Kamis 04 Sep 2014 12:00 WIB

Berkas Guru JIS Siap Dilimpahkan

Red:

JAKARTA — Polda Metro Jaya segera melimpahkan berkas berita acara pemeriksaan (BAP) dua guru Jakarta International School (JIS) ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. Sebelumnya, Kejati DKI mengembalikan berkas perkara tersebut ke Mapolda karena dinilai kurang lengkap.

"Kami sudah melengkapi berkas kedua tersangka guru JIS sesuai dengan petunjuk kejaksaan," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Rikwanto di Jakarta, Rabu (3/9). Rikwanto mengatakan, penyidik Polda Metro Jaya akan melimpahkan berkas BAP tersangka NB, warga negara Kanada, dan FT, warga negara Indonesia, awal pekan depan. Polisi melengkapi berkas kedua guru sekolah bertaraf internasional itu dengan meminta keterangan tiga saksi.

Ketiga saksi itu merupakan staf dan guru JIS berkaitan dengan kebijakan, peraturan, dan proses belajar, termasuk pendampingan terhadap murid taman kanak-kanak di sekolah itu. "Kasus JIS, minggu lalu P19 dari kejaksaan. Ada beberapa hal yang perlu ditambahkan, seperti pemeriksaan kembali saksi-saksi yang sudah ada untuk menambah beberapa keterangan," kata Rikwanto.

Kedua tersangka diduga terlibat pelecehan dan kekerasan seksual terhadap salah satu murid TK JIS berinisial D dan AL. Selain NB dan FT, polisi juga menetapkan lima orang tersangka petugas kebersihan di JIS berstatus tenaga alih daya PT ISS Indonesia. Kelima tersangka yang sudah menjalani persidangan itu, yakni Awan, Agun, Syahrial, Zainal, dan Afriska.

Lanjutan sidang

Sidang tertutup menyangkut kasus kekerasan seksual yang dilakukan lima terdakwa kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kemarin. Kuasa hukum para terdakwa  membacakan eksepsi atau nota keberatan dari terdakwa dalam persidangan kemarin.

Tim kuasa hukum terdakwa Agun Iskandar dan Virgiawan, Patra M Zen, mengatakan, dalam pembacaan eksepsi, pihaknya membacakan dua pokok keberatan yang disampaikan kepada Majelis Hakim.

Keberatan pertama terkait dengan surat dakwaan yang disusun berdasarkan proses penyidikan yang menurut Patra melanggar hak asasi manusia. Ia mengatakan, para terdakwa mengakui pada saat penyidikan mereka disiksa, dipukuli, bahkan ditodong pistol.

"Terkait dengan itu, kami mohon kepada DPR, Kompolnas, dan instansi terkait untuk membentuk tim pencari fakta. Apakah pengakuan dari para terdakwa benar apa adanya," ungkap Patra M Zen di gedung PN Jakarta Selatan.

Menurutnya, tugas tim pencari fakta adalah membuktikan keterangan para terdakwa. Kemudian, tim pencari fakta juga ditugasi menyelidiki fakta di balik tewasnya salah satu tersangka, Azwar, saat ditahan di Rutan Polda Metro Jaya.

Keberatan yang kedua, menurut Patra, didasari rekam medis tidak ada satu pun yang menyatakan anak korban mengalami transfer seksual, penyakit karena adanya hubungan seksual. Artinya, tidak terjadi sodomi seperti yang didakwakan.

Anggota tim kuasa hukum lainnya, Saut Rajagukguk, mengatakan, pihaknya mempunyai dokumen kesehatan terhadap kliennya. Dokumen itu menunjukkan bahwa terdakwa tak mengidap herpes kelamin.

Selain itu, Saut mengatakan, pada 27 Maret 2014, ibu korban memeriksakan korban ke RS Pondok Indah. Hasilnya, tidak terdapat luka-luka berdasarkan hasil anaskopi. "Kesimpulannya dakwaan tentang peristiwa sodomi dalam dakwaan tidak pernah terjadi karena si anak bukan korban sodomi," ujarnya. rep:c82/c75 ed: fitriyan zamzami

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement