Republika/ Wihdan
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana alias Haji Lulung, kemarin (5/2), terlihat di Pengadilan Tipikor Jakarta. Padahal, hari itu Lulung tidak memiliki jadwal menjadi saksi untuk perkara apa pun di pengadilan. "Saya ingin menyaksikan. Karena itu, waktunya harus keluar dari persoalan pencitraan," kata Lulung," kepada wartawan, Kamis (5/2).
Lulung mengaku kehadirannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, ingin menyaksikan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bersaksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan unintteruptible power supply (UPS) di Pemprov DKI Jakarta dengan terdakwa Alex Usman. Dengan gaya bicaranya yang khas, Lulung mengklaim bahwa jika dirinya tidak hadir di persidangan, Ahok pasti akan berbohong dalam memberikan kesaksian.
"Saya yakin kalau saya hadir di situ, Ahok enggak akan bohong. Makanya saya pengen dateng. Kalau saya tak hadir, Ahok pasti bohong. Saya yakin," kata Lulung.
Politisi dari PPP itu mengungkapkan, dirinya akan sangat senang jika kesaksian Ahok bisa menghasilkan tersangka baru. Menurut dia, kunci untuk membongkar kasus korupsi pengadaan UPS tersebut adalah Ahok dan ketua DPRD DKI Jakarta periode 2009-2014, Ferrial Sofyan. "Kuncinya, Tuhan tahu, Ahok tahu, dan Ferrial Sofyan yang tahu," ucap Lulung.
Lulung berharap siapa pun yang memberi kesaksian dalam persidangan kasus UPS berani berkata jujur. Ia yakin, yang seharusnya bertanggung jawab dalam kasus tersebut adalah pihak eksekutif, dalam hal ini adalah Ahok. "Eksekutif yang harusnya bertanggung jawab. Maka jangan saling tuduh, jangan bohong, jangan saling tunjuk sekda. Harus jujur. Jangan dia (Ahok) tunjuk sekda dan sekda tunjuk dia (Ahok)," kata Lulung.
Sebelum Ahok memberi kesaksian, Ketua Majelis Hakim, Sutardjo, sempat meminta maaf kepada orang nomor satu di Jakarta itu. Alasannya, hakim harus memanggil Ahok dengan panggilan "saudara saksi". "Mohon maaf, Bapak Gubernur, dalam persidangan kali ini saya akan panggil saudara dengan panggilan saudara saksi," kata Sutardjo.
Hakim juga meminta maaf karena persidangan tersebut molor dari jadwal yang sudah ditentukan. Sidang yang semestinya digelar pada pukul 13:00 WIB molor hingga satu setengah jam. "Saya juga mohon maaf karena persidangan baru bisa dimulai," ucap Sutardjo.
Dalam kesaksiannya, Ahok mengungkapkan, anggaran pengadaan UPS tidak masuk dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) APBD Perubahan tahun 2014. Alasannya, kebutuhan UPS sama sekali tidak mendesak. "Tidak memenuhi karena itu tidak mendesak (pengadaan UPS). Yang mendesak adalah rehab gedung sekolah," kata Ahok.
Ahok mengaku tidak tahu kenapa anggaran pengadaan UPS tersebut bisa muncul. Padahal, jika pengadaan UPS tidak masuk ke dalam KUA PPAS, mestinya dana tersebut tidak tersedia dalam APBD Perubahan 2014.
Ahok mengatakan, dirinya baru mengetahui adanya anggaran tersebut setelah ada ribut-ribut dalam penyusunan APBD 2015. "Saya baru tahu ini setelah ribut-ribut APBD 2015 yang saya mau dihentikan sebagai gubernur karena saya disebut menggunakan dana siluman," ucap Ahok.
Dalam kasus pengadaan UPS pada APBDP 2014, Bareskrim Polri menetapkan beberapa tersangka selain Alex Usman. Dari pihak Pemprov DKI Jakarta, ditetapkan juga tersangka Zaenal Soleman. Sementara itu, dua tersangka lainnya dari pihak DPRD, yaitu Muhammad Firmansyah dari Fraksi Partai Demokrat dan Fahmi Zulfikar dari Fraksi Partai Hanura. Kasus korupsi ini diduga merugikan negara hingga Rp 81,4 miliar. Oleh Dadang kurnia ed: Andri Saubani