Selasa 29 Nov 2016 13:00 WIB

Suu Kyi, Indonesia, dan Bayi Rohingya yang 'Pergi'

Red:

 

Republika/Rakhmawaty La'lang  

 

 

 

 

 

 

 

 

Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi membatalkan kunjungan kenegaraannya ke Indonesia. Pembatalan ini tak lepas dari eskalasi protes sejumlah elemen masyarakat Tanah Air terhadap kekerasan, yang dilakukan Pemerintah Myanmar terhadap Muslim Rohingya di Negara bagian Rakhine.

Juru bicara urusan luar negeri Pemerintah Myanmar, Kyaw Zaya, menyampaikan salah satu alasan Suu Kyi urung ke Indonesia adalah aksi unjuk rasa yang dilakukan dipusatkan di Jakarta, Jumat pekan lalu. Aksi senada juga terjadi di beberapa daerah.

"Itu berkontribusi pada keputusan Suu Kyi untuk menunda kunjungannya, yang direncanakan pada hari yang sama," ujar Zaya seperti dilansir The Wall Street Journal, Senin (28/11). Pada saat yang sama, tensi di Indonesia dinilai Myanmar semakin meningkat.

Apalagi, Kepolisian Republik Indonesia baru saja menangkap sejumlah teroris, yang diduga terkait dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS). Mereka berencana untuk melancarkan serangan bom di sejumlah gedung di Jakarta, termasuk Kedutaan Besar Myanmar untuk Indonesia.

Kementerian Luar Negeri Indonesia hingga berita ini diturunkan, belum mengonfirmasi perihal pembatalan kunjungan kenegaraan Suu Kyi.

The Wall Street Journal menulis, sejak secara resmi menjabat sebagai pemimpin Myanmar tahun lalu, Suu Kyi mengambil pendekatan penuh kehati-hatian terkait isu Muslim Rohingya. Berbicara di Jepang bulan ini, dia meminta semua harus berdasarkan fakta yang diketahui.

Beberapa peneliti internasional menilai, keheningan Suu Kyi telah berujung pada leluasanya militer Myanmar untuk membombardir perkampungan yang dihuni Muslim Rohingya di Rakhine. Tujuannya adalah memaksa mereka mengungsi ke negara tetangga seperti Bangladesh.

Hingga hari ini, tercatata ribuan Muslim Rohingya telah mengungsi melalui perbatasan Myanmar-Bangladesh. Sementara sebagian lainnya, berada di bawah perlindungan Pemerintah Cina.

Pejabat UNHCR di Cox's Bazar, yaitu John McKissick menuding Myanmar melakukan pembersihan etnis terhadap Muslim Rohingya. Sementara International State Crime Initiative, sebuah pusat penelitian yang berbasis di Queen Mary University of London, menuduh pemerintahan Suu Kyi meniru rezim militer yang lama berkuasa.

Mereka juga menutup telinga terkait dugaan pelanggaran HAM. Kenyataannya, meskipun Suu Kyi merupakan pemegang Hadiah Nobel perdamaian, jalannya pemerintahan menghadapi kendala.

Sejumlah analis menilai, Suu Kyi khawatir jika dia membela Muslim Rohingya, bulan madunya dengan Tatmadwa, sebutan untuk angkatan bersenjata Myanmar, jadi kacau balau. "Ada hubungan simbiosis antara Suu Kyi dan militer. Dia membutuhkan mereka untuk memerintah secara efektif. Sedangkan Tatmadaw, memerlukan Suu Kyi untuk membantu melegitimasi diri ke seluruh dunia," kata Richard Horsey, seorang analis Myanmar di Yangon.

Apabila Suu Kyi melawan Tatmadaw, akan menjadi langkah yang tidak populer. Apalagi, sentimen anti-Muslim yang kuat di Myanmar sedang meningkat.

Sementara itu, Penny Green, director of International State Crime Unit, mengatakan, situasi Muslim Rohingya sekarang identik dengan periode 1977-1978 dan 1991-1992. Ketika itu, ratusan ribu Muslim Rohingya harus mengungsi, meninggalkan Myanmar lantara tindakan represi yang mereka terima.

Kematian bayi

Alam, seorang bayi berusia enam bulan, harus mengakhiri hidupnya karena sakit di tengah pelarian. Alam merupakan anak dari salah seorang pengungsi Muslim Rohingya, yang melarikan diri dari Myanmar menuju Bangladesh.

Alam tewas beberapa jam setelah sampai di kamp pengungsian Leda, dekat Teknaf, pintu masuk ke Cox's Bazar. Daerah itu merupakan wilayah miskin dan padat penduduk, yang telah menjadi rumah bagi lebih dari 230 ribu pengungsi Muslim Rohingya.

Namun, bagi Muslim Rohingya, Bangladesh bukanlah rumah yang menjanjikan. Tidak ada bantuan yang disediakan bagi pengungsi yang baru tiba.

Otoritas Bangladesh khawatir, jika makanan, obat-obatan, dan tempat menetap disediakan di sana, akan ada banyak pengungsi lagi yang datang. Ibu Alam, Nur Begum (22 tahun), menceritakan bagaimana tentara Myanmar membunuh suami dan membakar rumahnya di sana.

Kekerasan yang Nur terima memaksa ia membawa dua orang anaknya untuk mengungsi ke Bangladesh. Nahas, ia harus kehilangan anak bungsunya, Alam.

Sebelum meninggal dunia, Alam menghadapi perjalanan berat selama tiga pekan. Ia hanya diberi sedikit makan dan jatuh sakit karena kelelahan.

"Saya akhirnya mendapat sedikit makanan di kamp dan saya pikir saya bisa memberi makan dia (Alam). Tapi, dia meninggalkan saya sebelum saya memiliki kesempatan untuk memberinya makan," ujar Nur seperti dikutip Mizzima.

Bayinya dimakamkan pada Sabtu (26/11). Alam dimandikan dan dibawa ke pemakaman Muslim Rohingya di bukit dekat kamp pengungsian.

Lebih dari 30 ribu Rohingya meninggalkan rumah mereka di Myanmar sejak awal Oktober. Seluruh pengungsi yang telah sampai di kamp pengungsian di Cox's Bazar dihantui dengan pengalaman buruk pembunuhan dan pemerkosaan oleh tentara Myanmar. Namun, tentara Myanmar membantah tuduhan tersebut.

Pemerintah Myanmar menolak memberikan kewarganegaraan bagi Rohingya. Masyarakat Buddha menyebut minoritas Muslim Rohingya sebagai imigran ilegal dari Bangladesh.

Di sisi lain, Bangladesh juga tidak mengulurkan tangan. Meski masyarakat Cox's Bazar di Bangladesh telah sering berinteraksi dengan Muslim Rohingya, mereka tetap menganggap para pengungsi sebagai kriminal.

Hanya 32 ribu Rohingya yang terdaftar secara resmi sebagai pengungsi di Bangladesh. Sebanyak 200 ribu lainnya dibiarkan tanpa bantuan dari Pemerintah Bangladesh.

Jumlah mereka terus bertambah selama krisis di Myanmar masih terus berlangsung. Untuk mencegah kedatangan pengungsi, Bangladesh memblokade perahu-perahu pengungsi dari perbatasan Myanmar.

"Kami telah menghentikan ratusan perahu sejak pekan lalu," ujar Juru Bicara Penjaga Perbatasan Bangladesh di Teknaf, Abu Russel Siddique.       Oleh Fira Nursya’bani, ed: Muhammad Iqbal 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement