JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mendukung keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang melarang sementara para menterinya menghadiri rapat dengan DPR. Alasannya, pemerintah tengah memberikan kesempatan kepada DPR untuk menyempurnakan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). "Saya kan pemerintah, iya dong. Alasannya (larangan) ialah karena DPR lagi menyempurnakan UU MD3," kata JK, di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (25/11).
Menurut JK, larangan tersebut akan berlaku hingga masalah di internal DPR telah rampung. "Setelah itu dulu rampung karena berarti kalau masuk sekarang tidak semua berpartisipasi," ujarnya menjelaskan. JK pun meyakini, surat edaran yang telah diterbitkan oleh sekretaris kabinet (seskab) tidak berdampak pada memburuknya hubungan antara pemerintah dan DPR.
Sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno melarang kepada pejabat di jajaran BUMN mengikuti rapat bersama dengan DPR. Pelarangan ini sesuai dengan surat edaran yang dikeluarkan oleh Seskab Andi Widjajanto. DPR pun kemudian berencana akan memanggil paksa Rini serta mengancam akan memotong anggaran untuk kementerian. "Anggaran kan sudah selesai, apanya lagi. Anggaran kan sudah diketok," kata JK.
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menilai, surat edaran yang melarang menteri mengikuti rapat dengan DPR dapat memperkeruh suasana kondusif DPR. Karena itu, ia meminta agar Presiden Jokowi mencabut surat edaran tersebut. "Iya, saya melihat bahwa lebih produktif kalau Jokowi mendorong agar seluruh fraksi KIH mengikuti dan merealisasikan kesepakatan yang sudah ditandatangani, lebih bijak daripada mengeluarkan surat edaran itu," ujar Hidayat.
Hidayat menilai, alasan pemerintah menunggu revisi UU MD3 selesai tidak tepat. Menurutnya, rapat antara DPR dan pemerintah tidak bisa dikaitkan dengan revisi UU MD3. "Semestinya sudah tidak ada alasan untuk mengesankan seolah DPR masih konflik," kata Hidayat.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menegaskan, tidak ada klausul kesepakatan untuk menunda pemanggilan pemerintah oleh DPR dalam islah antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP). Pernyataan ini sekaligus membantah klaim keputusan pemerintah melarang menteri bertemu DPR untuk menghormati kesepakatan KIH-KMP menyelesaikan revisi UU MD3. "Itu bukan bagian dari kesepakatan," ujar Fadli.
Menurut Fadli, revisi UU MD3 adalah alasan yang tidak kuat bagi pemerintah dalam menerbitkan surat edaran pelarangan menteri menghadiri rapat dengan DPR. Terlebih, revisi UU MD3 hanya untuk mengakomodasi satu wakil pimpinan di alat kelengkapan dewan serta pasal-pasal yang redundant (berulang). "Pemerintah jangan ikut campur terlalu banyak terkait kerja DPR," katanya menegaskan.
Fadli menyarankan pemerintah merevisi surat edaran seskab itu agar pemerintah tidak dinilai melakukan pengingkaran terhadap konstitusi. Alasannya, sudah menjadi fungsi DPR untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah. "Sebaiknya pemerintah merevisi surat edaran tersebut karena kalau tidak akan dianggap mengingkari konstitusi."
Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengungkapkan, pada Selasa (25/11) siang, pimpinan DPR menggelar rapat membahas persoalan ini. Menurutnya, antara pemerintah dan DPR bisa melaksanakan rapat konsultasi tanpa harus ada surat edaran seskab yang melarang menteri Kabinet Kerja menghadiri rapat dengan DPR. "Ini kan bisa disampaikan kepada kita dengan bahasa yang agak halus. Atau kita bisa rapat konsultasi. Kenapa kok harus begitu, kan sebenarnya ada cara yang lebih baik," kata Agus.
n c89/c73