Kamis 28 Apr 2016 13:00 WIB

Regulasi Gim Daring Dinilai Mendesak

Red:

JAKARTA -- Ketiadaan regulasi yang tegas terkait gim daring (game online) dinilai menjadi sebab lemahnya pengawasan terhadap anak-anak di warnet. Sebab itu, sebagian pihak menilai mendesak diberlakukannya regulasi nasional terkait gim daring.

"Payung hukum memang harus ada," kata Ketua Masyarakat Telematika Indonesia Rudi Rusdiah kepada Republika, Rabu (27/4). Ia mengatakan, selama ini regulasi pengawasan warnet cenderung dibuat per daerah dan kurang tegas penerapannya.

Ketua Asosiasi Warnet Indonesia itu mengatakan, regulasi terkait video game juga mestinya dibuat menyeluruh, tak hanya untuk gim daring yang dimainkan di warnet. Pasalnya, media yang digunakan anak-anak untuk memainkan gim sudah beragam, seperti di ponsel pintar dan gadget lainnya.

Rudi mengingatkan, anak-anak dan remaja memang menjadi pasar para pengusaha video game di Indonesia. Terlebih, asosiasi video game masih lekat dengan permainan anak-anak. "Pasarnya memang di situ (anak-anak dan remaja). "Nggak mungkin orang tua main gim," kata dia.

Hal itu, menurutnya, membuat keberadaan regulasi kian mendesak. Rudi menyarankan, pemerintah mengadopsi regulasi-regulasi dari negara-negara produsen gim. Ia juga menyarankan regulasi soal gim daring bisa disertakan dalam rancangan peraturan tentang aplikasi over the top (OTT) yang tengah digodok Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

Pengaturan soal video game memang menjadi barang yang lazim di luar negeri. Negara-negara produsen gim seluruhnya memiliki lembaga pemeringkat dan klasifikasi umur untuk produk-produk gim digital.

Di Amerika Serikat, misalnya, ada lembaga Entertainment Software Rating Board (ESRB), di Jepang ada Computer Entertainment Rating Organization (CERO), dan di Uni Eropa berlaku Pan European Game Information (PEGI). Lembaga-lembaga tersebut berwenang melarang gim-gim tertentu dijual dan dimainkan anak-anak.

Selain itu, Korea Selatan dan Cina juga memberlakukan regulasi ketat soal jam bermain gim daring. Pelarangan beredarnya produk-produk gim yang mengandung kekerasan dan seksualitas berlebih juga hal yang lazim dilakukan negara-negara, seperti Australia, Arab Saudi, Brasil, Rusia, dan Malaysia.

Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Ahmad Yani Basuki juga menilai, perlu ada aturan baru agar konten kekerasan dalam gim daring bisa disensor. "Yang pasti, hal-hal yang mengganggu atau bisa menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat harus ada rambu-rambunya. Oleh karena itu, ya kita paham, perkembangan teknologi selalu menuntut antisipasi tentang munculnya aturan baru," kata Ahmad Yani Basuki, kemarin.

Dia menjelaskan, sejauh ini kewenangan LSF dibatasi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman. Namun, LSF bersedia ikut terlibat dalam upaya tersebut bila sudah ada payung hukum yang jelas. Bagaimanapun, ia belum bisa memastikan teknis pelaksanaannya bila nantinya LSF diminta ikut menyortir gim daring.

Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merilis informasi mengenai 15 gim daring yang membahayakan mental anak-anak. Penelusuran Republika menemukan bahwa Point Blank, salah satu yang masuk dalam daftar itu, tergolong sering dimainkan anak-anak di warnet berbagai daerah.

Perilaku anak-anak saat memainkan gim tersebut tampak agresif. Pengucapan kata-kata kotor, gerakan menggebrak-gebrak meja, dan terkadang perusakan fasilitas warnet menjadi pemandangan yang lumrah.

Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) juga menerima banyak aduan orang tua terkait dampak gim daring bagi anak. Sejauh ini, sebanyak 150 keluhan orang tua telah diterima Komnas PA. Tahun ini, ada sebanyak 39 laporan yang masuk.

Menurut Mendikbud Anies Baswedan, lembaganya tengah menyiapkan buku panduan bagi orang tua untuk menyortir gim bagi anak-anak. Selain itu, tengah dilakukan pembicaraan dengan Kemenkominfo mengenai sistem pemeringkatan atas gim-gim yang masuk ke Indonesia.   rep: Fitriyan Zamzami. Hasanul Rizqa, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement