Ahad 17 Apr 2016 13:39 WIB

Lagi, Empat WNI Diculik

Red: operator
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (kiri) didampingi Kepala Staf Angkatan Darat Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Mulyono (kanan) memeriksa alutsista PPRC TNI seusai upacara serah terima Alih Kodal Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TN
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (kiri) didampingi Kepala Staf Angkatan Darat Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Mulyono (kanan) memeriksa alutsista PPRC TNI seusai upacara serah terima Alih Kodal Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TN

Panglima TNI menduga pelakunya kelompok Abu Sayyaf.

 

JAKARTA --Empat warga negara Indonesia (WNI) kembali diculik setelah dua kapal berbendera merah putih dibajak di perairan perbatasan Malaysia-Filipina, sekitar pukul 18.31 waktu setempat, Jumat (15/4).

Menurut Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, kapal Tunda TB Henry dan kapal Tongkang Cristi dibajak dalam perjalanan kembali dari Cebu, Filipina, menuju Tarakan.

Namun, belum jelas pihak mana yang telah membajak dua kapal dan menculik empat WNI itu. "Kapal membawa 10 orang ABK WNI. Dalam peristiwa tersebut, satu orang ABK tertembak, lima orang selamat, dan empat orang diculik,"

ujar Kemenlu RI dalam keterangannya, Sabtu (16/4). ABK yang tertembak sudah diselamatkan oleh Polisi Maritim Malaysia ke wilayah Malaysia guna mendapat perawatan.

"Informasi terakhir yang diperoleh, meskipun mengalami luka tembak, korban dalam kondisi stabil," kata Kemenlu. Sedangkan, lima ABK lain yang selamat telah dibawa oleh Polisi Maritim Malaysia ke Pelabuhan Lahat Datu, Malaysia.

Kemenlu telah berkoordinasi langsung dengan manajemen perusahaan untuk mendapatkan informasi mengenai detail peristiwa tersebut. Kemenlu juga terus melakukan koordinasi dan konsultasi dengan pihak di dalam negeri maupun Malaysia dan Filipina. Konsulat RI Tawau terus melakukan koordinasi dengan otoritas di Malaysia yang ada di wilayah tersebut.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, pemerintah masih menganalisis penyanderaan empat WNI di perairan Malaysia-Filipina itu. Menurut Luhut, belum diketahui pasti apakah penyandera adalah kelompok Abu Sayyaf yang sebelumnya telah menyandera 10 WNI.

"Kita masih menganalisis, kita belum tahu pasti penyanderaan dilakukan oleh siapa, kita sedang mendalami motif penyanderaan apakah ini politik, apakah murni masalah uang seperti di Somalia," kata Luhut ditemui seusai upacara HUT ke-64 Kopassus, di Jakarta, Sabtu.

Kelompok Abu Sayyaf Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menduga, penyanderaan tersebut dilakukan oleh kelompok Abu Sayyaf. "Didalam kapal terdapat sekitar 10 orang. Empat di antaranya disandera sementara enam orang lainnya selamat dan sekarang di amankan di Sabah, Malaysia," kata dia.

Panglima menegaskan, TNI telah mengerahkan KRI Badau dan Slamet Riyadi ke daerah perbatasan Indonesia dengan perairan Malaysia-Filipina untuk menjaga dan mengantisipasi kontak senjata di kawasan itu. Pemerintah Indonesia pun akan menjajaki kerjasama dengan Malaysia dan Filipina terkait keamanan kawasan itu.

Sebelumnya, pada 28 Maret sebanyak 10 WNI yang berada di kapal dengan nama lambung Brama diserang dan diculik oleh kelompok Abu Sayyaf. Pemerintah Filipina menyebut penculik meminta uang tebusan senilai 50 juta peso atau sekitar Rp 14,3 miliar. Hingga kini, 10 WNI yang disandera itu belum bisa dibebaskan.

Mengenai pembebasan 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf sebelumnya, Menko Polhukam mengatakan, proses negosiasi antara perusahaan dan kelompok tersebut masih berjalan dan pemerintah masih menunggu hasilnya.

Pakar hukum internasional Universitas Islam Indonesia (UII), Jawahir Thontowi, mengusulkan agar pembebasan 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina perlu dirundingkan di forum negara-negara ASEAN. "Peristiwa itu memang perlu digaungkan untuk memunculkan simpati bersama negara-negara anggota ASEAN," kata Jawahir.

Ia menilai, kebijakan Pemerintah Filipina yang tidak mengizinkan pasukan militer Indonesia melakukan upaya pembebasan 10 WNI itu merupakan suatu kewajaran sebab hal itu berkaitan dengan kewibawaan serta kedaulatan negaranya. 

Meski begitu, kata dia, masih banyak alternatif lain yang dapat ditempuh Pemerintah Indonesia, yakni dengan membuat isu tersebut sebagai isu bersama negara-negara ASEAN melalui konferensi istimewa. Dengan konferensi istimewa tersebut, dapat dimunculkan prosedur penyelamatan atas kesepakatan bersama.

Anggota Komisi I DPR Syaifullah Tamliha mengatakan, untuk mengantisipasi pembajakan kapal-kapal Indonesia harus ada patroli bersama negara-negara ASEAN. Karena tidak mungkin satu negara terus-menerus mengawal kapal dagang. "Bukan berarti Indonesia tidak sanggup, tapi untuk menghindari kesalapahaman dengan negara ASEAN lainnya," tegasnya.

Terkait 10 ABK Indonesia yang masih disandera Abu Sayyaf, Syaifullah menambahkan, semua upaya diplomasi dan politik sudah dilakukan.

Tapi, Abu Sayyaf belum mau menyerahkan tawanannya. Ia berharap, Filipina dapat membuka ruang untuk TNI masuk dan membantu menangkap Abu Sayyaf karena medan tempur mirip dengan Indonesia.   rep: Lida Puspaningtyas, Mabruroh, Lintar Satria/antara, ed: Heri Ruslan 

Mengantisipasi pembajakan, perlu ada patroli bersama negara- negara ASEAN.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement