JAKARTA — Pembacaan tuntutan untuk terdakwa kasus penyuapan sengketa pemilukada dan pencucian uang, Akil Mochtar, dijadwalkan Senin (16/6). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, Akil akan dituntut dengan hukuman maksimal, mengingat statusnya sebagai ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ketika pidana yang didakwakan terjadi.
Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, Akil sangat mungkin dituntut dengan hukuman maksimal. "Antara 20 (tahun) sampai seumur hidup," kata Samad, Sabtu (15/6) malam. Tuntutan berat tersebut, mengingat status Akil sebagai penegak hukum.
Samad berujar, kemungkinan perhitungan beratnya tuntutan Akil mengacu pada ragam pasal yang sudah dilanggar oleh mantan politisi Partai Golkar itu. Seperti, pasal-pasal penerimaan gratifikasi, di antaranya Pasal 12c UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Ancaman dari pelanggaran pasal ini, yaitu pidana penjara dari 20 tahun sampai seumur hidup dengan denda Rp 1 miliar. "Jadi kita lihat saja nanti, itu kan sudah ada kisarannya," ujar Samad.
Akil didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menerima Rp 63,315 miliar sebagai hadiah terkait pengurusan sembilan perkara sengketa pemilukada di MK dan Rp 10 miliar dalam bentuk janji untuk satu sengketa pemilukada.
JPU juga mendakwa Akil melakukan pencucian uang dengan menyamarkan harta sebesar Rp 161 miliar pada 2010-2013 dan harta sebanyak Rp 22,21 miliar dari kekayaan periode 1999-2010.
Ketika ditanyai kesiapannya menghadapi sidang tuntutan, Akil tak merasa harus dihukum berat apalagi maksimal. Di mata Akil, seorang hakim yang menerima suap masih lebih baik daripada koruptor penggeruk uang rakyat. "Saya kan cuma terima satu dua sampai tiga miliar. Tidak ada uang negara yang saya rampok," ujar Akil saat usai bersaksi untuk terdakwa Ratu Atut Chosiyah di Pengadilan Tipikor, Kamis (12/6) pekan lalu.
Seumur hidup
Sementara itu, lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak KPK untuk menuntut Akil dengan hukuman penjara seumur hidup. Tuntutan tersebut dinilai pantas, mengingat dakwaan terhadap Akil berlapis.
Koordinator Bidang Hukum dan Peradilan ICW Emerson Yuntho menjelaskan tindakan Akil sebagai hakim konstitusi mencederai proses demokrasi di Indonesia. "Peran serta masyarakat di pemilukada daerah menjadi sia-sia akibat ulah Akil ini," kata Emerson di kantor ICW, Ahad (15/6).
Selain itu, Emerson menjelaskan tindakan Akil ini meruntuhkan kepercayaan publik terhadap MK. Sebelum ditangkapnya Akil, Emerson mengingatkan, hanya ada dua lembaga yang masih dipercaya publik, yakni KPK dan MK.
Tuntutan seumur hidup untuk Akil, menurut Emerson, dapat memberi efek jera dan peringatan kepada semua pimpinan lembaga lain agar tak melakukan hal serupa. Alasan lain yang memberatkan Akil, yakni ia seorang pakar hukum yang seharusnya mengerti hukum.
Mantan hakim Asep Iwan Iriawan mengatakan, tidak ada alasan yang dapat menolak Akil untuk dituntut seumur hidup. Menurutnya, tuntutan seumur hidup untuk terdakwa korupsi bukanlah pertama kali di Indonesia.
Sebelumnya, terdakwa kasus kredit fiktif BNI Andrian Woworuntu dan tiga lainnya, yakni Bambang Sutrisno, Andrian Kiki, dan Hendra Raharjha dalam kasus korupsi BLBI pernah dituntut hukuman penjara seumur hidup.
Mantan hakim yang saat ini memilih bidang akademis itu juga mendesak jaksa penuntut umum menuntut Akil dengan hukuman maksimal. "Itu layak, memang harus malah karena ia seorang penegak hokum, tetapi melakukan korupsi dan pencucian uang dan tidak mengaku pula," ujar Asep.
rep:gilang akbar prambadi/c63 ed: fitriyan zamzami