JAKARTA -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah membuat rancangan agar pemilihan kepala daerah melalui DPRD tidak memunculkan praktik korupsi.
Lem baga antikorupsi ini melibatkan semua lembaga dan masyarakat sipil untuk bisa mencegah dini terjadinya transaksi uang untuk memenangkan salah satu pasangan.
"Semua kita libatkan, stakeholder-nya yang sudah kami libatkan adalah masyarakat sipil setempat.Kami sebentar lagi akan keliling ke daerah-daerah," kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas kepada Republika, Jumat (10//10).
Selain itu, kata Busyro, nantinya KPK juga akan melibatkan kampus dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang antikorupsi. Mereka diarahkan untuk dapat mendeteksi dini tindakan korupsi yang dilakukan DPRD menjelang pemilihan. "Untuk itu, mereka akan kita undang," ujarnya.
Menurut Busyro, selain memperkuat melalui lembaga dan masya rakat sipil, KPK juga sudah membuat konsep agar kader partai politik yang sudah duduk di parlemen pusat maupun daerah tidak mencari-cari akal untuk memanfaatkan celah korupsi. "Berkaitan dengan pilkada di DPRD, APBD kami rancang bersama dengan BPKP seluruh Indonesia. Nantinya, APBD itu kita letakkan dalam strategi konsep berbasis demografi dan transparansi."
Busyro melanjutkan, KPK juga sudah membentuk satuan tugas khusus untuk menangani korupsi di pemilihan kepala daerah melalui DPRD. "Satgasnya sudah ada. Di KPK sudah ada satgas minerba, pendidikan, migas, pajak juga ada," katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menilai, pemilihan kepala daerah melalui DPRD berpotensi terjadinya korupsi yang sistematis jika kredibilitas partai politik buruk. "Dalam pemilihan tidak langsung, jenis korupsi yang dilakukan oleh anggota parlemen akan sangat sistematis dan berkarakter greedy corruption serta bahkan corruption by system," ujar Bambang melalui pesan singkat, Kamis (25/9).
Bambang mengatakan, dampak korupsi itu dapat terjadi secara struk tural karena nilai korupsinya diperkirakan sangat besar. Akibatnya, kata Bambang, pilkada melalui DPRD dapat `menjarah' dana APBN dan APBD serta merusak kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Meski demikian, kata Bambang, belum tentu dengan pemilihan langsung tidak ada permainan politik uang. Jika dalam pilkada tidak langsung pelaku politik uang merupakan partai politik, dalam pilkada langsung pelaku politik uang adalah pemilih yang menerima iming-iming uang yang tidak besar dari parpol.
"Dalam pemilu langsung, pelakunya adalah pemilih. Namun, jenis korupsinya diduga hanya yang bersifat petty corruption atau korupsi untuk urusan sekitar perut hari itu saja," kata Bambang. rep:c62, ed: muhammad hafil