JAKARTA -- Menjelang sidang kasus suap proyek rekonstruksi tanggul laut (talut) Kabupaten Biak Numfor, Papua, pada Senin (22/9), terdakwa Teddy Renyut meminta sejumlah saksi kunci dihadirkan. Salah satunya adalah Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Helmi Faishal Zaini.
"Kami mengusulkan Menteri PDT Helmy Faishal Zaini dan juga Sabillillah Ardi untuk diperiksa di pengadilan," ujar kuasa hukum Teddy, Effendy Saman, di Pengadilan Tipikor, kemarin. Selain itu, mereka juga meminta staf khusus Menteri PDT Sabillilah Ardie bersaksi.
Kehadiran Helmy dan staf khususnya, Sabillillah, menurut Effendy, berguna untuk meluruskan dugaan uang pelicin yang kerap harus diberikan ke Kementerian PDT. Uang pelicin itu disebut-sebut memang harus diberikan agar mempermudah pihak manapun menembuskan proyek. "Tapi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK belum bisa memastikan," kata Effendy.
Sebelumnya, JPU KPK mendakwa Teddy menyuap Yesaya Sombuk setara Rp 947,3 juta. Suap ini dilakukan agar Teddy dapat mengerjakan proyek rekonstruksi tanggul laut oleh Kementerian PDT tahun anggaran 2014. Dalam persidangan sebelumnya, sejumlah nama disebut-sebut menerima uang miliaran rupiah sebagai ijon melaksanakan proyek di daerah tertinggal, termasuk para petinggi penting di Kementerian PDT.
Staf Khusus Menteri PDT Sabilillah Ardi berhasil didatangkan sebagai saksi, kemarin. Dalam kesaksiannya, Sabi mengaku pernah menerima uang sebesar Rp 290 juta dari Teddy. "Saya pinjam untuk bayar pembayaran tiket perjalanan dinas ke luar negeri teman-teman," ujar dia di depan majelis hakim Pengadilan Tipikor.
Ardi mengatakan, perjalanan dinas ke Maroko, Yunani, dan Prancis itu dilakukan oleh staf ahli menteri selain dia, yaitu Rasta Wiguna dan Marwan Dasopang. Namun, dia membantah bawa uang tersebut juga termasuk untuk membayar biaya dinas menteri PDT Helmy Faishal Zaini. "Pak Menteri sudah berangkat duluan, jadi tidak pakai (menggunakan uang pinjaman)," ujarnya.
Sabi menegaskan, uang yang ia pinjam ini akan ia kembalikan sesuai dengan ijab utang-piutang antara ia dan Teddy. Diketahui pula, dari kesaksiannya mereka yang ikut pelesir ke luar negeri untuk dinas tersebut adalah para politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Bupati Biak Numfor Yesaya Sombuk juga menjalani sidang pemeriksaan terdakwa, kemarin.
"Saya mengaku bersalah," kata Yesaya di depan majelis hakim.
Yesaya menjawab bahwa ia khilaf menerima suap dari Direktur PT Papua Indah Perkasa Teddy Renyut. Di berujar, menerima pemberian Teddy Juni lalu karena ia merasa terpaksa. "Saya terlilit utang, jadi saya kasih proyek itu ke Teddy supaya dapat (uang) untuk bayar utang," kata Yesaya.
Kasus suap yang menjerat Bupati Biak Numfor, Papua, nonaktif Yesaya Sombuk mengundang kekhawatiran majelis hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Mereka miris dengan polah Yesaya yang baru menjabat sebagai bupati selama lima bulan, tapi sudah berulah korup.
Atas pengakuan itu, majelis hakim pun meminta Yesaya untuk memberikan penjelasan dan permohonan maaf kepada warga Papua. rep:gilang akbar prambadi ed: fitriyan zamzami