REPUBLIKA.CO.ID,Darmin: Ketimpangan Mengkhawatirkan
Mensos menyatakan, rasio Gini Indonesia turun pada akhir tahun lalu.
JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, tingkat ketimpangan pendapatan dan angka kemiskinan di Indonesia semakin meng khawatirkan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia, menurut dia, belum bisa menyempitkan jurang itu.
\"Kita semua tahu bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia menghasilkan ketimpangan yang lebih buruk dari banyak negara lain,\" kata Darmin dalam pertemuan dengan Forum Pemimpin Redaksi, di rumah dinasnya, Kamis (7/1) malam.
Darmin mengatakan, kondisi saat ini sangat berbeda jauh dibandingkan dengan 20-30 tahun lalu. Dulu, kata dia, Indonesia dapat membanggakan diri sebagai negara yang memiliki pertumbuhan tinggi tapi memiliki rasio Gini yang rendah. \"Sekarang perlu dilakukan hal besar untuk menjawab ini,\" ucap Darmin.
Berdasarkan laporan Bank Dunia belum lama ini, rasio Gini yang menjadi indikator ketimpangan diprediksi sudah menyentuh level 0,42 pada 2015. Pada tahun 2000, rasio Gini berada di level 0,30 dan menjadi 0,41 pada 2014.
Dalam skala rasio Gini, angka 0 mewakili keseta ra an mutlak dan angka 1 mewakili ketim pangan mutlak. Sedang kan, angka 0,4 seperti di Indonesia sudah masuk dalam zona kuning.
Zona merah dica pai saat rasio Gini setidak nya 0,6.
Darmin menegaskan, pemerintah tidak tinggal diam dengan melebarnya ketimpangan pendapatan dan meningkatnya angka kemiskinan. Ia bersama sejumlah kementerian saat ini sedang membuat desain besar untuk mendorong inklusi finansial. Nantinya, kata dia, hal ini juga akan dikaitkan dengan program sertifikasi tanah rakyat secara besar-besaran.
Pemerintah, tambah dia, juga memiliki kredit usaha rakyat (KUR) yang akan mencapai Rp 100 triliun lebih pada tahun ini dengan bunga yang turun drastis menjadi sembilan persen. Selain itu, jumlah dana desa juga naik men - jadi Rp 40 triliun lebih.
Sementara, menurut Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, dari Maret-September 2015, angka ke miskinan maupun ketimpangan justru menurun. Menurut Khofifah, persentase penduduk miskin pada Maret 2015 terdapat sekitar 11,22 persen dan pada September 2015 turun menjadi 11,13 persen.
Sedangkan, angka rasio Gini pada Maret 2015 mencapai sekitar 0,413 dan turun menjadi 0,408 pada Sep - tember 2015. \"Ini datanya, sejak 2011 angka rasionya tidak berubah, 0,41. Maret 2015 naik sedikit ke 0,413 dan September turun,\" ujarnya.
Untuk menanggulangi kemiskinan pada tahun 2016, Kemensos akan melakukan pemetaan lebih terperinci dengan mencanangkan data terpadu, yaitu Pusat Data Informasi (Pusdati).
Menurut Khofifah, pemetaan itu dilakukan karena Kemensos mempunyai beberapa program penanganan fakir miskin, di antaranya yaitu Program Keluarga Harapan (PKH).
Semisal program PKH diintegrasi kan dengan rumah tinggal layak huni dan usaha ekonomi produktif, kata Khofifah, tahun ini bisa terjadi penambahan penerima PKH dari 3,5 juta menjadi 6 juta. Dengan catatan, tidak ada pelambatan ekonomi global seperti 2015.
\"PKH itu sebetulnya sekarang baru menyasar delapan persen keluarga sangat miskin (KSM), 2016 ini kemungkinan 11,8 persen, dan mudah-mudahan tahun 2017 su dah bisa mencapai 25 per sen,\" ucapnya.
Khofifah menambahkan, bahwa setiap keluarga miskin bisa mendapat Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), mendapat dukungan untuk usaha ekonomi produktifnya, serta dalam setahun mendapat empat kali program bantuan tunai bersyarat. Dengan begitu, kemiskinan bisa lebih cepat dikurangi.
\"Jadi kalau sekarang ini 0,41 (rasio Gini) mungkin target kita tahun depan menjadi 0,39,\" katanya. (c39, ed:fitriyan zamzami)
RASIO DAN KEMISKINAN
2010
Penduduk Miskin: 13,3 persen
Rasio Gini: 0,38
2011
Penduduk Miskin: 12,5 persen
Rasio Gini: 0,41
2012
Penduduk Miskin: 11,7 persen
Rasio Gini: 0,41
2013
Penduduk Miskin: 11,5 persen
Rasio Gini: 0,41
2014
Penduduk Miskin: 11,0 persen
Rasio Gini: 0,41
Maret 2015
Penduduk Miskin: 11,22 persen
Rasio Gini: 0,41
September 2015
Penduduk Miskin: 11,13 persen
Rasio Gini: 0,40
Skala rasio Gini:
0: kesetaraan mutlak
1: ketimpangan mutlak
Sumber: BPS/Bank
Dunia/Kemensos