Rabu 16 Sep 2015 12:00 WIB

Pemda Akali Relaksasi Regulasi Miras

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,

MATARAM -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan melimpahkan kewenangan penentuan lokasi-lokasi penjualan minuman keras (miras) ke pemerintah daerah. Kewenangan itu akan dimanfaatkan sebagian pemerintah daerah untuk semakin membatasi peredaran miras.

Salah satunya yang merencanakan demikian adalah Gubernur Nusa Tenggara Barat TGH Muhammad Zainul Majdi. Ia mengatakan tak keberatan dengan pengalihan kewenangan dan justru akan menerapkan kebijakan yang semakin membatasi peredaran dan konsumsi minuman keras.

"Kalau memang diserahkan ke daerah, saya setuju. Di NTB akan menerapkan kebijakan yang memastikan betul miras hanya dapat dikonsumsi secara terbatas," ujarnya kepada Republika, di Mataram, Selasa (15/9). 

Ia menuturkan, pembatasan peredaran miras merupakan langkah yang harus dilakukan untuk membatasi akses kalangan muda memperoleh barang tersebut. Ia mengharapakan, dengan pembatasan peredaran, dampak yang ditimbulkan dari mengonsumsi miras bisa ditekan.

Menurutnya, peraturan pembatasan peredaran skala nasional yang sebelumnya dikeluarkan mantan menteri perdagangan Rachmat Gobel memiliki dampak yang positif. Sebab, meski hanya beberapa bulan, implementasi peraturan tersebut relatif berjalan dengan baik. 

"Keputusan menteri perdagangan saat dijabat Rahmat Gobel itu bagus, implementasi beberapa bulan sudah cukup bagus, termasuk di NTB. Seharusnya dipertahankan untuk kepentingan generasi muda kita," ungkapnya.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan menyatakan akan merelaksasi Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 04/PDN/PER/4/2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A. Dalam beleid baru nanti, pemerintah daerah akan diberi wewenang untuk menetapkan daerah mana saja yang bisa menjual bir dan minuman sejenisnya. 

Artinya, daerah yang bukan kawasan wisata sekalipun tetap bisa memperdagangkan minuman beralkohol. Meski begitu, larangan penjualan di minimarket yang ditetapkan tetap diberlakukan.  "Nanti, pemda yang mengatur sendiri spot-spot-nya di mana aja karena dia yang paling tahu dan pastinya mau melindungi rakyatnya," kata Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Srie Agustina.

Menanggapi rencana relaksasi tersebut, Gubernur Banten Rano Karno juga menjanjikan tak akan melebarkan wilayah bebas berjualan miras. "Kalau pembatasan, pasti. Saya setuju anak-anak tidak boleh beli minuman karena kalau di luar negeri pun anak-anak susah beli minuman, sedangkan di sini sedikit lebih mudah," kata dia.

Kendati demikian, Rano mengiyakan bahwa memang setiap pemerintah daerah punya kebijakan masing-masing terkait minimal beralkohol. Rano mencontohkan Bali. Menurutnya, pada saat pelarangan, daerah itu tergolong sangat dirugikan secara ekonomis karena merupakan kawasan wisata yang banyak didatangi turis asing.

Lain halnya di Banten. Kendati tak melarang total peredaran minuman beralkohol, ia mengatakan Pemprov Banten tetap akan membatasi. "Tapi, memang harus dibatasi, mungkin minum kalau di hotel memang menjadi tempatnya," ujar Rano menjelaskan. 

Sejauh ini, ia mengatakan belum bisa mengungkapkan langkah konkret yang akan diambil Pemrov Banten. Hal itu lantaran sejauh ini peraturan resmi dari pemerintah pusat terkait rencana tersebut belum keluar. 

Sementara, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menilai pelarangan peredaran minuman beralkohol (minol) tidak diperlukan. Sebab, hingga kini Basuki menyebut tidak ada korban jiwa akibat minum minol.

"Menurut saya, nggak perlu seperti itu (dilarang). Karena, selama ini nggak ada orang mati karena minum bir," katanya kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Senin (14/9). Pria yang akrab disapa Ahok ini mengatakan selama ini korban yang meninggal akibat mabuk bukan karena menenggak minol, melainkan minuman oplosan yang kandungannya berbahaya.  

Namun, ia mengaku kebijakan ini masih akan terus dikaji. Ada pertimbangan-pertimbangan yang harus disetujui oleh semua pihak untuk menetapkan keputusan. "Untuk DKI, kita akan kaji lagi," ujar dia.

Pemprov Lampung juga belum bisa menentukan menolak atau menerima aturan baru dari Menteri Perdagangan terkait relaksasi penjualan dan peredaran minuman beralkohol. "Soalnya, harus dikaji dulu aturan baru dari Menteri Perdagangan soal penjualan minol ini," kata Kabid Humas Pemprov Lampung, Heriyansyah, kemarin.

Ia mengatakan, selama ini masing-masing kabupaten/kota di Lampung telah membuat peraturan daerah (perda) peredaran dan penjualan minuman beralkohol. Selama perda tersebut dilaksanakan dengan baik, menurutnya, pembatasan peredaran dan penjualan minuman keras tetap bisa dilaksanakan.

Di Bandar Lampung, misalnya, pemkot setempat mengeluarkan regulasi larangan berjualan minuman beralkohol tanpa izin sejak 16 April 2015. Melalui regulasi itu, Wali Kota Bandar Lampung Herman HN mencabut semua izin tempat usaha minol yang dikeluarkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. 

Selain itu, wali kota juga mencabut surat izin usaha perdagangan minuman beralkohol yang dikeluarkan oleh Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Bandar Lampung. "Kami razia terus, tidak ada izin kami sita," kata Kepala Badan Polisi Pamong Praja (Bapol PP), Cik Raden. n c26/mursalin yasland ed: fitriyan zamzami 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement