Rabu 23 Sep 2015 13:00 WIB
Pasal Kretek

Semua Fraksi Legawa Pasal Kretek

Red:
Rokok kretek
Foto: Antara
Rokok kretek

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Legislasi (Baleg) DPR sudah menyetujui draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Kebudayaan yang diusulkan komisi X. Dalam draf RUU itu, masuk satu pasal soal tembakau. Tepatnya di Pasal 37 yang berisi bahwa kretek merupakan warisan budaya bangsa Indonesia.

Draf RUU Kebudayaan ini akan diajukan di rapat paripurna DPR pekan depan. Wakil Ketua Baleg Totok Daryanto mengatakan, dalam pembahasan di internal Baleg tidak ada penolakan dari semua fraksi terhadap munculnya pasal kretek ini.

Totok memberi catatan bahwa Pasal 37 hanya menyebutkan mengenai identitas kretek sebagai warisan cagar budaya. Tidak mengatur tentang tembakau. "Di baleg tidak ada yang keberatan karena memang kretek itu salah satu cagar budaya juga," kata Totok pada Republika, Selasa (22/9).

Dia mengungkapkan, tembakau atau soal peredaran dan perlindungan masyarakat terhadap tembakau akan diatur dalam undang-undang lain. Misalnya saja, UU tentang Pertembakauan yang juga masuk program legislasi nasional (prolegnas).

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengatakan, pasal kretek sebagai warisan cagar budaya beda dengan tembakau yang akan dibahas dalam RUU Pertembakauan. Di RUU Kebudayaan ini, kretek ditempatkan sebagai hasil kebudayaan.

Meski demikian, Totok mengakui akan ada konsekuensi jika pasal kretek sebagai warisan cagar budaya Indonesia ini disahkan. Salah satunya adalah keberadaan kretek akan dilindungi dan dilestarikan.

Tak hanya itu, sangat mungkin tembakau sebagai bahan baku kretek akan diperbanyak di Indonesia. Dengan kata lain, produksi rokok akan semakin banyak. Menurut Totok, hal itu tidak masalah mengingat Indonesia masih mengimpor tembakau. Kalau diperbanyak justru akan lebih bagus untuk ekonomi nasional.

"Ya, ada konsekuensinya, tapi sekarang kita impor tembakau, kalau sekarang tembakau itu juga impor kan lebih bagus (dilestarikan)," imbuh dia.

Dalam pengalaman pengajuan draf RUU di rapat paripurna, imbuh Totok biasanya tidak pernah ada penolakan. Sebab, proses untuk menjadi sebuah UU masih panjang. Setelah disetujui rapat paripurna sebagai draf RUU inisiatif DPR, akan diserahkan ke Badan Musyawarah (Bamus).

Dari Bamus akan diserahkan ke panitia khusus (pansus) untuk pembahasan lintas komisi atau panitia kerja untuk diserahkan di komisi. Kemungkinan, draf RUU ini akan diserahkan ke komisi X untuk dilakukan pemahasan. Jadi, draf ini sangat mungkin masih bisa diubah dari draf awalnya menjadi UU yang disetujui dengan pemerintah.

"Draf ini belum final, hanya final sebagai draf, setelah itu baru pembahasan dengan pemerintah, nanti masih banyak yang bisa diubah, kan masih panjang," tegas dia.

Dewan Penasehat Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Kartono Muhamad mempertanyakan adanya pasal kretek pada RUU Kebudayaan. "Mengapa kretek? Mengapa bukan klembak menyan atau makan sirih yang masuk ke dalam RUU Kebudayaan?" tanya Kartono pada sebuah acara pengembangan kapasitas tenaga ahli DPR di Jakarta, Senin (21/9).

Dia pun menilai, penyelundupan pasal kretek tak lepas dari kepentingan industri. Menurutnya, industri rokok asing kerap mengintervensi terhadap penyusunan regulasi pengendalian tembakau di Indonesia sejak 1990-an. "Industri rokok internasional bersatu untuk memengaruhi pemerintah negara-negara berkembang yang berupaya membatasi konsumsi rokok," katanya.

Kartono mengatakan dalam memengaruhi pemerintah, industri rokok asing selalu menggunakan petani, kegiatan sponsor dan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai tameng. Upaya industri rokok asing untuk memengaruhi Pemerintah Indonesia berhasil membatalkan pasal yang menyebutkan nikotin sebagai zat adiktif dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. n antara ed: a syalaby ichsan

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement