JAKARTA -- Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan, Mabes Polri sedang mencari celah adanya dugaan tindak pidana umum oleh Setya Novanto selepas pengunduran dirinya sebagai ketua DPR. Mabes Polri akan bekerja sama dengan Kejaksaan Agung (Kejakgung) dan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk menggali fakta-fakta terkait dugaan adanya tindak pidana.
Badrodin menjelaskan, Polri kemungkinan akan saling tukar informasi dengan Kejakgung. "(Mencari) apakah ada pelanggaran-pelanggaran hukum lainnya selain yang ditangani kejaksaan," ujar Badrodin di Mabes Polri, Kamis (17/12).
Apabila dari hasil kajian bersama tersebut terdapat pelanggaran hukum selain korupsi, Polri akan mengambil alih. Hingga saat ini, kata mantan kapolda Jawa Timur itu, Polri belum menemukan pelanggaran hukum yang dilakukan Setya Novanto.
Meskipun Setya Novanto tidak lagi menjabat sebagai ketua DPR, Badrodin tidak menjamin penyelidikan akan lebih mudah. Menurut pria kelahiran Jember, Jawa Timur, itu penyelidikan terhadap siapa pun memiliki porsi yang sama.
Sebelumnya, Setya Novanto dinyatakan bersalah melanggar etika terkait pertemuannya dengan pengusaha M Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, Juni lalu, oleh sebagian besar anggota MKD. Bersamaan dengan sidang penentuan putusan sanksi untuk pelanggaran itu, Setya mengundurkan diri dari jabatannya sebagai ketua DPR.
Kasus tersebut mulanya dilaporkan Menteri ESDM Sudirman Said dengan tudingan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla dalam pertemuan antara Setya, Riza, dan Maroef. Setya disebut menyebut jatah saham untuk Presiden dan Wapres dalam pertemuan itu.
Menurut Ketua MKD Surahman Hidayat, pelanggaran yang dilakukan Setya menurut sebagian besar anggota MKD hanya soal pertemuan, bukan pencatutan. "Hampir semua menyoroti soal pertemuan, tapi ada juga yang menyoal pencatutan. Namun, saya pribadi lebih pada pertemuan yang membuat beliau (Setya) melanggar kode etik," kata Surahman.
Ia mengatakan, tugas MKD mengusut dugaan pelanggaran kode etik terhadap Setya Novanto sudah selesai. Saat ini, apa pun tindakan hukum yang ditujukan kepada Setya, ia serahkan pada Kejaksaan Agung.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejakgung Fadil Zumhana menegaskan, proses penyelidikan dugaan permufakatan jahat akan berjalan walaupun Setya mundur sebagai ketua DPR. "Saya proses penyelidikan sebagaimana kitab hukum pidana. Itu yang kita patuhi enggak ada persulit, permudah, normal saja siapa pun di mata hukum," ujar Fadil.
Sejauh ini, menurutnya, penyelidik belum berencana memanggil Setya. Namun, Fadil mengharapkan yang bersangkutan mendatangi Kejakgung untuk memberikan kesaksian.
Jusuf Kalla menegaskan, Setya Novanto harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum terkait pencatutan namanya. "Ya, pastilah seperti itu. Kan kejaksaan itu. Biar hukum yang jalan," kata Wapres, kemarin.
Sementara itu, Presiden Jokowi menyatakan menghormati sikap Setya mengundurkan diri. Kendati belum menghubungi Setya, menurut Jokowi, ia akan memastikan hubungan antara legislatif dan eksekutif tak akan terpengaruh dengan mundurnya politikus Partai Golkar tersebut. "Dari dulu kan (eksekutif dan legislatif) baik-baik saja," katanya.
Kuasa hukum Setya Novanto, Razman Arif Nasution, mengatakan, pengunduran diri kliennya tak punya hubungan dengan pengakuan pelanggaran hukum. Menurutnya, Setya mundur karena pertimbangan moral, bukan karena merasa bersalah dalam pertemuannya dengan Riza dan Maroef.
Dalam keterangannya usai pengunduran diri, Setya Novanto sempat meminta maaf kepada masyarakat Indonesia. Meski begitu, ia tak menerangkan atas kesalahan apa permintaan maaf tersebut. "Sekali lagi saya mohon maaf kepada seluruh rakyat Indonesia, apa yang saya jalankan, semuanya demi rakyat, demi bangsa Indonesia," tuturnya ketika ditemui di kediamannya, Rabu (16/12) malam. n c14/c35/dessy suciati saputri/halimatus sa'diyah ed: fitriyan zamzami