SEMANGGI -- Budayawan Sitok Srengenge yang diduga melakukan kejahatan seksual terhadap mahasiswa Universitas Indonesia, RW, ditetapkan sebagai tersangka. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Heru Pranoto mengatakan, penetapan tersebut setelah dilakukan gelar perkara, Ahad (5/10).
"Setelah meminta keterangan sebelas saksi termasuk korban dan saksi ahli yang kompeten untuk beri pandangan serta alat bukti sudah terpenuhi, polisi menemukan bukti formula yang cukup untuk menetapkan SS sebagai tersangka," kata Heru di Mapolda Metro Jaya, Senin (6/10).
Heru mengatakan, SS diduga telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan, persetubuhan dengan wanita di luar nikah dan persetubuhan dalam keadaan tidak berdaya. Atas perbuatannya, tersangka akan dikenakan Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan, Pasal 286 KUHP tentang kejahatan terhadap kesusilaan, Pasal 294 Ayat 2 KUHP tentang pencabulan dengan ancaman penjara lima tahun ke atas.
Penyidik pun segera akan melakukan pemanggilan untuk memeriksa tersangka. "Hari ini dikirim surat panggilan, tiga hari harus datang," ujarnya. Mengenai akan ditahan atau tidaknya tersangka, Heru mengatakan, penyidik masih harus mempertimbangkan sejumlah hal terlebih dahulu.
Heru menjelaskan, untuk unsur objektif, tersangka memang sudah memenuhi persyaratan untuk ditahan karena ancaman hukuman yang akan diterima, yaitu tujuh dan sembilan tahun penjara. "Kalau unsur subjektif patut dan perlu nggak penahanan, akan dipertimbangan dari keterangan tersangka," kata Heru.
Didampingi oleh pengacaranya, Iwan Pangka, RW melaporkan Sitok ke Polda Metro Jaya pada 29 November 2013 lalu. Korban melaporkan Sitok dengan jeratan Pasal 355 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dan tercatat dalam Laporan Polisi Nomor LP/4245/XI/2013/PMJ/Direskrimum.
Kejadian tersebut dilaporkan pertama kali terjadi pada Maret 2013 di kamar kos milik SS di Jalan Ketapang, Pejaten, Jakarta Selatan. Bayi yang dikandung RW dari perbuatan itu lahir pada 31 Januari 2014.
Mengenai alasan lamanya proses penetapan tersangka, Heru mengatakan, hal tersebut disebabkan ada beberapa hal yang memerlukan keterangan dari saksi ahli dan pihak berkompeten. "Untuk memberikan pandangan dan masukan, khususnya unsur kalimat 'nggak berdaya'," kata Heru. Saksi ahli yang dihadirkan, yaitu ahli kriminologi, tiga orang ahli hukum pidana termasuk ahli hukum perspektif perempuan, ahli psikologi, ahli psikiater, dan ahli antropologi.
Dalam sejumlah kesempatan, Sitok menyatakan siap mempertanggungjawabkan perbuatannya terhadap RW. Kendati demikian, ia menyangkal bahwa perbuatan dengan RW ia lakukan dengan cara memaksa.
Sitok juga menyangkal mencekoki RW dengan minuman keras sebelum melakukan hubungan seksual. "Di kamar kos ada miras, tapi tidak diberi miras. Nanti biar ada pembuktiannya dari kepolisian," ucap Sitok dalam keterangannya pada Desember 2013 lalu.
Gunung es
Akademisi Pusat Kajian Gender dan Seksualitas Universitas Indonesia (UI) Sari Damar Ratri mengatakan, penetapan Sitok Srengenge menjadi tersangka hanya sebuah keberhasilan kecil dari penegakan hukum kasus pemerkosaan di Indonesia. Sari mengatakan, kasus pemerkosaan di Indonesia seperti gunung es. "Ya oke satu kasus mulai diem, tapi gimana dengan kasus lain," kata Sari saat ditemui di Fakutas Ilmu Sosial dan Politik UI, Depok, kemarin.
Menurut Sari, penetapan Sitok sebagai tersangka tidak terlepas dari desakan masyarakat di media sosial. Sementara, banyak kasus pidana seksual lainnya yang tak diproses hukum. "Kenapa banyak kasus, pemerkosaan banyak yang tak terungkap? Karena, korbannya tidak mau diekspose," tambah Sari. Menurut dia, seharusnya kasus RW menjadi contoh untuk kasus-kasus eksploitasi seksual yang lain. Ia berharap polisi tidak tebang pilih menindak pelaku pemerkosaan. "Tidak perlu harus ada tekanan sosial dulu," kata Sari. rep:c82/c74 ed: fitriyan zamzami