Bukan hal mudah menerangi seluruh nusantara. Itulah yang menjadi tantangan petinggi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Di bawah nakhoda Sofyan Basir, perusahaan negara yang bergerak di bidang setrum ini bertekad mewujudkan proyek pembangkit 35 ribu megawatt. Bagaimana mewujudkannya, berikut petikan wawancara dengan Direktur Utama Sofyan Basir yang didampingi sejumlah direksi saat berkunjung ke Republika, Rabu (13/1).
***
Apa rencana pembangunan PLN lima tahun ke depan?
Rencana pembangunan PLN lima tahun ke depan, kalau berdiskusi proyek pembangkit listrik 35 ribu MW betul, tapi kita terlupa ada proyek sebelumnya yang tertinggal sekitar 7.000 MW. Jadi, total ada 42 ribu MW yang terdiri atas 402 pembangkit dengan nilai 53 juta dolar AS. Program utama membangun 46 ribu kilometer sirkut (kms) dan 732 transmisi dengan kebutuhan investasi 10,8 juta dolar AS.
Dari itu kita perlu gardu induk sebanyak 1.375 dengan 108.789 MVA senilai 8,3 juta dolar AS. Total proyek yang dicanangkan Presiden Jokowi ini tugas kami ke depan. Apakah besar dan mungkin dilaksanakan? Sangat besar dan mungkin dilaksanakan, tinggal kita tambah orang dan teknologi. PLN 8.000 MW dan swasta 26 ribu MW.
Yang swasta kami beli listriknya. Target pemerintah dalam proyek pembangkit 35 ribu MW sudah terbagi detailnya mana yang PLN dan swasta, mana jenis pembangkitnya. Kadang begini, ingat ada fast track program (FTP) I, 10 ribu MW pertama pada zaman SBY-JK. Ada FTP II zaman SBY-Boediono. Zaman Pak JK, ketinggalan 7.000 MW yang masih kita tangani. Karena saat itu harus terpisah antara kredit dan proyek, dan proyek ini milik PLN, inilah kekeliruan kontraktor masuk akhirnya tidak terjadi dengan sempurna.
Bagaimana dengan FTP II?
Proyek 10 ribu MW kedua, jaminan pemerintah tidak keluar sehingga yang terjadi 10 ribu MW cuma beberapa. Bayangkan, terlambat 20 ribu MW. Kalau tidak salah, program Pak Dahlan (Dahlan Iskan, mantan dirut PLN) harus hidup semua. Masuklah genset sementara, mengobati sementara. Tapi, harusnya diikuti program berikutnya.
Memang kejadiannya seperti itu. Bukan karena kesengajaan, karena kondisinya saat ini seperti itu, karena terlambatnya 20 ribu MW dan optimistis pemerintah sekarang ditambah 15 ribu mw untuk lima tahun kedua.
Apabila dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi?
Kalau pertumbuhan ekonomi 5-6 persen, diperkirakan pertumbuhan energi 7-8 persen, harus ada cadangan. Di lain pihak, kalau menghitung pertumbuhan itu, setiap tahun yang namanya pembangkit berkurang 20 sampai 25 tahun. Ada penyusutan, belum setiap saat ada overhold, ada yang harus di-break.
Ada tiga hal: perbaikan, penyusutan, dan riset margin. Tiga hal ini yang menyebabkan kalau kita butuh 30 ribu MW, harus 36 ribu MW atau 39 ribu MW. Sebetulnya apakah 17 ribu MW atau 35 ribu MW, mari kita lihat mana yang harus didahulukan. Apakah bisnis duluan daripada energi, atau sebaliknya. Jangan sampai bisnis menunggu energi.
Di Medan, ada yang 1,5 tahun belum pasang listrik padahal sudah bangun rumah. Pasang genset dulu. Apalagi Kalimantan, Papua, Maluku. Ada 2.000 pulau yang belum terlistriki. Datang tugas dari Presiden, kami harus bertanggung jawab dan laksanakan dengan sebaik-baiknya. Sulit, iya, tapi jadikan tantangan.
Bagaimana perkembangan konsumsi listrik Indonesia?
Konsumsi listrik per kapita negara Asia, Indonesia 0,8 megawatt hour (MWh) per kapita per tahun, sama dengan India. Pakistan dan Filipina di bawahnya. Proyek 35 ribu MW itu hanya untuk pertahankan angka 0,8 MWh. Yang kita mau tambah masyarakat yang terlistriki, kalau mau naik, pendapatan per kapita harus naik. Kami berencana perlahan-lahan naikkan.
Pada saat itu mungkin tarif listrik kami turunkan sehingga daya beli makin kuat. Per 2014, menjadi salah satu terendah di Asia. Konsumsi Indonesia kelima di ASEAN setelah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Kita jauh dengan Malaysia yang 4,4 MWh dan kita masih 0,8 MWh per kapita per tahun.
Bagaimana dengan kapasitas listrik terpasangnya?
Kapasitas terpasang Indonesia saat ini sebesar 47.753 MW, kedua terbesar di ASEAN setelah Thailand. Untuk tarif listrik rumah tangga, Filipina paling mahal. Indonesia sekarang Rp 1.409 per KWh pada Januari 2016, turun dibanding awal Januari 2015 sebesar Rp 1.469 per KWh. Ini tanpa subsidi. Yang subsidi bayar hanya Rp 400 per KWh.
Untuk bisnis besar sudah agak lebih rendah. Industri tinggal Rp 900 per KWh dari Rp 1.012 per KWh di 2015. Bisnis besar seperti mal dan hotel. Kalau industri itu pabrik, luar biasa pemakaiannya. Ada yang bayar sama kita Rp 50 miliar per bulan satu pabrik.
Mengapa rumah tangga lebih mahal?
Karena jaringan dan distribusi. Semua negara di ASEAN memang begitu, rumah tangga lebih mahal. Kami berharap rumah tangga berhemat.
Terkait isu dicabutnya subsidi rumah tangga dan subsidi bagi industri?
Isu ini mantap betul. Jadi, sebenarnya yang terjadi adalah industri kami turunkan, kami berikan diskon karena kemarin mereka kena tekanan luar biasa. Pada saat malam, karena masyarakat enggak pakai dari pukul 23.00 hingga 08.00, sedangkan dayanya besar sekali. Ini daya yang kami jual ke industri. Mereka bisa menambah untuk kerja lembur. Jadi kami berikan iming-iming, "Hei kamu mau tambah, kami berikan harga murah." Dari pukul 23.00 sampai 08.00 tidak ada yang serap, itu daya kami minta industri ciptakan shift ketiga dalam bekerja.
Bagaimana dengan penerapan subsidi tepat sasaran?
Keputusan DPR untuk kendalikan subsidi listrik bagi rumah tangga sejak 2016 sehingga hanya rumah tangga miskin 24,7 juta konsumen yang harga listriknya disubsidi. Pemerintah telah memutuskan untuk pengendalian subsidi listrik ini dilakukan bertahap, dimulai dari konsumen rumah tangga dengan daya 900 VA dan penerapannya paling lambat Juli 2016.
PLN sedang menyiapkan proses pendataan rumah tangga miskin sesuai data TNP2K. PLN telah menerima data 4.016.948 rumah tangga miskin dengan daya listrik 900 VA untuk selanjutnya PLN akan lakukan penyesuaian data dengan data konsumen PLN.
Bagaimana dengan kondisi listrik di Ibu Kota?/
Isu Jakarta kondisi agak riskan. Gardu induk dan transmisi, Jakarta harus bangun gardu induk dan transmisi di 61 lokasi, selama ini tidak terjadi. Gardu induk yang ada sudah overload, maka ada pemadaman karena overload.
Apa kendalanya?
Sulitnya pembebasan lahan, mau enggak mau harus dibangun, rumahnya dibeli. Kalau dua tiga tahun dibiarkan, ada kendala luar biasa. Surprise kita dapat UU, dan kemarin Ahok (Gubernur Jakarta) tanda tangan untuk menggunakan tanah pemda dan camat. Saya juga diizinkan beli, misal rumah di Menteng. Hampir semua kendala adanya di pembebasan lahan. Begitu PLN mau bangun, harga naik. Bayangkan sulitnya pembangunan listrik.
Selain itu, apa target di 2016 ini?
Pada 2016 target kami, 10 ribu power purchase agreement (PPA) mampu terealisasi sehingga program listrik pasa 2019 selesai bisa terjadi.
Seberapa jauh investor asing di proyek kelistrikan pemerintah?
Asing tidak bisa sendirian, harus gandeng lokal dan kami membeli listriknya, bukan pembangkitnya. Jepang 40 persen, Cina 60 persen. Tapi, Cina hari ini bukan yang kemarin. Presiden Jokowi datang ke Cina, Jepang, dan AS, dan Pak Presiden tidak ingin seperti yang lalu. Maka, Pemerintah Cina hanya izinkan BUMN Cina dan direkomendasi Kedubes Cina. Ada perbedaan.
Bagaimana membangun struktur keuangan yang kuat guna suskseskan program 35 ribu MW?
Meningkatkan struktur permodalan, antara lain dari internal generated revenue dan revaluasi aset serta pengecualian pembukuan ISAK 8, tersedianya pembiayaan investasi dengan biaya murah, mitigasi risiko atas kewajiban valas dengan hedging, menjaga covenant atas persyaratan pinjaman. Untuk mengurangi kebutuhan valas yang sangat besar, mulai 1 Juli 2015 transaksi kontrak baru menggunakan mata uang rupiah sesuai ketentuan, melakukan efisiensi atas biaya seperti menurunkan fuel mix, menurunkan biaya pemeliharaan.
Bagaimana dampaknya?
Tadinya ekuitas kita menurun. Setelah revaluasi aset, naik dari Rp 144 triliun pada 2014 menjadi Rp 656 triliun pada 2015. Total aset pada 2014 mencapai Rp 611 triliun dan pada 2015 sebesar Rp 1.033 triliun.
Terkait nuklir, bagaimana dengan PLTN?
Kami punya mimpi ada sedikit fondasi karena prosesnya 10 hingga 15 tahun. Hari ini kalau orang bilang yang paling pandai Barat dan AS, bagaimana mereka sukses ciptakan rasa takut bagi masyarakat Indonesia sehingga nuklir tidak pernah dimimpikan. Mereka sukses agar industrialisasi ini tidak jalan.
Kalau industrialisasi Indonesia dengan murah, maka kita jadi pemenang. Jadi mereka sukses ciptakan rasa takut masyarakat Indonesia dengan nuklir. Mereka sendiri maju dan kaya karena nuklir, karena mereka lebih dahulu bangun nuklir. Kita mau tak mau harus ke sana untuk persaingan, Vietnam dan Malaysia sudah mulai.
Kami sedang ke arah sana dan perlahan-lahan, mungkin dalam tahun ini. Bangka Belitung dan Kalimantan yang kita survei. Ini pandainya mereka (Barat dan AS) bagaimana Indonesia biar enggak maju-maju.
Bicara teknologi dan kemampuan, apakah kita sudah siap?
Secara teknologi dan kemampuan kita sudah siap. Rep: Muhammad Nursyamsyi ed: Nur Hasan Murtiaji