Senin 01 Sep 2014 13:00 WIB

Pembebasan Hartati Ditentang

Red:

JAKARTA - Terpidana kasus suap Bupati Buol, Hartati Murdaya, mendapatkan pembebasan bersyarat dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun mengkritik keputusan pemerintah tersebut.

Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja berpendapat pemerintah tidak satu visi dengan KPK dalam memberantas korupsi karena memberikan pembebasan bersyarat untuk Hartati. Apalagi, pembebasan bersyarat itu diberikan tanpa sepengetahuan KPK. "Sepertinya visi pemberantasan korupsi antara KPK dan pemerintah tidak sejalan," kata dia, Ahad (31/8).

Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mengatakan, pembebasan bersyarat untuk Hartati merugikan penegak hukum yang menuntutnya, yaitu KPK. "KPK kena imbasnya," ujar dia.

Menurut Emerson, pembebasan bersyarat untuk Hartati dapat menjadi cermin buruknya upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan penegak hukum di Indonesia. Padahal, penegak hukum sedang gencar-gencarnya menjebloskan tersangka korupsi ke penjara. "Pemerintah malah berlomba membebaskan koruptor," ujar dia.

Emerson juga menilai ada kejanggalan pada pembebasan bersyarat Hartati. Bahkan, dia berpendapat, pembebasan bersyarat tersebut melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Menurut Emerson, Hartati belum memenuhi persyaratan pembebasan bersyarat seperti yang termuat dalam Pasal 43 ayat 1 huruf (a) dan (b). Salah satu syarat yang termuat dalam aturan itu, kata dia, terpidana harus menjadi justice collaborator (JC) atau pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap kasus korupsi lainnya. "Memenuhi JC saja tidak. Hartati tidak pernah mendapatkan pengakuan sebagai JC," ujar dia.

Emerson juga mengkritik pembebasan bersyarat untuk Hartati yang tidak disertai rekomendasi dari KPK. Karena itu, dia mendesak Kemenkumham mencabut pembebasan bersyarat untuk Hartati. "Pembebasan bersyarat untuk Hartati cacat hukum," kata dia.

Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Hadoyo Sudrajat mengatakan, pemberian pembebasan bersyarat untuk Hartati telah melalui prosesur sidang secara hierarki. "Dari lapas (lembaga pemasyarakatan), Kanwil Kemenkumham, dan Ditjen Pas," kata dia.

Dia juga membantah ada kejanggalan dalam pemberian pembebasan bersyarat tersebut. Dia menjelaskan, Hartati mendapatkan pembebasan bersyarat karena sudah memenuhi syarat administratif.

Secara substantif, dia menjelaskan, Hartati juga sudah menjalani dua per tiga masa pidana. Sehingga, Hartati berhak mendapatkan remisi dan asimilasi atau pembebasan bersyarat.

Apalagi, kata Hadoyo, ada rekomendasi dari dokter bahwa Hartati memiliki penyakit yang harus mendapatkan pengobatan minimal satu kali setiap pekan. "Juga, usia mendekati kelompok rentan," kata dia.

Hartati adalah pemimpin Central Cakra Murdaya atau Berca Group. Pada 2008, majalah Forbes menempatkan dia pada peringkat ke-13 orang terkaya di Indonesia. Perusahaan milik Hartati bergerak di bidang produksi sepatu, proyek pembangkit listrik tenaga gas dan uap, properti, perkayuan, agroindustri, dan kontraktor listrik.

Dia juga membuka kebun kelapa sawit PT Hardaya Inti Plantations di lahan seluas 70 ribu hektare di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah. Usaha inilah yang membuat Hartati harus berurusan dengan KPK. Dia terlibat suap pengurusan sertifikat hak guna usaha perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Buol.

Jaksa KPK menuntut Hartati lima tahun penjara dalam kasus tersebut. Namun, hakim memvonisnya dua tahun delapan bulan penjara pada Februari 2013. rep:c62 ed: ratna puspita

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement