinggi. Target yang lebih realistis dan langkah-langkah yang jelas untuk mencapainya adalah lebih baik daripada menetapkan target yang ambisius dan pasti tidak akan tercapai.

Dalam bidang energi, keinginan untuk membangun 25 ribu mw tampaknya sangat ambisius. Melihat pengalaman pada akselerasi pembangunan pembangkit listrik 10 ribu mw pada pemerintahan SBY pertama tidaklah berjalan baik. Kembali target yang realistis dan skema yang atraktif bagi investor adalah lebih baik.

Begitu pula retorika menghapuskan mafia minyak tampaknya akan berhenti di retorika. Menteri energi tampaknya tidak terlalu antusias membasmi mafia minyak. Sementara itu, kebijakan untuk meningkatkan produksi minyak dan diversifikasi energi belum terdengar jelas.

Permasalahan serius adalah dengan terpecahnya DPR yang membuat pemerintah eksekutif akan kesulitan dalam mendapatkan dukungan dari mitra kerja politik. Pembahasan APBN-P akan pasti tertunda, begitu pula pengesahan UU yang mendesak. Hal ini akan berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintah.

Kita masih berharap kinerja dari Kabinet Kerja yang baik. Namun, kita juga harus realistis tantangan yang dihadapi berat dan banyak menteri ekonomi masih baru sehingga membutuhkan waktu untuk dapat bekerja dengan baik. oleh: umar juoro

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement