Kamis 17 Mar 2016 14:00 WIB

Slank, Musisi: Mengampanyekan Antinarkoba dan Antikorupsi

Red:

Republika/ Yasin Habibi        

 

 

 

 

 

 

 

 

Seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun ini Republika kembali memberikan anugerah Tokoh Perubahan. Penghargaan ini diberikan kepada mereka yang dianggap mempunyai karya nyata  di tengah masyarakat dan melakukan perubahan yang bermanfaat bagi bangsa ini. Berikut  Tokoh Perubahan Republika 2014.

***

Kesan slengean tetap lekat dalam diri para personel Slank. Kaos oblong, celana jins belel, dan gaya bicara yang blakblakan menjadi gaya sehari-hari mereka. Pun saat menerima tim redaksi Republika, di markas mereka, Gang Potlot, Jakarta Selatan, akhir pekan lalu.

Namun, di balik gaya slengean itu, para personel Slank ternyata kini lebih religius. Mereka juga masih aktif menyuarakan perlawanan terhadap narkoba dan korupsi. Slank terus menginspirasi banyak pemuda untuk berubah menjadi lebih baik.

Arus balik perubahan Slank bermula pada 2000. Ketika itu, Bimbim, Kaka, Ivan, Abdi, dan Ridho mendeklarasikan diri berhenti memakai narkoba. Pilihan sikap ini tentu bukan hal mudah. Apalagi, Bimbim, Kaka, dan Ivan telah akrab dengan narkoba selama bertahun-tahun. Rasa sakit tak tertahankan kerap menyerang saat ketiganya dilanda sakau. Pada masa awal rehabilitasi, keinginan menggunakan narkoba kadang kembali muncul dalam benak mereka.

Keberhasilan Slank bebas dari narkoba tidak lepas dari peran dan dukungan orang-orang terdekat. Bimbim menceritakan, selama proses rehabilitasi berlangsung, dia, Kaka, dan Ivan harus hidup dalam pengawasan selama dua tahun. Mereka dilarang membawa uang, mengakses telepon genggam, menggunakan cincin emas, dan barang berharga lain yang bisa digunakan untuk membeli narkoba. Dalam proses rehabilitasi yang menyiksa itu, Bimbim sempat berdoa dalam tahajudnya.

"Gue mohon dua permintaan sama Allah: matiin gue atau sembuhin gue. Ternyata, gue disembuhin," kenang pemilik nama lengkap Bimo Setiawan Almachzumi ini kepada Republika, di markas Slank, Gang Potlot, Jakarta, Jumat (11/3).

Bagi Bimbim, berhasil bebas dari candu narkoba bukan sekadar jawaban Allah atas doanya. Bimbim percaya Allah sedang memberi kesempatan kepada Slank untuk membebaskan generasi muda Indonesia lain dari ketergantungan terhadap narkoba. Sejak itu Slank lebih aktif menyuarakan perang terhadap narkoba. Mereka juga membuka tempat rehabilitasi narkoba gratis di bilangan Kalibata, Jakarta Selatan. "Sejak tahun 2003 kita punya pusat rehabilitasi Slank buat para Slankers," ujar Bimbim.

Pusat rehabilitasi narkoba gratis untuk Slankers berada di Yayasan Sahabat Rekan Sebaya, Jalan Pasar Minggu, Kompleks Kalibata, nomor 16, Jakarta. Yayasan ini dibina oleh Dokter Aisah Dahlan.

Ide mendirikan pusat rehabilitasi narkoba gratis berangkat dari keprihatinan Slank atas mahalnya harga obat detoksifikasi yang mereka konsumsi. Bimbim mengungkapkan, satu personel Slank harus mengeluarkan uang puluhan juta untuk membeli obat detoksifikasi narkoba asal Cina. Bimbim khawatir mahalnya harga obat membuat Slankers yang kurang mampu tidak bisa lepas dari ketergantungan narkoba.

"Kami saat berhenti, obatnya seharga Rp 30 juta dimakan selama 10 hari. Bagaimana nasib anak-anak gembel? Masa tidak bisa sembuh?" kata Bimbim

Akhirnya Bimbim berkonsultasi dengan Dokter Aisah Dahlan yang berpengalaman menyembuhkan ribuan pecandu narkoba. Kebetulan, klinik Aisah berada tidak jauh dari markas Slank di Gang Potlot, Jakarta Selatan. Kepada Aisah, Bimbim menanyakan kemungkinan merehabilitasi pecandu narkoba secara gratis. Aisah menjawab bisa. Sejak saat itu, ribuan Slankers mengikuti jejak idola mereka sembuh dari narkoba.

"Tahun 2000 kami berhenti dari narkoba dengan harapan para fan dan jutaan orang berbondong-bondong hijrah. Kami ingin hapus mitos bahwa orang kena heroin cuma punya one way ticket, yaitu mati atau masuk rumah sakit," kata Bimbim yang mengaku telah berhenti merokok.

Basis Slank, Ivanka, masih ingat betul sejumlah kejadian mengharukan setelah mereka mendeklarasikan sikap antinarkoba. Ia mengatakan, ada ratusan ibu-ibu yang  datang ke Potlot sambil membawa anak-anaknya. Para ibu itu mengaku anak mereka ingin mengikuti jejak Slank yang bebas dari ketergantungan narkoba. "Ketika kita deklarasi berhenti narkoba, puluhan hingga ratusan ibu-ibu datang ke sini bawa anaknya. Mereka bilang mau anaknya sembuh, anaknya mau rehab," ujar pemilik nama asli Ivan Kurniawan Arifin ini.

Peristiwa mengharukan lain terjadi saat para personel Slank jalan-jalan ke sebuah pusat perbelanjaan di bilangan Senayan, Jakarta. Ketika itu ada seorang Slankers yang datang menghampiri Bimbim. Si penggemar mengaku kecewa dengan pernyataan Slank berhenti menggunakan narkoba. Dia mengaku menjadi pecandu narkoba karena mengikuti Bimbim. "Akhirnya Bimbim bilang, ya udah, mulai sekarang ini pilihan hidup gua. Lo kalau mau ikut gua, ayo sama-sama hidup sehat," kata Ivan menirukan ucapan Bimbim.

Sedangkan, bagi Mohammad Ridwan Hafiedz atau akrab disapa Ridho, kesembuhan rekan-rekannya dari ketergantungan narkoba merupakan berkah yang luar biasa. Dia bersyukur Slank masih diberi Allah SWT kesempatan memperbaiki diri. Sebab, itu artinya Slank bisa berbuat lebih banyak bagi kebaikan orang lain melalui karya musik.

"Ini kayak berkah besar banget dari Allah. Kita bisa tetap ada di jalur, padahal banyak band yang habis sembuh malah drop. Alhamdulillah, masih bisa ada di sini," kata gitaris Slank ini.

Dibandingkan personel Slank lainnya, Ridho dan Abdee Negara memang tidak terkena candu narkoba. Kedua personel Slank ini bahkan ikut mendorong rekan-rekannya sembuh dari narkoba. Ridho menjelaskan, pilihan mendeklarasikan diri bebas dari narkoba juga merupakan jalan untuk membentengi diri agar tidak kembali terjerumus menjadi pecandu.

"Deklarasi itu jadi kayak pagar. Kita paling anti menjilat ludah sendiri. Jadi janji moral ke masyarakat untuk fight melawan narkoba," ujar Ridho.

Hingga sekarang Slank terus mendengungkan perlawanan terhadap narkoba. Pada 2015, mereka dipilih BNN menjadi duta rehabilitasi narkoba dan terlibat dalam kampanye Gerakan Rehabilitasi 100.000 Penyalah Guna Narkoba.

Bagi Slank, narkoba merupakan persoalan serius bangsa Indonesia. Slank juga setuju dengan wacana hukuman mati bagi para bandar kakap narkoba. "Kalau narkoba tidak dilawan dengan benar-benar, bukan cuma generasi muda yang habis, tapi satu bangsa akan habis," ujar Bimbim.

Bimbim mengatakan, para bandar narkoba kerap menjadikan para artis sebagai konsumen. Ini karena artis memiliki banyak penggemar yang siap meniru perilaku idolanya. Dengan kata lain, ujar Bimbim, artis bisa menjadi sarana promosi para bandar berdagang narkoba ke masyarakat.

Vokalis Slank, Akhadi Wira Satriaji alias Kaka, memetik banyak hikmah dari hijrahnya Slank dari jeratan narkoba. Menurut Kaka, setelah memutuskan berhenti memakai narkoba, kepercayaan orang terhadap Slank semakin besar. Mereka menjadi lebih sering diundang berkampanye mengenai penyelamatan lingkungan, antikorupsi, dan melawan narkoba.

"Hikmahnya, sekarang orang lebih percaya buat kita kampanye, karena memang kita menjalaninya sehari-hari. Jadi kita juga lebih ikhlas," ujar Kaka yang sejak setahun lalu berhenti merokok.

Sejak berhenti menggunakan narkoba, Slank memang kerap dipercaya berbagai institusi untuk menyuarakan perubahan bangsa ke arah yang lebih baik. Mereka misalnya pernah ditunjuk menjadi Duta Indonesia Hijau dari Kementerian Lingkungan Hidup (2006), Duta Pro Fauna dari Pro Fauna (2002), Duta Anti Korupsi KPK (2007), Duta Pulau Komodo (2011), Duta Kebersihan Jakarta dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (2013), dan Duta Rehabilitasi Narkoba BNN (2014).

Kepercayaan berbagai pihak kepada Slank tidak keliru. Sejak album pertama mereka rilis pada 1990, Slank memang dikenal giat menyuarakan penyelamatan lingkungan dan perlawanan terhadap korupsi. Simak misalnya lagu mereka yang berjudul "Bocah" (1991), "Bali Bagus" (1992), "Tepi Campuhan" (1993), "Gak Perawan Lagi" (1994), "Hujan" (1997), "Jakarta Pagi Ini","Lembah Baliem" (2001), "Alami" (2007), serta "Krisis Air" (2010). Semua lagu itu terasa kental dengan nuansa penyelamatan lingkungan.

Slank juga aktif menyuarakan perlawanan terhadap korupsi. Mereka bahkan setuju agar koruptor kelas kakap dijatuhi hukuman mati. Bimbim mengatakan, korupsi termasuk kejahatan luar biasa selain narkoba dan terorisme. Tidak mengherankan, ketika isu pelemahan KPK meruap beberapa waktu lalu, Slank langsung memberi dukungan kepada KPK dengan menggelar konser di depan KPK.

Persoalannya, imbuh Bimbim, tindakan hukum kepada koruptor dan bandar narkoba belum setegas kepada teroris. Dia bahkan melihat para teroris kerap dihukum tanpa proses peradilan. "Teroris doang yang dikit-dikit ditangkap, dihajar. Tapi koruptor belum tersentuh sama sekali," sesal Bimbim.

Kegelisahan Slank terhadap persoalan korupsi tecermin dari lagu-lagu mereka, seperti "Apatis Blues" (1990), "Generasi Biru" (1994), "Tong Kosong" (1997), "Bang-Bang Tut" (1995), "Gossip Jalanan" (2004), "Kritis BBM" (2006), "Seperti Para Koruptor" (2008), "Punya Cinta" (2012), dan "Halal" (2015).

Bimbim mengatakan, lagu "Halal" merupakan lagu terbaru Slank yang dirilis pada 2015 dalam album Restart Hati. Dia mengatakan, lagu "Halal" terinspirasi dari persoalan korupsi saat ini. Menurut Bimbim, sering kali korupsi terjadi karena dorongan orang-orang dekat, seperti istri. Dia berharap lagu "Halal" bisa menginspirasi setiap orang untuk selalu mencari rezeki dengan cara halal.

Menurut Bimbim, kesadaran mengenai bahaya korupsi harus ditanamkan kepada generasi muda sedari dini. Korupsi, menurut dia, harus diperlakukan sebagai benda najis yang menjijikkan. "Jadi kalau generasi kita ke bawah dengar korupsi itu seperti kena najis yang harus buru-buru dibersihkan," tegas Bimbim.  Oleh Shelbi Asrianti, ed: M Akbar Wijaya

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement