Senin 04 Aug 2014 13:00 WIB

Vonis Koruptor Dinilai Belum Maksimal

Red:

JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai putusan akhir atau vonis yang dijatuhkan pengadilan terhadap terdakwa korupsi belum maksimal. Apalagi, terdakwa korupsi belum jera atas putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), pengadilan tinggi (PT), dan putusan di Mahkamah Agung (MA).

''Sejauh ini putusan belum menimbulkan efek jera terhadap koruptor. Jauh berbeda dengan terdakwa pidana umum yang dihukum selalu maksimal,'' kata Koordinator bidang Hukum dan Peradilan ICW Emerson Yuntho di kantor ICW, Ahad, (3/8).

Untuk itu, dengan vonis rendah yang dijatuhkan kepada terdakwa korupsi, Emerson mengatakan, ICW akan memberikan rekomendasi agar MA dan Komisi Yudisial (KY) memperbaiki kinerja dan fungsi pengawasannya. ICW juga akan memberikan masukan dan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pemberantasan korupsi agar tercapai efek jera.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Rosa Panggabean/ANTARAFOTO

Koordinator Div. Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Emerson Yuntho (kanan) dan Angota Div. Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Aradila Caesar memberi keterangan dalam konferensi pers trend korupsi semester I tahun 2014 di Kantor ICW, J

 

Setelah mengumpulkan data perkara korupsi yang diputus pengadilan tingkat pertama di tipikor dan banding di PT, serta kasasi dan peninjaun kembali di MA, Emerson mengatakan, ICW membagi tingkat putusan ke dalam tiga katagori.

Pertama, vonis ringan yang dihukum satu tahun sampai empat tahun. Kedua, vonis sedang yang dihukum empat sampai 10 tahun. Ketiga, vonis berat yang dijatuhkan hakim tipikor lebih dari 10 tahun pidana penjara.

Menurut Emerson, kategori pidana ringan didasarkan pada pertimbangan hukuman minimal penjara ada dalam Pasal 3 UU Tipikor adalah empat tahun penjara. Maka, hukuman empat tahun ke bawah masuk katagori ringan. Sedangkan, vonis yang masuk katagori sedang, ganjaran hukumannya adalah empat sampai 10 tahun penjara.

''Sementara, vonis berat adalah kasus korupsi yang divonis di atas 10 tahun penjara dengan maksimal hukuman seumur hidup,'' katanya.

Beberapa terpidana kasus korupsi kini telah dijatuhi hukuman penjara. Misalnya, Angelina Sondakh yang telah divonis kasasi oleh MA selama 12 tahun. Sebelumnya, mantan putri Indonesia ini divonis hanya 4,5 tahun penjara di Pengadilan Tipikor.

Lalu, Muhammad Nazaruddin, juga salah satu koruptor yang vonisnya di tingkat Pengadilan Tipikor hanya empat tahun 10 bulan dan denda Rp 200 juta. Namun, di tingkat kasasi, majelis hakim yang dipimpin Artidjo Alkostar menjatuhkan pidana selama tujuh tahun dan denda Rp 300 juta kepada Nazaruddin.

ICW mencatat, pada semester I 2014 ada 210 perkara korupsi dengan 261 terdakwa yang telah divonis pengadilan tipikor, PT, dan MA. Dari tiga lembaga pengadilan itu, pengadilan tipikor yang paling banyak mengadili terdakwa korupsi. ''Pengadilan tipikor sebanyak 158 terdakwa, pengadilan tinggi 81 terdakwa, dan Mahkamah Agung sebanyak 22 terdakwa,'' kata Emerson.

Emerson mengatakan, nilai kerugian negara yang timbul dari 210 perkara korupsi sekitar Rp 3,863 trliun dan 49 juta dolar yang berhasil dikembalikan kepada negara. Sementara, uang suap yang berhasil dikembalikan totalnya mencapai Rp 64,15 miliar. Dengan jumlah 261 terdakwa perkara korupsi yang berhasil dipantau ICW, menurutnya, mayoritas terdakwa atau sebanyak 242 orang (92,7 persen) divonis bersalah, 19 terdakwa (7,27 persen) dinyatakan bebas/lepas. 

ICW memantau, pada semester I 2014 sebanyak 195 terdakwa dihukum dalam rentang satu hingga empat tahun atau masuk katagori vonis ringan. Sementara, dari 43 terdakwa divonis sedang dan hanya empat terdakwa yang divonis berat oleh hakim tipikor. rep: c62 ed: andi nur aminah

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement