Sabtu 05 Jul 2014 13:30 WIB

Vonis Penyuap Akil Diperkuat

Red: operator
Akil Mochtar
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Akil Mochtar

JAKARTA — Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperkuat vonis untuk Bupati Gunung Mas nonaktif Hambit  Bintih. Penyuap mantan ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar itu harus menjalani putusan pen jara empat tahun dan denda Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan.

“Memutuskan bahwa putusan pengadilan negeri dikuatkan,” kata Humas PT DKI Jakarta Ahmad Sobari, di Jakarta, Jumat (4/7). Vonis itu diputuskan pada 12 Juni 2014 oleh Ahmad Sobari selaku ketua majelis hakim dengan anggota Elang Pra koso, Mo chammad Djoko, As’adi al-Ma’ruf, dan Sudiro.

Sobari mengatakan, Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi ( PN Tipikor) Jakarta sudah memutuskan perkara itu dengan pertimbangan yang benar. “Alasan putusan dikuatkan adalah pertimbangan pengadilan negeri tepat dan benar,” ujarnya.

Hambit merupakan bupati terpilih  Kabupaten Gunung Mas yang diusung Partai Demokrasi Indonesia  Perjuangan. Pada 27 Maret 2014, PN Tipikor Jakarta memutuskan Hambit bersalah  menyuap Akil sebesar Rp 3 miliar berdasarkan dakwaan pertama dari Pasal 6 Ayat 1 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Uang Rp 3 miliar memang belum dipegang langsung oleh Akil karena petugas KPK sudah menangkap Akil.

Namun, hakim PN Tipikor menilai sudah ada perbuatan memberikan uang suap kepada Akil selaku hakim.

Apalagi, KPK juga menangkap Cornelis Nalau dan anggota Komisi II DPR Chairun Nisa yang datang ke rumah Akil pada 2 Oktober 2013. Cornelis adalah keponakan Hambit sekaligus bendahara tim sukses Hambit.

Pemberian uang tersebut dilakukan untuk memengaruhi perkara permohonan gugatan Pemilihan Kepala Umum Daerah (Pemilukada) Kabupaten Gunung Mas. Perkara itu diajukan oleh dua pasang calon bupati Gunung Mas, yaitu Jaya Samaya Monong-Daldin dan Afridel Jinu-Ude Arnold Pisy.

Hambit memberikan uang agar Akil menolak perkara itu sehingga ia dan Arton S Dohong tetap dinyatakan sebagai pemenang, seperti dalam putus an Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Gunung Mas. Terkait perkara ini, Akil sudah divonis penjara seumur hidup pada Senin (30/6).

Tidak hanya Pemilukada Gunung Mas, Akil terbukti menerima hadiah terkait pengurusan sembilan sengketa pemilukada di MK dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). KPK juga sudah menyatakan akan banding atas vonis terhadap Akil.

Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mengatakan, jaksa ingin banding agar hukuman tambahan diterima. Hakim PN Tipikor Jakarta tidak mengabulkan tuntutan jaksa agar mencabut hak memilih dan memilih dalam pemilihan umum.

KPK juga ingin mengajukan banding ditolaknya dakwaan terkait kasus pengurusan sengketa Pemilukada Lam pung Selatan. “Ya, yang ditolak majelis kita banding, yang kasus Lampung (Selatan) ditolak, semua yang ditolak kita bandinglah,” kata Pandu.

Dari enam dakwaan, salah satu perbuatan yang didakwakan, yakni Akil menerima Rp 500 juta sebagai suap dari pasangan Bupati Lampung Selatan terpilih, Rycko Menoza dan Eki Setyanto. Ketua Jaksa Penuntut Umum KPK Pulung Rinandoro menya takan, sejumlah hal yang akan dijadikan memori banding, misalnya terkait Pemilukada Lampung Selatan dan uang Rp 35 miliar yang menurut hakim dititipkan ke Muhtar Ependy sehingga bukan termasuk TPPU.

“Kami coba untuk meramu, membuat analisis kita untuk mengajukan banding.” antara ed: ratna puspita

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement