JAKARTA -- Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Kemenkumham Mualimin Abdi menyatakan Pasal 69 Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) telah memberikan jaminan perlindungan dan kepastian hukum. Ketentuan yang isinya tidak mewajibkan membuktikan tindak pidana asalnya justru menegaskan bukanlah aksesoris.
"Sehingga, penuntutannya dapat berdiri sendiri tanpa menunggu tindak pidana asalnya. Ketika terdakwa tidak dapat membuktikan asalnya sumber penghasilannya dalam patut diduga, maka bahwa kekayaannya hasil tindak pidana korupsi," kata Mualimin saat membacakan jawaban pemerintah atas pengujian UU TPPU yang dimohonkan mantan ketua MK Akil Mochtar, di Mahkamah Kontitusi Jakarta, Senin (22/9).
Menurut dia, adanya aturan tersebut juga melindungi kehormatan martabat harta benda di bawah kekuasaan si pelaku. Sehingga ada rasa aman sebagai antisipasi adanya transaksi dan mencegah kejahahatan TPPU.
Sedangkan pihak DPR yang diwakili anggota Komisi III DPR, Harry Wicaksono, mengatakan ketentuan tersebut justru untuk menjangkau akibat tindakan pidana kemungkinan dilakukan dengan kesengajaan. Harry mengatakan, ketentuan ini bertujuan untuk menelusuri jejak uang hasil kejahatan dan metode ini adalah untuk menyeret seseorang ke pengadilan atas tuduhan transaksi mencurigakan .
"Dalil pemohon, adanya pasal 69 mengakibatkan pemohon dipidana yang sebenarnya TPPU belum terbukti ini melanggar asas praduga tak bersalah (dihukum sebelum diadili) keliru. Tindak pidana asal tidak harus dibuktikan, tapi pengadilan yang berwenang mengadili tindak pidana," kata Harry.
Sedangkan, terkait posisi jaksa penuntut umum KPK dalam menyidik dan menutut perkara TPPU serta tindak pidana asal, itu sudah memenuhi legal rasio di pengadilan tipikor. Harry menegaskan, tidak benar jika jaksa KPK tidak memiliki kewenangan untuk menuntut, mengingat jaksa di KPK merupakan bagian dari Kejaksaan Agung.
Akil menguji UU TPPU ini dengan mempersoalkan kewenangan penyidikan, penuntutan, dan penyitaan harta kekayaan dari tindak pidana pencucian uang. Akil merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan atau berpotensi dirugikan. Seperti diketahui, Akil Mochtar sudah divonis seumur hidup oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta karena tersangkut dugaan suap sengketa pilkada di MK dan dugaan TPPU. antara ed: muhammad hafil