JAKARTA -- Mantan Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Wafid Muharram membantah ada peran Anas Urbaningrum dalam proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang. Dia mengatakan, tudingan Nazaruddin bahwa ada pertemuan seperti di Chatterbox antara Anas, Machfud Suroso, dan eks Bendahara Demokrat untuk bahas Hambalang tidak pernah terjadi.
Wafid justru mengungkapkan peran seseorang bernama Ibu Pur yang ikut campur dalam pengajuan anggaran tahun jamak untuk proyek Hambalang. "Bu Pur ingin dilibatkan dalam proyek Kemenpora (Kementerian Pemudan dan Olahraga (Kemenpora), dia ingin ikut bantu," ujar Wafid menjawab pertanyaan tim kuasa hukum Anas dalam sidang kasus Hambalang di PN Tipikor Kamis (3/7).
Wafid berujar, ia kenal dengan Bu Pur melalui Lim Rohimah, sekretaris pribadi menpora saat itu, Andi Mallarangeng. Setelah perkenalan itu, diketahuinya Bu Pur memiliki banyak kenalan orang-orang penting di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Direktur Jenderal Keuangan Anny Ratnawati dan Menkeu Agus Matowardojo dikatakan Wafid kenal baik dengan sosok Bu Pur ini. Dari pintu inilah, Andi Mallarangeng, kata Wafid, meminta bantuan kepada Bu Pur. "Bu Pur lalu janji akan bantu untuk ubah anggaran dari tahun tunggal ke tahun jamak," kata Wafid.
Bu Pur alias Sylvia Sholeha adalah istri dari Purnomo D Rahardjo yang tak lain adalah staf Ketua Harian DPP Demokat Syarief Hasan selaku menteri koperasi. Sylvia pun sebelumnya sudah pernah bersaksi dalam kasus Hambalang untuk persidangan dengan terdakwa Deddy Kusdinar pada Desember 2013.
Dalam persidangan tersebut, Bu Pur membantah ikut membantu pengurusan proyek Hambalang. Ia juga menyangkal menerima aliran dana terkait proyek tersebut.
Saat bersaksi pada awal tahun ini, Andi Mallarangeng mengakui pernah disambangi Bu Pur di Kemenpora. Kendati demikian, ia mengatakan kunjungan tersebut tak terkait Hambalang.
Sementara saksi Rania Ayu Seruni selaku eks Supervisor PT Manggala Gelora Perkasa, pengelola kompleks Senayan City, menyangkal dakwaan jaksa soal pertemuan pemenangan Anas di apartemen miliknya. Ia menyatakan, ruang apartemen yang disebut dalam dakwaan JPU KPK itu memiliki luas 240 meter persegi dan menurutnya tidak bisa disesaki oleh ratusan orang. "Sampai saat ini, belum pernah ada (pertemuan dalam satu kamar) yang tampung ratusan (orang)," ujar Rania di Pengadilan Tipikor Jakarta Kamis (3/7).
Anas yang mendapat giliran bertanya kepada saksi langsung menyambar pernyataan Rania dengan pertanyaan seputar logika tempat duduk untuk sebuah pertemuan ratusan orang. Dalam kesempatan ini, Anas menanyakan apakah ada kursi ataupun sofa apartemen yang bisa disewa untuk mengadakan pertemuan besar di dalam ruangan apartemen. "Tidak bisa, itu tidak legal," jawab Rania.
Jawaban Rania ini lalu ditutup Anas dengan pernyataan bahwa dakwaan JPU KPK yang menyebut sebelum kongres PD Mei 2010 ada upaya pengumpulan massa di Apartemen Senayan City tidak terbukti. "Tidak logis ada pertemuan besar di sebuah kamar apartemen," ujarnya.
Sebelumnya, JPU KPK menuding Anas melaksanakan konsolidasi pemenangan di sebuah kamar Apartemen Senayan City untuk merayu para ketua cabang PD memilihnya di kongres PD. Disebutkan JPU KPK, di dalam kamar itu, Anas mengadakan pertemuan dengan 513 DPC.Anas juga mengoreksi pernyataan JPU KPK terkait jumlah DPC. Menurut eks ketum PD ini, peserta kongres saat itu ada 530 DPC. rep:gilang akbar prambadi ed: fitriyan zamzami