Jumat 23 Oct 2015 12:00 WIB

Margriet Didakwa Bunuh Angeline

Red: operator
Terdakwa kasus pembunuhan Engeline, Margriet Megawe (tengah) menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, Kamis (22/10).
Foto: Antara/Panji Anggoro
Terdakwa kasus pembunuhan Engeline, Margriet Megawe (tengah) menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, Kamis (22/10).

REPUBLIKA.CO.ID,Margriet Didakwa Bunuh Angeline

Pengacara Margriet menilai penyidik tidak bisa menemukan motif atas tuduhan pembunuhan berencana.

DENPASAR--Terdakwa kasus penelantaran dan pembunuhan anak, Margriet Christina Megawe, akhirnya menjalani sidang perdana kasus pembunuhan anak angkatnya, Engeline Margriet Megawe (Angeline), di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (22/10). Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Margriet melakukan pembunuhan berencana terhadap Angeline.

Tim JPU dari Kejaksaan Negeri Denpasar yang terdiri atas Purwaka Sudarmadji, Suasti, dan Subkhan membacakan surat dakwaan secara bergantian. Jaksa mendakwa Margriet dengan pasal berlapis, yakni Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana, Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, dan Pasal 76 C juncto Pasal 80 Ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Anak. Sepanjang tim JPU membacakan surat dakwaan, Margriet mendengarkan dengan baik sembari menggeleng-gelengkan kepala. 

 "Pada 15 Mei 2015, terdakwa memukul korban di kamarnya. Kedua hidung korban mengeluarkan darah. Pada 16 Mei 2015, terdakwa melakukan penghilangan nyawa korban. Terdakwa memukul wajah korban, menjambak rambutnya, dan membenturkan kepala korban beberapa kali ke dinding hingga terkulai lemas," kata jaksa Purwaka di persidangan, Kamis (22/10).

Margriet juga menggeleng-gelengkan kepala ketika jaksa menyatakan bahwa ia menyulut sebatang rokok ke punggung kanan Angeline. Wanita kelahiran Kalimantan Timur, 3 Maret 1955, itu juga tidak terima dikatakan memerintahkan Agus Tai Hamdamai yang saat itu berstatus pembantu rumah tangga untuk memerkosa Angeline sebelum dikubur.

Dalam surat dakwaan JPU juga dipaparkan hasil autopsi yang menguatkan tuduhan penelantaran anak oleh Margriet. Jaksa menyampaikan bahwa hasil autopsi tim forensik Rumah Sakit Sanglah membuktikan bahwa Angeline semasa hidupnya mengalami kekurangan gizi. Salah satu buktinya adalah lapisan lemak yang ditemukan hanya setebal 0,2 cm di dada dan 0,5 cm di bagian perut.

"Terdakwa tak memberikan asupan gizi yang baik dan layak kepada korban sebagaimana orang tua seharusnya. Terdakwa telah melakukan penelantaran sekaligus diskriminasi terhadap anak," kata angota JPU, Suasti.

Jasad Angeline, kata jaksa, ditemukan dalam kondisi hanya seberat 22 kilogram dengan tinggi badan 120 cm. Ini ukuran tidak ideal untuk anak berusia delapan tahun. Saat diautopsi, tim forensik juga menemukan lambung dan perut Angeline dalam kondisi kosong, tak ada makanan. Jaksa memaparkan bahwa semasa hidupnya, korban nyaris tak pernah diantar ke sekolah. 

Margriet juga dituduh membiarkan Angeline berjalan kaki sejauh dua kilometer dari rumah ke sekolah dan sebaliknya setiap hari. Terdakwa juga memberi pekerjaan tak layak pada korban, yaitu memberi makan dan merawat ratusan ekor ayam. Korban dibiarkan mencuci tempat makan dan tempat minum ayam setiap hari. Penampilannya tidak rapi, gigi kusam, sebagian gigi hilang dan berlubang. 

Usai JPU membacakan surat dakwaan, Margriet membantah segala tuduhan untuk dirinya. "Saya tak pernah membunuh anak saya yang saya cintai, saya besarkan dari bayi dengan penuh kasih sayang sampai hampir delapan tahun," kata Margriet di ruang sidang, Kamis (22/10).

Margriet mengatakan, ia tak mengerti dengan isi surat dakwaan yang dibacakan JPU. Dia tak menerima disebut pembunuh anak angkatnya. Kuasa hukum Margriet, Hotma Sitompoel, dalam nota keberatannya (eksepsi) mengatakan, penyidik sengaja lepas tangan dan melimpahkan kasus ini ke pengadilan negeri karena takut akan maraknya tekanan publik. 

Faktanya, kata Hotma, terdakwa tak pernah membunuh Angeline. Dalam kasus pembunuhan berencana, penyidik dan polisi harusnya menggali motivasi terlebih dulu. "Singkatnya, tak ada namanya pembunuhan berencana tanpa ada motivasi kecuali pembunuhan itu dilakukan oleh orang gila. Sekarang motifnya apa? Kok berkas tersangka sudah dinyatakan lengkap tanpa adanya uraian motivasi oleh terdakwa? Ini kesannya dipaksakan," ujar Hotma.

Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Edward Harris Sinaga dengan anggota I Wayan Sukanila dan Agus Waluyo Tjahyono. Adapun, sidang yang menyeret nama Agus Tai Hamdamai digelar di ruangan terpisah dengan majelis hakim yang diketuai I Ketut Wanugraha dan anggota Made Sukereni dan Achmad Peten Sili.

Ibu kandung Angeline, Hamidah, yang hadir di persidangan melempar Hotma dengan sebundel gulungan kertas. Setelah mengekspresikan kesedihan dan kekecewaannya itu, Hamidah lantas memeluk Pendamping Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Denpasar, Siti Sapurah, yang duduk di sampingnya. Sejak persidangan dimulai, wanita itu terus menangis mendengar pemaparan jaksa penuntut umum, hakim, dan pengacara Margriet.

Adapun, dua anak angkat Margriet, yaitu Yvonne dan Christine, sempat menangis haru saat salah satu kuasa hukum yang membela ibu mereka, Posko Simbolon, memaparkan delik perkosaan yang dilakukan oleh Agus Tai terhadap Margriet. "Ini merupakan bukti mutlak dan tidak terbantahkan lagi bahwa terdakwa Agus adalah pelaku tunggal atas tindak pidana pencabulan, perkosaan, kekerasan, dan pembunuhan terhadap korban, yaitu Angeline," ujar Posko.

Kuasa hukum Agus, Haposan Sihombing, mengatakan, kliennya berada di bawah tekanan Margriet saat proses pembuatan berita acara pemeriksaan (BAP). Margriet, kata Haposan, mengancam akan membunuh Agus jika mengungkapkan kejujuran kepada polisi. "Margriet ternyata sudah mengarahkan jawaban Agus. Misalnya, tempat kejadian di kamar dan Agus mencoba memerkosa Angeline. Inilah yang dituangkan Agus dalam BAP pertama dan keduanya (10 dan 13 Juni 2015)," kata Haposan. n ed: andri saubani

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement