JAKARTA — Kapolda Bengkulu, Brigjen Pol M Ghufron mengatakan, empat orang warga sipil tertembak pada Sabtu (11/6). Mereka terlibat dalam aksi demonstrasi menolak rencana eksplorasi tambang batubara PT Citra Buana Seraya.
Tidak hanya warga sipil, seorang anggota Polri pun terluka. "Cukup parah," ujarnya saat mendatangi RSUD M Yunus Bengkulu, Ahad (12/6).
Empat warga yang tertembak atas nama Alimuan, Marta Dinata, Yudi, dan Badrin. Seorang anggota Polri yang terluka, Bripka Safrizal, dirawat di RSUD Kabupaten Kepahiang. Dia mengalami luka akibat benda tajam.
Kapolda menjelaskan, penembakan sudah dilakukan sesuai prosedur. "Nanti akan didalami bagaimana kericuhan bisa pecah, kami memiliki rekaman video," ucapnya.
Aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bengkulu, Fery Fadli mengatakan, kerusuhan bermula karena warga menolak pembangunan tambang batu bara. Mereka berunjuk rasa pada Sabtu (11/6) pagi sekitar pukul 10.00 WIB. "Unjuk rasa dilakukan karena tidak ada tanggapan dari pemerintah Kabupaten Bengkulu Tengah," ujar Fery saat dihubungi.
Fery memaparkan, mulanya, upaya warga untuk menolak tambang disampaikan dalam pertemuan di Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bengkulu pada Januari. Dalam pertemuan itu, hampir setiap kepala desa yang berkumpul menolak. Namun, ada tiga kepala desa yang menerima, karena lokasi desa mereka jauh dari pertambangan bawah tanah.
Kemudian, sebanyak 1.300 warga kembali melancarkan aksi protesnya pada 7 Mei 2016. Aksi tersebut ditandai dengan memasang tombak dengan bendera dan plakat yang bertuliskan "Masyarakat menolak sistem underground." Selanjutnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bengkulu memantau lokasi pertambangan pada Mei. Mereka menemukan lobang besar bekas penambangan yang tidak ditutup. Lobang itu pernah menelan korban jiwa seorang anak.
Ferry mengatakan, pihak Pemprov Bengkulu berjanji akan memberikan keputusan apakah tambang tetap beroperasi atau tidak. Kepastian akan disampaikan pada 4 Juni 2016. Kemudian, pada tanggal itu, pemerintah daerah tidak menepati janjinya. Sehari kemudian, warga mendapatkan informasi pemerintah memihak perusahaan tersebut untuk melanjutkan usaha pertambangan.
Pada Jumat (10/6), warga menyambangi kantor polisi untuk menyerahkan surat izin berdemonstrasi pada Sabtu (11/6). Namun pihak kepolisian baru akan mengabulkan demo tersebut untuk dilakukan pada pekan depan.
Warga belum dapat mengambil keputusan apakah akan mengikuti izin dari pihak kepolisian atau tetap melanjutkan aksi demo. Namun, esok harinya pada Sabtu pagi, warga mendengar Bupati akan berkunjung ke kantor operator penambangan.
Warga pun ingin mendengar keputusan dan dapat bernegosiasi dengan Bupati. Sesampainya di lokasi, warga justru dihadapkan dengan 500 aparat polisi bersenjata lengkap. Bupati yang ditunggu-tunggu kedatangannya justru tidak datang. Kerusuhan tak terelakkan.
Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengatakan, korban akibat konflik pertambangan berjatuhan sejak 2015. Kondisi ini memperlihatkan wajah buruk aparat keamanan dalam menangani konflik.
Hal tersebut bukan baru kali ini terjadi. Apa yang terjadi di Bengkulu menurutnya hampir sama dengan peristiwa Salim Kancil. Warga Bengkulu juga memperjuangkan lingkungannya dari perusakan akibat tambang batu bara. "Pemerintah tak boleh membiarkan kondisi ini," kata Dewi.
Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani mengatakan, pihaknya pasti akan mempertanyakan terjadinya penembakan yang diduga dilakukan oleh aparat ke Kapolri. Selain itu, kasus penembakan ini akan diangkat secara khusus dalam evaluasi kinerja Polri sebagai mitra Komisi III DPR. "Kami merencanakan kunjungan kerja ke Bengkulu," tutur Arsul.
Pihaknya merasa perlu mempertanyakan mengapa kasus penembakan dengan peluru tajam ini sampai terjadi di Bengkulu. Terlebih, korban terkena peluru tajam lebih dari satu orang. Arsul mendesak Kapolri untuk menurunkan Polisi Bidang Profesi dan Pengamanan dan Inspektorat Pengawasan Umum. Kasus penembakan ini harus diusut tuntas. rep: Mabruroh, Agus Raharjo/antara, ed: Erdy Nasrul
FAKTA ANGKA:
252 Konflik agraria terjadi pada 2015 termasuk dalam sektor tambang.
5 orang tewas, 39 orang mengalami luka tertembak aparat.
Sumber: Konsorsium Pembaruan Agraria